Ar-Rum Ayat 7
يَعْلَمُوْنَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۖ وَهُمْ عَنِ الْاٰخِرَةِ هُمْ غٰفِلُوْنَ ( الروم: ٧ )
Ya`lamūna Žāhirāan Mina Al-Ĥayāati Ad-Dunyā Wa Hum `An Al-'Ākhirati Hum Ghāfilūna. (ar-Rūm 30:7)
Artinya:
Mereka mengetahui yang lahir (tampak) dari kehidupan dunia; sedangkan terhadap (kehidupan) akhirat mereka lalai. (QS. [30] Ar-Rum : 7)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Mereka tidak memiliki pengetahuan tentang hakikat keagamaan. Mereka hanya mengetahui yang lahir atau tampak dari kehidupan dunia, sedangkan terhadap kehidupan akhirat mereka benar-benar lalai.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Ayat ini merupakan penegasan sifat-sifat orang kafir di atas, yaitu mereka yang tidak mengetahui hukum-hukum alam dan hubungan yang kuat antara satu hukum dengan hukum yang lain. Mereka hanya memandang persoalan hidup ini secara pragmatis, yakni menurut kegunaan dan manfaat yang lahir saja. Mereka mengetahui tentang hidup ini hanya pada yang tampak saja, seperti bercocok tanam, berdagang, bekerja, dan yang ber-hubungan dengan urusan dunia. Ilmu mereka itu pun tidak sampai kepada inti persoalan, sehingga mereka tertipu dengan ilmunya itu.
Karena tidak menghayati dan mengetahui ilmu yang hakiki, maka orang yang musyrik, orang-orang sesat, dan pendusta itu lalai akan kehidupan akhirat dan kehidupan yang sebenarnya. Kelalaian mereka mempersiapkan diri untuk menghadapi hari akhirat menyebabkan mereka tidak dapat lagi menilai sesuatu dengan benar, baik terhadap keinginan mereka, maupun terhadap kejadian dan peristiwa yang mereka alami.
Adanya perhatian terhadap hari perhitungan di akhirat dalam hati manusia, akan mengubah pandangan dan penilaiannya terhadap segala sesuatu yang terjadi di dunia ini. Mereka yakin bahwa hidup di dunia ini merupakan sebuah perjalanan singkat dari perjalanan hidup yang panjang. Akan tetapi, perjalanan yang pendek ini sangat menentukan kehidupan yang panjang nanti di akhirat. Apakah manusia mau merusak kehidupan yang panjang di akhirat dengan merusak kehidupan yang pendek di dunia ini?
Sehubungan dengan hal itu, manusia yang percaya kepada adanya kehidupan akhirat dengan perhitungan yang tepat dan kritis, sukar mencari titik temu dengan orang yang hanya hidup untuk dunia ini saja. Antara satu dengan yang lain akan terdapat perbedaan dalam menilai suatu persoalan. Masing-masing mempunyai pertimbangan dan kacamata sendiri dalam melihat benda-benda alam, situasi dan peristiwa yang sedang dihadapi, persoalan mati dan hidup, masa lampau dan masa sekarang, alam manusia dan alam binatang, hal yang gaib dan yang nyata, lahir dan batin, dan sebagainya.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedangkan mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai. (Ar Ruum:7)
Artinya, kebanyakan manusia tidak memiliki ilmu melainkan hanya yang menyangkut masalah dunia, mata pencahariannya, dan semua urusannya. Mereka benar-benar cerdik dan pandai dalam meraih dan menciptakan berbagai macam pekerjaannya. Sedangkan terhadap perkara-perkara agama dan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka di negeri akhirat nanti, mereka lalai. Seakan-akan seseorang dari mereka kosong pengetahuannya tentang ilmu akhirat, hatinya tidak tergerak terhadapnya, dan pikirannya kosong darinya.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Demi Allah, kecintaan seseorang dari mereka kepada dunianya benar-benar mencapai batas yang tak terperikan, sehingga ketika dia sedang membolak-balikkan mata uang dirham di atas kukunya, ia dapat menceritakan kepadamu tentang berat kandungan logamnya, padahal dia masih belum dapat melakukan salat dengan baik."
Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedangkan mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai. (Ar Ruum:7) Yakni orang-orang kafir itu hanya mengetahui cara meramaikan dunia, sedang mengenai urusan agama mereka bodoh sama sekali.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia) maksudnya urusan penghidupan dunia seperti berdagang, bercocok tanam, membangun rumah, bertanam dan kesibukan-kesibukan duniawi lainnya. (Sedangkan mereka terhadap kehidupan akhirat adalah lalai) diulanginya lafal hum mengandung makna taukid atau untuk mengukuhkan makna kelalaian mereka.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Mereka hanya mengetahui segala urusan dan cara untuk membangun kehidupan dunia serta bagaimana menikmati keindahannya. Sedangkan tentang bekal untuk akhirat, mereka sangat bodoh dan lalai.
