اِنَّا عَرَضْنَا الْاَمَانَةَ عَلَى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَالْجِبَالِ فَاَبَيْنَ اَنْ يَّحْمِلْنَهَا وَاَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْاِنْسَانُۗ اِنَّهٗ كَانَ ظَلُوْمًا جَهُوْلًاۙ ( الأحزاب: ٧٢ )
'Innā `Arađnā Al-'Amānata `Alaá As-Samāwāti Wa Al-'Arđi Wa Al-Jibāli Fa'abayna 'An Yaĥmilnahā Wa 'Ashfaqna Minhā Wa Ĥamalahā Al-'Insānu 'Innahu Kāna Žalūmāan Jahūlāan. (al-ʾAḥzāb 33:72)
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zhalim dan sangat bodoh, (QS. [33] Al-Ahzab : 72)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Setelah meminta orang-orang beriman untuk menjaga ketakwaan, Allah lalu menjelaskan bahwa salah satu wujud takwa adalah menjaga amanah. Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat, yakni tugas-tugas keagamaan, kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikul tanggung jawab amanat itu dan mereka khawatir tidak akan mampu melaksanakannya, lalu Kami menawarkan amanat itu kepada manusia, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim karena menyatakan sanggup memikul amanat tetapi secara sengaja menyia-nyiakannya, dan sangat bodoh karena menerima amanat tetapi sering lengah dan lupa menjalankan atau memenuhinya. "Amanat" kalau diartikan secara sempit adalah kewajiban-kewajiban agama. Namun, secara luas ia bisa dipahami sebagai segala sesuatu yang diserahkan kepada seseorang untuk dipelihara dan ditunaikan dengan sebaik-baiknya serta berusaha maksimal untuk tidak menyia-nyiakannya. Apa pun bentuk amanat itu, ia harus dipertanggungjawabkan oleh penerima kepada pemberi amanat.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Sesungguhnya Allah telah menawarkan tugas-tugas keagamaan kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Karena ketiganya tidak mempunyai persiapan untuk menerima amanat yang berat itu, maka semuanya enggan untuk memikul amanat yang ditawarkan Allah itu.
Kemudian amanat untuk melaksanakan tugas-tugas keagamaan itu ditawarkan kepada manusia dan mereka menerimanya dengan konsekuensi barang siapa yang melaksanakan itu akan diberi pahala dan dimasukkan ke dalam surga. Sebaliknya, barang siapa yang mengkhianatinya akan disiksa dan dimasukkan ke dalam api neraka. Walaupun bentuk badannya lebih kecil dibandingkan dengan ketiga makhluk yang lain (langit, bumi, dan gunung-gunung), manusia berani menerima amanat tersebut karena manusia mempunyai potensi. Tetapi, karena pada diri manusia terdapat ambisi dan syahwat yang sering mengelabui mata dan menutup pandangan hatinya, Allah menyifatinya dengan amat zalim dan bodoh karena kurang memikirkan akibat-akibat dari penerimaan amanat itu.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan amanat adalah ketaatan. Allah menawarkan amanat itu kepada mereka sebelum menawarkannya kepada manusia, tetapi ternyata mereka tidak kuat. Lalu Allah berfirman kepada Adam, "Sesungguhnya Aku telah menawarkan amanat ini kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi mereka tidak mampu memikulnya. Apakah kamu mau memikul amanat ini berikut segala akibatnya?" Adam bertanya, "Apa saja konsekuensinya itu, wahai Tuhanku?" Allah Swt. menjawab, "Jika kamu berbuat baik, maka kamu diberi pahala. Dan jika kamu berbuat buruk, kamu disiksa. Lalu amanat itu diambil oleh Adam. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (Al Ahzab:72)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa amanat ini adalah fardu-fardu yang ditawarkan oleh Allah Swt. kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Jika mereka menunaikannya, maka Allah akan memberi mereka pahala, dan jika mereka menyia-nyiakannya, Allah akan mengazab mereka. Maka mereka tidak suka dan merasa takut memikul tanggung jawab amanat ini tanpa adanya pelanggaran. Tetapi demi menghormati agama Allah, sebaiknya mereka tidak menerimanya. Kemudian Allah menawarkannya kepada Adam, dan ternyata Adam mau menerimanya berikut segala konsekuensinya. Itulah yang dimaksud oleh firman Allah Swt.: dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (Al Ahzab:72) Karena tergiur oleh perintah Allah.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya. (Al Ahzab:72) Ibnu Abbas mengatakan bahwa lalu amanat itu ditawarkan kepada Adam seraya berfirman, "Ambillah amanat ini berikut segala konsekuensinya. Jika kamu taat Aku beri kamu ampunan, dan jika kamu durhaka, maka Aku akan mengazabmu." Adam berkata, "Saya terima." Maka dalam waktu yang tidak begitu lama kira-kira antara asar dan malam hari pada hari itu juga, Adam melakukan pelanggaran (yaitu memakan buah khuldi).
