Ad-Duha Ayat 11
وَاَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ ࣖ ( الضحى: ١١ )
Wa 'Ammā Bini`mati Rabbika Faĥaddith (aḍ-Ḍuḥā 93:11)
Artinya:
Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur). (QS. [93] Ad-Duha : 11)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau nyatakan dengan dibarengi rasa bersyukur. Allah telah memberimu nikmat yang tiada tara, seperti nikmat kenabian dan turunnya Al-Qur’an kepadamu. Sampaikan dan perlihatkanlah nikmat-nikmat Allah itu kepada orang lain sebagai bentuk rasa syukurmu kepada-Nya.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Dalam ayat ini, Allah menegaskan lagi kepada Nabi Muhammad agar memperbanyak pemberiannya kepada orang-orang fakir dan miskin serta mensyukuri, menyebut, dan mengingat nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepadanya. Menyebut-nyebut nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada kita bukanlah untuk membangga-banggakan diri, tetapi untuk mensyukuri dan mengharapkan orang lain mensyukuri pula nikmat yang telah diperolehnya. Dalam sebuah hadis, Nabi saw mengatakan:
Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia tidak mensyukuri Allah. (Riwayat Abu Dawud dan at-Tirmizi dari Abu Hurairah).
Kebiasaan orang-orang kikir sering menyembunyikan harta kekayaannya untuk menjadi alasan tidak bersedekah, dan mereka selalu memperdengarkan kekurangan. Sebaliknya, orang-orang dermawan senantiasa menampakkan pemberian dan pengorbanan mereka dari harta kekayaan yang dianugerahkan kepada mereka dengan menyatakan syukur dan terima kasih kepada Allah atas limpahan karunia-Nya itu.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Kemudian Allah Swt. dalam ayat selanjutnya berfirman:
Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. (Adh-Dhuha: 9)
Yakni sebagaimana engkau dahulu seorang yang yatim, lalu Allah melindungimu, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim. Yakni janganlah kamu menghina, membentak, dan merendahkannya; tetapi perlakukanlah dia dengan baik, dan kasihanilah dia. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa jadilah engkau terhadap anak yatim sebagai seorang ayah yang penyayang.
Dan terhadap orang yang meminta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya. (Adh-Dhuha: 10)
Yaitu sebagaimana engkau dahulu dalam keadaan kebingungan, lalu Allah memberimu petunjuk, maka janganlah kamu menghardik orang yang meminta ilmu yang benar kepadamu dengan permintaan yang sesungguhnya.
Ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan terhadap orang yang minta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya. (Adh-Dhuha: 10) Maksudnya, janganlah kamu bersikap sewenang-wenang, jangan sombong, jangan berkata kotor, dan jangan pula bersikap kasar terhadap orang-orang yang lemah dari hamba-hamba Allah.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa makna yang dimaksud ialah bila menolak orang miskin lakukanlah dengan sikap kasih sayang dan lemah lembut.
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). (Adh-Dhuha: 11)
Yakni sebagaimana engkau dahulu orang yang kekurangan lagi banyak tanggungannya,'lalu Allah menjadikanmu berkecukupan, maka syukurilah nikmat Allah yang diberikan kepadamu itu. Sebagaimana yang disebutkan dalam doa yang di-ma’sur dari Nabi Saw. seperti berikut:
Dan jadikanlah kami orang-orang yang mensyukuri nikmat-Mu dan memanjatkan pujian kepada-Mu karenanya serta menerimanya, dan sempurnakanlah nikmat itu kepada kami.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Iyas Al-Jariri, dari Abu Nadrah yang mengatakan bahwa dahulu orang-orang muslim memandang bahwa termasuk mensyukuri nikmat-mkmat Allah ialah dengan menyebut-nyebutnya (mensyukurinya dengan lisan).
Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Anas, bahwa Kaum Muhajirin bertanya, "Wahai Rasulullah, orang-orang Ansar telah memborong semua pahala." Maka Nabi Saw. menjawab:
Tidak, selama kalian mendoakan mereka kepada Allah dan memuji sikap baik mereka.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Muslim, dari Muhammad ibnu Ziyad, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tidaklah bersyukur kepada Allah orang yang tidak berterima kasih kepada (kebaikan) orang lain.
Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Muhammad, dari Ibnul Mubarak, dari Ar-Rabi' ibnu Muslim, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih.
Abu Daud mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Jarrah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang mendapat suatu cobaan (yang baik), lalu ia menyebutnya, berarti dia telah mensyukurinya; dan barang siapa yang menyembunyikannya, berarti dia telah mengingkarinya.
Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara munfarid (tunggal).