6 Tafsir as-Saadi
"Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Ro-mawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena per-tolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendakiNya. Dan Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. (Sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janjiNya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai." (Ar-Rum: 1-7).
Makkiyah
"Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang."
(1-5) Bangsa Persia dan Bangsa Romawi pada saat itu me-rupakan dua negara super power yang ada di muka bumi ini; dan selalu terjadi peperangan di antara dua bangsa ini sebagaimana biasa terjadi pada bangsa-bangsa yang selevel. Bangsa Persia ada-lah penyembah api, sedangkan bangsa Romawi adalah ahli kitab yang berafiliasi kepada Taurat dan Injil, dan mereka lebih dekat kepada kaum Muslimin daripada bangsa Persia. [Orang-orang Mukmin] sangat senang kalau bangsa Romawi menang dan dapat mengalahkan bangsa Persia. Sedangkan orang-orang musyrikin (Arab), karena kesamaan mereka dalam kesyirikan, sedangkan bangsa Persia berada dalam kesyirikan, maka mereka senang kalau bangsa Persia menang atas bangsa Romawi. Lalu ternyata bangsa Persia dapat menang atas bangsa Romawi, dan mereka dapat me-ngalahkan bangsa Romawi, namun tidak sampai menguasai kera-jaan mereka, bahkan sedikit pun dari daerah kekuasaan Romawi. Maka kaum musyrikin Arab pun sangat bergembira dengannya, sedangkan kaum Muslimin bersedih. Maka dari itu Allah menga-barkan kepada mereka dan menjanjikan bahwa bangsa Romawi akan mengalahkan bangsa Persia.
﴾ فِي بِضۡعِ سِنِينَۗ ﴿ "Dalam beberapa tahun lagi," sembilan atau dela-pan tahun lagi, atau semisal hal itu, tidak lebih dari sepuluh tahun lagi dan tidak pula kurang dari tiga tahun; dan sesungguhnya kemenangan bangsa Persia terhadap bangsa Romawi, lalu keme-nangan bangsa Romawi terhadap bangsa Persia semuanya terjadi atas kehendak dan kekuasaanNya. Dari itu Allah سبحانه وتعالى berfirman,﴾ لِلَّهِ ٱلۡأَمۡرُ مِن قَبۡلُ وَمِنۢ بَعۡدُۚ ﴿ "Milik Allah-lah urusan sebelum dan sesudahnya," jadi kemenangan dan pertolongan itu tidak hanya sekedar disebab-kan terwujudnya sebab kausalitas (fasilitas dan perlengkapan. Pent), melainkan pasti diiringi oleh qadha` dan qadar.
﴾ وَيَوۡمَئِذٖ ﴿ "Dan di hari." Maksudnya, pada hari bangsa Romawi dapat memenangkan bangsa Persia dan mengalahkan mereka, ﴾ يَفۡرَحُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ 4 بِنَصۡرِ ٱللَّهِۚ يَنصُرُ مَن يَشَآءُۖ ﴿ "bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dike-hendakiNya." Maksudnya, mereka bergembira dengan kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia, sekalipun semuanya adalah orang-orang kafir, akan tetapi sebagian keburukan (suatu kaum) itu lebih ringan daripada (keburukan dari kaum) yang lain. Dan pada saat itu pula kaum musyrikin berduka cita. ﴾ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ﴿ "Dan Dia-lah Yang Mahaperkasa," Yang memilki keperkasaan yang de-ngannya Dia menaklukkan seluruh makhluk; Dia memberikan kekuasaan (kerajaan) kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan mencopot kekuasaan dari siapa yang Dia kehendaki, Dia memulia-kan siapa saja yang Dia kehendaki dan menghinakan siapa saja yang Dia kehendaki. ﴾ ٱلرَّحِيمُ ﴿ "Lagi Maha Penyayang" terhadap hamba-hambaNya yang beriman, yang mana Dia menyediakan segala sebab kausalitas yang dapat membuat mereka bahagia, dan meno-long mereka yang sama sekali di luar perhitungan.
(6) ﴾ وَعۡدَ ٱللَّهِۖ لَا يُخۡلِفُ ٱللَّهُ وَعۡدَهُۥ ﴿ "Sebagai janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janjiNya," maka dari itu yaki-nilah hal itu dan pastikanlah; dan ketahuilah bahwasanya yang demikian itu pasti terjadi. Setelah ayat-ayat ini diturunkan, yang di dalamnya terdapat janji ini, maka kaum Muslimin pun langsung membenarkannya, sedangkan orang-orang kafir mendustakannya hingga sebagian kaum Muslimin dan sebagian kaum musyrikin melakukan taruhan dalam waktu beberapa tahun yang telah me-reka tentukan. Maka setelah masa yang telah ditetapkan oleh Allah tiba, bangsa Romawi memperoleh kemenangan atas bangsa Persia, dan Romawi berhasil mengusir mereka dari daerah-daerah mereka yang sebelumnya diduduki oleh bangsa Persia, dan dengan demi-kian terbuktilah apa yang Allah janjikan. Ini termasuk perkara ghaib yang diberitakan Allah سبحانه وتعالى sebelum peristiwa ini terjadi, dan ada pada zaman orang-orang yang mana Allah سبحانه وتعالى memberitakan-nya kepada kaum Muslimin dan kaum musyrikin. ﴾ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ ﴿ "Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui," bahwa apa yang dijanjikan oleh Allah itu benar. Maka dari itu terdapat seke-lompok manusia di antara mereka yang mendustakan janjiNya dan mendustakan ayat-ayatNya.
