Yasin Ayat 12
اِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاٰثَارَهُمْۗ وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ فِيْٓ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ ࣖ ( يس: ١٢ )
'Innā Naĥnu Nuĥyi Al-Mawtaá Wa Naktubu Mā Qaddamū Wa 'Āthārahum Wa Kulla Shay'in 'Ĥşaynāhu Fī 'Imāmin Mubīnin. (Yāʾ Sīn 36:12)
Artinya:
Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh). (QS. [36] Yasin : 12)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Sungguh, Kamilah yang menghidupkan kembali orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan selama hidup di dunia, baik atau buruk, kecil atau besar, untuk kami balas secara adil; dan dicatat pula bekas-bekas yang mereka tinggalkan, yakni perbuatan baik maupun buruk yang mereka kerjakan dan diikuti oleh orang lain atau generasi sesudah mereka. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab yang jelas, yakni Lauh Mahfùz.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Kemudian disebutkan pula bahwa orang harus merasa takut kepada Tuhannya, karena Allah akan menghidupkan kembali semua orang yang telah mati dan membangkitkan mereka dari kuburnya masing-masing pada hari Akhirat. Ketika itu manusia memperoleh catatan dari seluruh perbuatan, baik besar maupun kecil, yang pernah dikerjakan di dunia dahulu. Tiada satu pun perbuatan yang luput dari catatan. Semuanya tertulis dalam buku itu dengan teliti dan. Al-Qur'an menyatakan:
Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, "Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya," dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang jua pun. (al-Kahf/18: 49)
Tidak hanya perbuatan mereka yang tertulis dalam buku itu, tetapi juga segala amal yang mereka tinggalkan, yang diikuti dan masih dimanfaatkan orang banyak setelah ia meninggal dunia, seperti ilmu pengetahuan yang diajarkannya, harta benda yang diwakafkan, atau rumah sakit yang didirikannya untuk kesehatan masyarakat. Demikian pula perbuatan jahat yang ditinggalkan, seperti fitnah yang pernah ditebarkannya sehingga mengakibatkan orang saling berselisih atau berpecah-belah. Ringkasnya, setiap perbuatan yang menimbulkan pengaruh, baik yang bermanfaat atau menimbulkan mudarat, tertulis semua dalam buku itu. Ayat ini sejalan dengan hadis Rasulullah yang berbunyi:Barang siapa membuat tradisi (kebiasaan) yang baik ia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sesudah ia meninggal tanpa dikurangi sedikit pun pahala mereka. Dan barangsiapa membuat suatu tradisi (kebiasaan) yang buruk, ia akan memikul dosanya dan dosa orang yang mengerjakannya setelah (ia) meninggal dunia tanpa dikurangi sedikit pun dosa mereka. Kemudian Rasulullah membaca ayat "wanaktubu maqaddamu wa atsarahum" (dan Kami-lah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan)." (Riwayat al-Bukhari dari Abu Musa.. al-Asy'ari)
Sehubungan dengan makna firman Allah "Dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan", Imam at-Tirmidzi meriwayatkan sebuah kisah, seperti yang dimuat oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, di mana diceritakan ada orang-orang dari Bani Salamah tinggal di pinggiran kota Medinah. Mereka merasa betapa jauhnya tempat kediaman mereka dari masjid Nabi. Agar mereka dapat datang berjamaah lebih awal untuk memperoleh keutamaan salat berjamaah, mereka berniat untuk memindahkan rumah mereka ke daerah sekitar masjid, maka turunlah ayat ini. Setelah Rasulullah memanggil mereka, beliau pun bersabda, "Niatmu yang baik itu akan ditulis." Akhirnya mereka tidak jadi pindah.
Ibnu Jarir ath-thabari meriwayatkan pula bahwa rumah sebagian orang Anshar jauh dari masjid Rasulullah. Mereka ingin memindahkannya, maka turunlah ayat ini. Mereka akhirnya membatalkan maksud tersebut. Barangkali yang mendorong orang-orang Bani Salamah atau segolongan sahabat Anshar hendak memindahkan rumah mereka adalah hadis Nabi saw yang menyatakan bahwa salat berjamaah itu 27 kali lipat pahalanya dibanding dengan salat yang dikerjakan sendirian.