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas hal yang mendekati kisah di atas, tetapi masih diragukan karena adanya mata rantai yang terputus antara Ad-Dahhak dan Ibnu Abbas. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Al-Hasan Al-Basri, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa sesungguhnya amanat ini ialah fardu-fardu (kewajiban-kewajiban). Ulama lainnya mengatakan bahwa amanat ialah ketaatan. Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abud Duha, dari Masruq yang mengatakan bahwa Umay ibnu Ka'b pernah mengatakan, "Termasuk amanat ialah tugas wanita, dia diberi amanat untuk memelihara kehormatannya."
Qatadah mengatakan bahwa amanat ialah mengamalkan agama, fardu-fardu, dan hukum-hukum had. Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa amanat itu adalah mandi jinabah.
Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam yang mengatakan bahwa amanat itu ada tiga perkara, yaitu salat, puasa, dan mandi jinabah.
Semua pendapat yang telah disebutkan di atas tidak bertentangan satu sama lainnya, bahkan bersesuaian dan bersumber kepada suatu patokan yang mengatakan bahwa amanat adalah taklif dan menerima semua perintah serta larangan berikut segala persyaratannya. Yaitu apabila dikerjakan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan mendapat siksa. Lalu amanat ini diterima oleh manusia karena kelemahan, kebodohan, dan kezalimannya, terkecuali bagi orang yang diberi taufik oleh Allah, dan akhirnya hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnul Mugirah Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Waqid (yakni Abu Umar As-Saffar), bahwa ia pernah mendengar Ma'mar alias Aun ibnu Ma'mar menceritakan asar berikut dari Al-Hasan Al-Basri, bahwa Al-Hasan Al-Basri membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. (Al Ahzab:72) Allah menawarkannya kepada tujuh lapis langit yang dihiasi dengan bintang-bintang dan para malaikat pemikul 'Arasy, lalu dikatakan kepadanya, "Maukah engkau memikul amanat ini berikut segala konsekuensinya?" Langit bertanya, "Apakah konsekuensinya?" Maka dikatakan kepadanya, "Jika kamu berbuat baik, maka diberi pahala. Dan jika kamu berbuat buruk, kamu disiksa." Langit menjawab, "Tidak." Kemudian Allah menawarkan amanat ini kepada tujuh lapis bumi yang keras dan diikat dengan pasak-pasak yang kuat serta diperhalus dengan hamparan-hamparan yang rata. Lalu dikatakan kepadanya, "Maukah kamu memikul amanat ini berikut segala konsekuensinya?" Bumi bertanya, "Apakah konsekuensinya?''Dikatakan kepadanya, Jika kamu berbuat baik, maka kamu diberi pahala. Dan jika kamu berbuat buruk, kamu disiksa." Bumi menjawab, "Tidak." Kemudian amanat ini ditawarkan kepada gunung-gunung yang tinggi-tinggi lagi kokoh, keras, dan kuat. Dikatakan kepadanya, "Maukah kamu memikul amanat ini berikut semua konsekuensinya?" Gunung-gunung bertanya, "Apakah konsekuensinya?" Dikatakan kepadanya, "Jika kamu berbuat baik, kamu diberi pahala, dan jika kamu berbuat buruk, maka disiksa." Gunung-gunung berkata, "Tidak."