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Imarah ibnu Gaziyyah, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari kalangan kaumku, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang diberi suatu pemberian, lalu ia mempunyai sesuatu untuk membalasnya, maka balaslah pemberian itu. Dan jika ia tidak mempunyai sesuatu untuk membalasnya, maka hendaklah ia memuji pemberinya. Maka barang siapa yang memuji pemberinya, berarti telah mensyukurinya; dan barang siapa yang menyembunyikannya (tidak menyebutnya), berarti dia telah mengingkarinya.
Abu Daud mengatakan bahwa dan Yahya ibnu Ayyub meriwayatkannya dari Imarah ibnu Gaziyyah, dari Syurahbil, dari Jabir; mereka tidak mau menyebut nama Syurahbil karena mereka tidak suka kepadanya. Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara munfarid (tunggal).
Mujahid mengatakan bahwa nikmat yang dimaksud dalam ayat ini adalah kenabian yang telah diberikan oleh Allah Swt. kepada Nabi-Nya. Yakni syukurilah kenabian yang telah diberikan Tuhanmu kepadamu. Menurut riwayat yang lain, nikmat yang dimaksud adalah Al-Qur'an.
Lais telah meriwayatkan dari seorang lelaki, dari Al-Hasan ibnu Ali sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). (Adh-Dhuha: 11) Yakni kebaikan apapun yang telah kamu kerjakan, maka ceritakanlah hal itu kepada saudara-saudaramu.
Muhammad ibnu Ishaq telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa apa yang telah diberikan oleh Allah kepadamu berupa nikmat, kemuliaan dan kenabian, hendaklah engkau menyebut-nyebutnya dan ceritakanlah kepada orang lain dan serulah (mereka) kepadanya. Muhammad ibnu Ishaq melanjutkan, bahwa lalu Rasulullah Saw. menceritakan karunia kenabian yang telah diterima olehnya itu kepada orang-orang yang telah beliau percayai dari kalangan keluarganya secara diam-diam. Lalu difardukanlah ibadah salat kepadanya, maka beliau mengerjakannya.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Dan terhadap nikmat Rabbmu) yang dilimpahkan kepadamu, yaitu berupa kenabian dan nikmat-nikmat lainnya (maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya) yakni mengungkapkannya dengan cara mensyukurinya. Di dalam beberapa Fi'il pada surah ini Dhamir yang kembali kepada Rasulullah saw. tidak disebutkan karena demi memelihara Fawashil atau bunyi huruf di akhir ayat. Seperti lafal Qalaa asalnya Qalaaka; lafal Fa-aawaa asalnya Fa-aawaaka; lafal Fahadaa asalnya Fahadaaka; dan lafal Fa-aghnaa asalnya Fa-aghnaaka
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Apabila hal ini yang Allah lakukan terhadapmu, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang kepada anak yatim, jangan mengusir orang yang meminta-minta dengan kekerasan, dan sebutlah nikmat Tuhanmu sebagai rasa syukur kepada Allah dan juga untuk menunjukkan nikmat-Nya.
6 Tafsir as-Saadi
"Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi, Rabbmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu, dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan. Dan kelak pasti Rabbmu memberikan karuniaNya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat Rabbmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)." (Adh-Dhuha: 1-11).
Makkiyah
"Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang."
(1-3) Allah سبحانه وتعالى bersumpah dengan siang bila cahayanya mulai tersebar, yaitu waktu dhuha, dan juga dengan malam, ﴾ إِذَا سَجَىٰ ﴿ "apabila telah sunyi" dan gelap gulita, atas perhatian Allah سبحانه وتعالى terha-dap RasulNya seraya berfirman, ﴾ مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ ﴿ "Rabbmu tiada mening-galkan kamu," yakni tidak meninggalkanmu sejak Dia memperhati-kanmu dan tidak menelantarkanmu sejak memelihara dan mera-watmu, tapi Dia senantiasa mendidikmu dengan pendidikan yang paling sempurna dan mengangkatmu satu derajat demi satu derajat, ﴾ وَمَا قَلَىٰ ﴿ "dan tiada (pula) benci kepadamu," sejak Dia mencintaimu, karena menafikan kebalikan sesuatu menunjukkan penegasan atas kebalikannya. Penafian semata bukanlah pujian kecuali bila penafian tersebut mengandung penegasan kesempurnaan. Inilah keadaan Rasulullah a sebelum dan sesudahnya, yaitu kondisi yang paling sempurna. Kecintaan Allah سبحانه وتعالى padanya serta terus berlalunya cinta itu, senantiasa naiknya derajat kesempurnaan Rasulullah a dan perhatian Allah سبحانه وتعالى pada beliau.