Rasulullah bersabda:
Manusia yang paling banyak pahalanya dalam salat ialah orang yang paling jauh berjalan dengan kaki, kemudian yang paling jauh, dan orang yang menunggu salat sehingga ia mengerjakannya bersama imam lebih besar pahalanya daripada orang yang mengerjakan salat (sendiri) kemudian ia tidur." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Musa)
Kemudian lebih ditegaskan lagi bahwa tidak hanya perbuatan Bani Adam yang tertulis dalam buku itu dengan teliti, tetapi juga apa yang terjadi di bumi ini. Menurut penjelasan ahli tafsir yang dimaksud dengan imamum mubin (kitab induk yang nyata) ialah Lauh Mahfudh. Ayat ini diperkuat lagi dengan keterangan ayat-ayat lain yang berbunyi:
Dia (Musa) menjawab, "Pengetahuan tentang itu ada pada Tuhanku, di dalam sebuah Kitab (Lauh Mahfudh), Tuhanku tidak akan salah ataupun lupa." (thaha/20: 52)
Dan ayat:
Dan segala (sesuatu) yang kecil maupun yang besar (semuanya) tertulis. (al-Qamar/54: 53)
Demikian penjelasan ayat-ayat di atas yang memastikan datangnya hari Kiamat, di mana manusia akan menerima balasan dari semua usahanya, baik jahat maupun baik. Dari ayat ini dapat dipahami bahwa kabar gembira berupa ampunan dan surga bagi orang yang takwa kepada Tuhan dan mengikuti petunjuk Al-Qur'an ditetapkan Allah nanti setelah hari Kebangkitan.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Adapun firman Allah Swt.:
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati. (Yaa Siin:12)
Yakni kelak di hari kiamat.
Di dalam makna ayat terkandung isyarat yang menunjukkan bahwa Allah Swt. dapat menghidupkan hati orang yang dikehendaki-Nya dari kalangan orang-orang kafir yang hatinya telah mati karena kesesatan, maka Allah memberinya petunjuk kepada jalan yang benar sesudah itu. Sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya sesudah menerangkan tentang orang-orang yang hatinya keras:
Ketahuilah olehmu bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkannya (Al Hadiid:17)
firman Allah Swt.:
dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan. (Yaa Siin:12)
Yaitu semua amal perbuatan yang telah mereka kerjakan.
Dan sehubungan dengan makna firman-Nya:
dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. (Ya sin: 12)
Ada dua pendapat yang mengenainya.
Pendapat pertama, mengatakan bahwa Kami mencatat semua amal perbuatan yang telah mereka kerjakan, juga jejak-jejak mereka yang dijadikan suri teladan sesudah mereka tiada, maka Kami membalas amal perbuatan itu. Jika amal perbuatannya baik, maka balasannya baik, dan jika amal perbuatnnya buruk, maka balasannya buruk pula. Seperti yang disebutkan di dalam hadis Nabi Saw. yang mengatakan:
Barang siapa yang mengerjakan suatu sunnah (perbuatan) baik, maka ia memperoleh pahalanya dan juga pahala dari orang-orang yang mengikuti jejaknya sesudah ia tiada, tanpa mengurangi pahala mereka barang sedikit pun. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu perbuatan buruk, maka ia akan mendapatkan dosanya dan juga dosa orang-orang yang mengikuti jejaknya sesudah ia tiada tanpa mengurangi dosa-dosa mereka barang sedikit pun.
Imam Muslim meriwayatkannya melalui Syu'bah, dari Aun ibnu Abu Juhaifah, dari Al-Munzir ibnu Jarir, dari ayahnya, dari Jarir ibnu Abdullah Al-Bajali r.a. Di dalamnya terdapat kisah orang-orang Mudar yang memetik buah-buahan.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari ayahnya, dari Yahya ibnu Sulaiman Al-Ju'fi, dari Abul Muhayya alias Yahya ibnu Ya'la, dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Jarir ibnu Abdullah r.a., lalu disebutkan hal yang semisal dengan panjang lebar, kemudian ia membaca firman-Nya: dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. (Yaa Siin:12)
Imam Muslim meriwayatkannya melalui Abu Uwwanah, dari Abdul malik ibnu Umair ibnul Munzir ibnu Jarir, dari ayahnya, lalu disebutkan hadis yang semisal.
Hal yang sama dinyatakan di dalam hadis lain yang berada di dalam kitab Sahih Muslim melalui Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Apabila anak Adam mati, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya, atau sedekah jariyah (yang terus mengalir pahalanya) sesudah ia tiada.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Sa'id r.a. yang telah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. (Yaa Siin:12) bahwa makna yang dimaksud ialah kesesatan yang mereka tinggalkan.
Ibnu Lahi'ah telah meriwayatkan dari Ata ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. (Yaa Siin:12) Yakni bekas-bekas yang mereka tinggalkan, dengan kata lain suatu amal perbuatan yang jejaknya diikuti oleh orang lain sesudah ia tiada. Maka jika bekas-bekas itu baik, maka pelaku pertamanya mendapat pahala yang semisal dengan orang-orang yang mengikuti jejaknya tanpa mengurangi pahala mereka barang sedikit pun. Dan jika hal itu berupa perbuatan buruk, maka pelaku pertamanya mendapatkan dosa yang sama dengan orang-orang yang mengiktui jejaknya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka barang sedikit pun. Kedua riwayat ini diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim dan dipilih oleh Al-Bagawi.
Pendapat yang kedua, mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah langkah-langkah mereka menuju kepada amal ketaatan atau kemaksiatan.