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa sesungguhnya Allah Swt. ketika selesai menciptakan makhluk-Nya, maka Dia mengumpulkan antara manusia, jin, langit, bumi, dan gunung-gunung. Lalu Allah memulai firman-Nya kepada langit. Ditawarkan kepadanya amanat ini, yakni ketaatan. Allah berfirman, "Maukah kamu memikul amanat ini, tetapi Aku berjanji akan memberikan karunia dan kemuliaan serta pahala di surga?" Langit menjawab, "Ya Tuhanku, sesungguhnya kami tidak kuat memikul perintah ini dan tidak mampu mengerjakannya, tetapi kami akan selalu taat kepada-Mu." Kemudian amanat itu ditawarkan kepada bumi. Allah berfirman kepada bumi, "Maukah kamu memikul amanat ini dan mau menerimanya dari-Ku, maka Aku akan memberimu karunia dan kemuliaan di dunia?" Maka bumi mejawab, "Kami tidak mempunyai kesabaran memikul tugas ini dan kami tidak kuat, tetapi kami selalu tunduk patuh kepada-Mu dan tidak akan mendurhakai-Mu dalam sesuatu pun yang Engkau perintahkan kepada kami." Lalu Allah mendekatkan Adam dan berfirman kepadanya, "Maukah engkau memikul amanat ini dan memeliharanya dengan sebaik-baiknya?" Maka pada saat itu juga Adam balik bertanya, "Lalu imbalan apakah yang akan kuterima di sisi-Mu?" Allah berfirman, "Hai Adam, jika kamu berbuat baik, taat dan memelihara amanat ini, maka bagimu di sisi-Ku kemuliaan, keutamaan, dan pahala yang baik di surga. Dan jika engkau durhaka, tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang sebenar-benarnya, dan kamu berlaku buruk terhadapnya, maka sesungguhnya Aku akan mengazab dan menyiksamu serta memasukkanmu ke dalam neraka." Adam menjawab, "Saya rela, ya Tuhanku." Maka Adam memikulnya. Dan saat itu juga Allah Swt. berfirman, "Aku telah memikulkannya kepadamu." Yang demikian itu adalah firman Allah Swt.: dan dipikullah amanat itu oleh manusia. (Al Ahzab:72). Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Diriwayatkan dari Mujahid. Ia telah mengatakan bahwa amanat ini ditawarkan kepada langit, maka langit menjawab, "Ya Tuhanku, Engkau telah memikulkan kepada kami bintang-bintang, semua penduduk langit, dan lain-lainnya. Kami tidak menginginkan pahala dan kami tidak mau memikul suatu kewajiban apa pun." Lalu ditawarkan kepada bumi. Maka bumi menjawab, "Ya Tuhanku, Engkau telah menanamkan semua pohon padaku, dan Engkau alirkan semua sungai padaku serta penduduk bumi dan segala sesuatunya, aku tidak menginginkan pahala dan aku tidak mau memikul kewajiban lainnya lagi." Hal yang sama dikatakan oleh gunung-gunung. Lalu disebutkan firman-Nya: dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. ( Al-Ahzab: 72) dalam memikirkan akibat urusannya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Juraij, dari Ibnu Asywa' yang mengatakan bahwa ketika Allah menawarkan amanat kepada mereka untuk dipikul mereka, maka semuanya bergetar mengajukan protes kepada Allah Swt. selama tiga hari tiga malam, lalu mengatakan, "Wahai Tuhan kami, kami tidak kuat mengamalkannya dan kami tidak menginginkan pahala."