(4) Sedangkan kondisi Rasulullah a selanjutnya, maka Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ وَلَلۡأٓخِرَةُ خَيۡرٞ لَّكَ مِنَ ٱلۡأُولَىٰ ﴿ "Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan," yakni setiap kondisi terakhirmu lebih baik dari kondisi sebelumnya dan beliau terus menapaki derajat tinggi, Allah سبحانه وتعالى mengukuhkan AgamaNya bagi beliau, me-nolongnya dari musuh-musuhnya dan meluruskan kondisi-kondisi-nya, hingga tatkala wafat, beliau mencapai kondisi yang tidak bisa dicapai oleh orang-orang terdahulu dan yang terakhir, berupa ke-muliaan, nikmat, penyejuk mata, dan kebahagiaan hati.
(5) Kemudian setelah itu, jangan Anda tanyakan tentang kondisi beliau di akhirat berupa berbagai macam kemuliaan dan nikmat. Karena itu Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ وَلَسَوۡفَ يُعۡطِيكَ رَبُّكَ فَتَرۡضَىٰٓ ﴿ "Dan kelak pasti Rabbmu memberikan karuniaNya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas." Ini tidak mungkin bisa diungkapkan kecuali dengan kata-kata menyeluruh ini.
(6-8) Selanjutnya Allah سبحانه وتعالى menganugerahkan kondisi-kon-disi khusus yang Dia ketahui seraya berfirman, ﴾ أَلَمۡ يَجِدۡكَ يَتِيمٗا فَـَٔاوَىٰ ﴿ "Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi-mu," yakni, Allah mendapatimu tidak beribu dan tidak berayah, bahkan ayah dan ibu beliau telah meninggal dunia sedangkan ia sendiri belum bisa mengurus dirinya sendiri, lalu Allah سبحانه وتعالى membe-rinya perlindungan, ia dirawat oleh kakeknya, Abu Thalib, hingga Allah سبحانه وتعالى menguatkan dengan pertolonganNya dan dengan kaum Mukminin.
﴾ وَوَجَدَكَ ضَآلّٗا فَهَدَىٰ ﴿ "Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk." Artinya, Allah mendapati-mu dalam kondisi engkau tidak mengetahui apa itu al-Qur`an dan apa itu iman, lalu Dia mengajarkanmu apa yang tidak kau ketahui dan memberimu pertolongan untuk amal dan akhlak yang baik. ﴾ وَوَجَدَكَ عَآئِلٗا فَأَغۡنَىٰ ﴿ "Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang keku-rangan, lalu Dia memberikan kecukupan" yakni fakir lalu Allah سبحانه وتعالى mem-berimu kecukupan berupa penaklukan berbagai negeri untukmu berupa pemungutan harta dan upeti. Rabb yang menghilangkan berbagai kekurangan darimu ini akan menghilangkan semua ke-kurangan darimu. Dan Rabb yang menyampaikanmu pada kecu-kupan, memberimu perlindungan, menolong serta memberimu petunjuk, maka balaslah nikmatNya dengan rasa syukur.
(9-11) Karena itu Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ فَأَمَّا ٱلۡيَتِيمَ فَلَا تَقۡهَرۡ ﴿ "Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang," yakni, jangan memperlakukan anak yatim dengan buruk, jangan merasa tertekan karenanya dan jangan membentaknya tapi mulia-kanlah, berikan semampumu dan perlakukanlah dia sebagaimana kau ingin anakmu diperlakukan serupa sepeninggalmu.
﴾ وَأَمَّا ٱلسَّآئِلَ فَلَا تَنۡهَرۡ ﴿ "Dan terhadap orang yang minta-minta, maka ja-nganlah kamu menghardiknya," yakni jangan sampai kau mengeluar-kan kata untuk menolak permintaan orang yang meminta-minta berupa hardikan dan perangai buruk. Tapi berikanlah semampumu atau tolaklah dengan cara yang baik. Termasuk dalam hal ini ada-lah orang yang meminta-minta uang dan ilmu. Karena itu, seorang guru diperintahkan untuk berakhlak baik terhadap murid, mem-perlakukan murid dengan memuliakan dan sayang, karena hal itu bisa menjadi penolong bagi murid untuk mencapai maksudnya dan sebagai tindakan memuliakan bagi orang yang ingin memberi manfaat pada sesama manusia dan negara.
﴾ وَأَمَّا بِنِعۡمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثۡ ﴿ "Dan terhadap nikmat Rabbmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)," ini mencakup nikmat-nikmat agama dan dunia. Yaitu pujilah Allah سبحانه وتعالى karena nikmat-nikmat itu dan sebutlah secara khusus jika memang hal itu ada maslahatnya. Bila tidak, sebutkan nikmat Allah سبحانه وتعالى secara mutlak (umum) karena menyebut-nyebut nikmat Allah سبحانه وتعالى bisa mendorong seseorang untuk mensyukurinya dan menimbulkan kesenangan bagi Yang memberi nikmat; karena hati memiliki tabiat mencintai orang yang berbuat baik padanya.