(7) Dan mereka, orang-orang yang tidak mengetahui. Mak-sudnya, mereka yang tidak mengetahui esensi sesuatu dan akibat-akibatnya, sebenarnya ﴾ يَعۡلَمُونَ ظَٰهِرٗا مِّنَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا ﴿ "hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia," lalu mereka melihat kepada sebab-musabab dan memastikan kejadian perkara yang sudah terbetik dalam pikiran mereka, yang telah terpenuhi semua sebab musabab keberadaannya; dan mereka meyakini ketidakterjadinya suatu perkara yang mana mereka sama sekali belum melihat keberadaan sebab-sebab yang bisa menimbulkan kejadiannya. Jadi, mereka sangat tergantung kepada sebab-sebab, tanpa melihat kepada (Allah) yang menurunkan sebab-sebabnya, yang bertindak padanya, ﴾ وَهُمۡ عَنِ ٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ غَٰفِلُونَ ﴿ "sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai." Hati mereka, hawa nafsu mereka dan kemauan mereka sudah ter-fokus kepada dunia, kesenangan dan gemerlapnya, lalu berbuat hanya untuk itu, berupaya dan menuju kepadanya, berpaling dan lupa terhadap kehidupan akhirat. Ia sama sekali tidak merindu-kan surga, tidak pula takut akan api neraka, tidak juga berdiri di hadapan Allah dan berjumpa denganNya membuatnya takut dan membuatnya ngeri. Ini adalah tanda kesengsaraan, dan cirinya adalah lalai akan kehidupan akhirat.
Yang mengherankan adalah bahwa sesungguhnya kelompok manusia yang satu ini sudah mencapai pada kecerdasan dan ke-pintaran yang sangat tinggi terhadap lahiriah kehidupan dunia hingga sampai pada tingkat mencengangkan akal dan menakjub-kan hati. Mereka bisa memperlihatkan berbagai keajaiban nuklir dan listrik, peralatan transportasi darat, laut dan udara yang de-ngannya mereka menjadi unggul. Mereka berhasil menampakkan dan membanggakan akal mereka, dan mereka memandang bangsa-bangsa lain tidak mampu melakukan apa yang telah ditakdirkan Allah agar mampu mereka lakukan. Maka mereka memandang bangsa lain dengan pandangan hina dan rendah, sedangkan dalam masalah agama mereka merupakan manusia yang paling bodoh dan paling lalai terhadap kehidupan akhirat, serta paling dangkal pengetahuannya terhadap akibat-akibat perbuatan mereka.
Mereka telah dilihat oleh orang-orang yang berakal dan ber-pandangan tajam sedang terombang-ambing dalam kejahilan, ter-gelimang dalam kesesatan, terbuai dalam kebatilan. Mereka telah melupakan Allah, maka Allah menjadikan mereka lupa terhadap diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik. Lalu para ahli pikir itu melihat kepada apa yang dikaruniakan Allah سبحانه وتعالى dan kemampuan yang Allah anugerahkan kepada mereka (sekelompok manusia itu. Pent) berupa pemikiran-pemikiran yang sangat cang-gih dalam permasalahan dunia dan lahirnya, sedangkan mereka tidak dikaruniai akal yang sangat jenius. Maka para ahli pemikiran yang mendalam (tajam) itu mengetahui bahwasanya segala perkara adalah wewenang Allah dan keputusan terhadap manusia adalah milikNya. Ia tiada lain melainkan hanya taufikNya atau pengabai-anNya.
Maka dari itu mereka (para ahli pemikiran yang mendalam) takut kepada Allah, Rabb mereka, dan mereka memohon kepada-Nya semoga Dia berkenan melengkapi cahaya akal dan iman yang telah dianugerahkanNya kepada mereka hingga mereka bisa sampai kepadaNya dan menempati haribaanNya. Semua perkara di atas, kalau saja disertai iman dan dibangun di atasnya, tentu ia akan membuahkan kemajuan yang sangat tinggi dan kehidupan yang baik. Akan tetapi, karena kebanyakannya dibangun di atas landasan ilhad (kekafiran), maka ia tidak membuahkan sesuatu ke-cuali dekadensi moral dan segala sebab kebinasaan dan kehancuran.