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Zaid ibnu Abuz Zarqa Al-Mausuli, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. (Al Ahzab:72), hingga akhir ayat. Manusia menjawab, "Saya terima amanat ini dengan penuh kesetiaan." Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menolongmu dalam menjalankannya, sesungguhnya Aku akan menolongmu dengan memberi dua kelopak mata. Apabila kedua mata itu menyuruhmu untuk melakukan hal yang kubenci, maka pejamkanlah. Dan aku akan menolongmu dengan memberi lisan yang diapit oleh kedua bibir. Apabila lisanmu menyuruhmu untuk melakukan hal yang Kubenci, maka katupkanlah. Dan Aku akan menolongmu dengan pakaian terhadap kemaluanmu, maka janganlah kamu membukanya untuk hal-hal yang Kubenci."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, bahwa Ibnu Zaid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. (Al Ahzab:72), hingga akhir ayat. Bahwa sesungguhnya Allah Swt. menawarkan kepada mereka amanat ini, yaitu Dia akan memfardukan kepada mereka agama, dan menjadikan bagi mereka pahala dan siksaan, serta mempercayakan kepada mereka untuk melaksanakan agama. Maka mereka berkata, "Tidak, kami diciptakan hanya untuk tunduk kepada perintah-Mu, kami tidak menginginkan pahala dan tidak pula siksaan." Selanjutnya Allah Swt. menawarkan amanat ini kepada Adam, maka Adam menjawab, "Saya terima dengari penuh kesetiaan di atas kepala dan pundak saya, untuk memikulnya." Ibnu Zaid melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Allah Swt. berfirman kepada manusia, "Mengingat kamu mau memikul amanat ini, maka Aku akan menolongmu, Aku jadikan bagi matamu hijab. Apabila kamu merasa khawatir akan melihat sesuatu yang tidak halal bagimu, maka turunkanlah hijabmu. Dan aku jadikan bagi lisanmu pintu dan kunci, maka apabila kamu takut, kuncilah lisanmu. Dan Aku jadikan bagi kemaluanmu pakaian, maka janganlah kamu membukanya kecuali terhadap apa yang Kuhalalkan bagimu."
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Khalaf Al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Abdul Majid Al-Hanafi Abul Awwam Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Qatadah dan Aban ibnu Abu Ayyasy, dari Khulaid Al-Asri, dari Abu Darda r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ada lima perkara yang barang siapa datang dengan membawanya pada hari kiamat disertai dengan iman, niscaya masuk surga. Yaitu barang siapa yang memelihara salat lima waktu dengan wudunya, rukuknya, sujudnya, dan waktu-waktunya, lalu membayar zakat hartanya dengan hati yang senang —dan Abu Darda mengatakan— Demi Allah, tiada yang melakukan nya melainkan dia adalah seorang mukmin, berpuasa Ramadan mengerjakan haji di Baitullah apabila mampu mengadakan perjalanan kepadanya, dan menunaikan amanat. Orang-orang (para tabiin) bertanya, "Hai Abu Darda, apakah yang dimaksud dengan menunaikan amanat itu?" Abu Darda menjawab "Mandi jinabah, karena sesungguhnya Allah Swt. tidak menitipkan suatu amanat pun kepada anak Adam untuk menjaganya dalam agamanya selain hal itu (kemaluannya)."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud, dari Muhammad ibnu Abdur Rahman Al-Anbari, dari Abu Ali alias Ubaidillah ibnu Abdul Majid Al-Hanafi, dari Abul Awwam alias Imran ibnu Daud Al-Qattan dengan sanad yang sama.
Ibnu Jarir telah mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Tamim ibnul Muntasir, telah menceritakan kepada kami Ishaq, dari Syarik dan Al-A'masy, dari Abdullah ibnus Sa'ib, dari Zazan, dari Abdullah Ibnu Mas'ud r.a. dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Gugur di jalan Allah menghapuskan semua dosa —atau— menghapuskan segala sesuatu kecuali amanat. Kelak pemikul amanat didatangkan, lalu dikatakan kepadanya, "Tunaikanlah amanatmu!" Ia menjawab, "Ya Tuhanku, mana mungkin, karena dunia telah berlalu.” Dikatakan lagi kepadanya, "Tunaikanlah amanatmu!" Ia menjawab, "Ya Tuhanku, mana mungkin, sedang kehidupan dunia telah berlalu.” Dikatakan lagi kepadanya, "Tunaikanlah amanatmu !" Ia menjawab, "Ya Tuhanku, mana mungkin, sedangkan kehidupan dunia telah berlalu.” Maka Allah Swt. berfirman, "Bawalah dia oleh kalian (para malaikat) ke tempatnya, yaitu di dasar neraka.” Lalu ia dibawa ke neraka dan dilemparkan ke dalamnya hingga sampai ke dasarnya, maka ia menjumpai amanat itu di sana seperti apa adanya. Lalu ia memikulnya dan meletakkannya di atas pundaknya dan naik dengan memikulnya ke pinggiran neraka Jahanam. Manakala ia melihat bahwa dirinya akan keluar, maka kakinya tergelincir dan terjatuh lagi ke kedalamannya selama-lamanya. Abdullah ibnu Mas'ud mengatakan bahwa amanat itu ada pada salat, ada pada puasa, ada pada wudu, ada pada hadis, dan ada yang paling berat adalah amanat yang berupa titipan. Perawi melanjutkan bahwa lalu ia bersua dengan Al-Barra ibnu Azib r.a., lalu dikatakan kepadanya, "Tidakkah engkau mendengar apa yang telah dikatakan oleh saudaramu Abdullah?"Al-Barra menjawab, "Dia benar."
Syarik mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ayyasy Al-Amiri, dari Zazan, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. dari Nabi Saw. lalu disebutkan hal yang semisal. Akan tetapi, dalam riwayat ini tidak disebutkan amanat dalam salat. Masing-masing dari hadis di atas sanadnya Jayyid, tetapi para pemilik kitab sunan tidak ada yang mengetengahkan nya.
Hadis lainnya yang berkaitan dengan amanat diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Zaid ibnu Wahb, dari Huzaifah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah menceritakan dua buah hadis kepada kami. Saat beliau menceritakan salah satunya kepada kami, kami menunggu yang lainnya. Beliau Saw. pernah bersabda kepada kami: bahwa amanat itu diturunkan di dalam lubuk hati kaum laki-laki, kemudian diturunkanlah Al-Qur'an, maka mereka mengetahui Al-Qur'an dan mengetahui pula sunnah. Kemudian Nabi Saw. bersabda kepada kami tentang dilenyapkannya amanat. Beliau Saw. bersabda: bahwa seseorang tidur sekejap, lalu amanat dicabut dari kalbunya, dan yang tertinggal adalah bekasnya seperti bekas luka bakar. Perihalnya sama dengan bara yang kamu gelindingkan di atas kakimu, kamu lihat seakan-akan berisi, padahal di dalamnya keropos tidak ada isinya. Perawi mengatakan bahwa kemudian Nabi Saw. mengambil sebuah batu kerikil, lalu digelindingkan di atas kakinya. Huzaifah melanjutkan: bahwa selanjutnya orang-orang saling berbaiat, tetapi hampir tidak ada seorang pun yang menunaikan amanatnya. Sehingga dikatakan bahwa di kalangan Bani Fulan terdapat seseorang yang dipercaya. Kepada orang tersebut dikatakan bahwa alangkah sabarnya, alangkah bijaknya dan alangkah cerdiknya. Padahal di dalam hatinya tidak terdapat iman barang sebesar biji sawi pun. Dan sesungguhnya telah datang kepadaku suatu zaman yang aku tidak peduli siapa di antara kalian yang kubaiat. Jika dia seorang muslim, maka dikembalikan kepada agamanya. Dan jika dia seorang Nasrani atau seorang Yahudi, maka dikembalikan kepada para pendukungnya. Adapun hari ini aku tidak membaiat siapa pun di antara kalian selain si Fulan dan si Fulan.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Al-A'masy dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Al-Haris ibnu Yazid Al-Hadrami, dari Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ada empat perkara, jika keempat-empatnya ada pada diri kamu, maka tidak akan membahayakanmu apa yang terlewatkan olehmu dari duniamu. Yaitu memelihara amanat, berbicara yang benar, berakhlak baik, dan makanan yang halal.
Imam Tabrani telah mengatakan di dalam kitab musnadnya melalui Abdullah ibnu Umar ibnul Khattab r.a., telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ayyub Al-Allaf Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Al-Haris ibnu Yazid, dari Ibnu Hujairah, dari Abdullah ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ada empat perkara yang apabila keempat-empatnya ada pada dirimu, maka tidak membahayakan dirimu perkara duniawi yang terlewatkan darimu. Yaitu memelihara amanat, benar dalam berbicara, berakhlak baik, dan makanan yang bersih (halal).
Di dalam sanad riwayat ini ditambahkan Ibnu Hujairah dan dimasukkan ke dalam musnad Ibnu Umar.
Telah disebutkan di dalam asar adanya larangan bersumpah dengan amanat. Abdullah ibnul Mubarak mengatakan di dalam Kitabuz Zuhd-nya, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Ishaq Asy-Syaibani, dari Khannas ibnu Suhaim atau Jalabah ibnu Suhaim yang menceritakan bahwa ia datang bersama Ziad ibnu Hadir dari Al-Jabiyah, lalu ia menyebutkan dalam percakapannya kalimat, "Tidak, demi amanat." Maka mendadak Ziad menangis dan terus menangis, sehingga ia (perawi) menduga bahwa dirinya telah melakukan suatu dosa besar. Lalu ia bertanya kepada Ziad, "Apakah engkau tidak suka dengan ucapanku itu?" Ia menjawab, "Ya." Selanjutnya Ziad menceritakan bahwa dahulu Umar ibnul Khattab melarang bersumpah dengan mengatasnamakan amanat dengan larangan yang keras.
Sehubungan dengan hal ini telah disebutkan oleh sebuah hadis yang marfu' diriwayatkan oleh Imam Abu Daud.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdullah ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Sa'labah At-Ta'i, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang bersumpah dengan (menyebut) amanat, maka dia bukan termasuk golonganku.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud secara munfarid (tunggal).
4 Tafsir Al-Jalalain
(Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat) yaitu ibadah salat dan ibadah-ibadah lainnya, apabila dikerjakan, pelakunya akan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan, pelakunya akan disiksa (pada langit, bumi dan gunung-gunung) seumpamanya Allah menciptakan pada masing-masing pemahaman dan dapat berbicara (maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir) yakni merasa takut (akan mengkhianatinya lalu dipikullah amanat itu oleh manusia) oleh Nabi Adam, sesudah terlebih dahulu ditawarkan kepadanya. (Sesungguhnya manusia itu amat zalim) terhadap dirinya sendiri, disebabkan apa yang telah dipikulnya itu (lagi amat bodoh) tidak mengerti tentang apa yang dipikulnya itu.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Kami telah menawarkan kepada bumi, langit dan gunung untuk mengemban tugas-tugas keagamaan. Tapi mereka tidak bersedia melaksanakan misi itu karena takut. Tetapi manusia menyanggupinya. Sungguh manusia itu sangat zalim pada diri sendiri dan tidak mengetahui kemampuan dirinya.