Ibnu Abu Najih dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. (Yaa Siin:12) Yaitu langkah-langkah mereka.
Hal yang sama dikatakan oleh Al-Hasan dan Qatadah, bahwa yang dimaksud dengan atsarahum (bekas-bekas mereka) adalah langkah-langkah mereka. Qatadah mengatakan bahwa seandainya Allah melupakan sesuatu dari keadaanmu, hai anak Adam, tentulah Dia melupakan sebagian dari jejak-jejak ini yang telah terhapus oleh angin. Akan tetapi, Dia mencatat terhadap anak Adam semua jejak dan amal perbuatannya, sehingga Dia pun mencatat langkah-langkahnya yang dipakainya untuk ketaatan kepada Allah atau kedurhakaan terhadapNya. Maka barang siapa di antara kalian yang mampu mencatat jejaknya dalam ketaatan kepada Allah, hendaklah ia melakukannya. Sehubungan dengan pengertian ini ada banyak hadis yang mengutarakan hal yang semakna, seperti yang diterangkan berikut:
Hadis pertama,
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Jariri, dari Abu Nadrah, dari Jabir ibnu Abdullah r.a. yang menceritakan bahwa tanah di sekitar Masjid Nabawi kosong, maka Bani Salamah bermaksud akan pindah tempat ke dekat Masjid Nabawi. Ketika berita itu terdengar oleh Rasulullah Saw., maka beliau bersabda kepada mereka: 'Sesungguhnya telah sampai berita kepadaku bahwa kalian bermaksud akan pindah tempat ke dekat masjid?” Mereka menjawab, "Benar, wahai Rasulullah, kami bermaksud akan pindah" Maka beliau Saw. bersabda, "Hai Bani Salamah, tetaplah di tempat kalian, niscaya langkah-langkah kalian akan dituliskan, tetaplah di tempat kalian, niscaya langkah-langkah kalian akan dituliskan (oleh Allah)."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui hadis Sa'id Al-Jariri dan Kahmas ibnul Hasan, yang keduanya dari Abu Nadrah yang nama aslinya adalah Al-Munzir ibnu Malik ibnu Qit'ah Al-Abdi, dari Jabir r.a. dengan sanad yang sama.
Hadis kedua,
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Wazir Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnul Azraq, dari Sufyan, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang mengatakan, bahwa dahulu Bani Salamah bermaksud akan pindah ke tempat yang berdekatan dengan masjid, karena mereka tinggal di pinggiran kota Madinah. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman Allah Swt.: Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. (Yaa Siin:12) Maka Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka: Sesungguhnya jejak langkah-langkah kalian dituliskan (oleh Allah pahalanya). Akhirnya mereka tidak jadi pindah,
Imam Turmuzi di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan hadis ini secara tunggal melalui Muhammad ibnul Wazir dengan sanad yang sama. Kemudian ia mengatakan bahwa predikat hadis garib hasan bila melalui hadis Sufyan As-Sauri. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Sulaiman ibnu Umar ibnu Khalid Ar-Ruqi, dari Ibnul Mubarrak, dari Sufyan As-Sauri, dari Tarif alias Ibnu Syihab Abu Sufyan As-Sa'di, dari Abu Nadrah dengan sanad yang sama.
Telah diriwayatkan pula bukan melalui Sufyan As-Sauri. Untuk itu Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Ziad As-Saji, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sa'id Al-Jariri, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa'id r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Bani Salamah mengadu kepada Rasulullah Saw. tentang tempat tinggal mereka yang jauh dari masjid. Maka turunlah ayat berikut, yaitu firman Allah Swt.: dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. (Yaa Siin:12). Akhirnya mereka tetap berada di tempat tinggalnya, tidak jadi pindah.
Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Al-Jariri, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa'id r.a., dari Nabi Saw., lalu disebutkan hal yang semisal, tetapi di dalamnya terkandung hal yang aneh, karena dipandang dari segi penuturan latar belakang turunnya ayat ini, padahal semua ayat yang ada di dalam surat ini Makkiyyah. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Hadis ketiga,
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Al-Jahdami, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa dahulu tempat-tempat tinggal kaum Ansar berjauhan dengan masjid, lalu mereka beimaksud pindah ke dekat Masjid Nabawi. Maka turunlah ayat berikut, yaitu firman Allah Swt.: dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. (Yaa Siin:12), Akhirnya mereka berkata, "Kami akan tetap tinggal di tempat kami semula."
Imam Tabrani meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Sa'id ibnu Abu Maryam, dari Muhammad ibnu Yusuf Al-Faryabi, dari Israil, dari Sammak, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa rumah orang-orang Ansar jauh dari masj id. Maka mereka berniat akan pindah ke dekat masjid, lalu turunlah firman Allah Swt.: dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. (Yaa Siin:12), Akhirnya mereka tetap di tempat tinggal semula.
Hadis keempat,
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah telah menceritakan kepadaku Huyay ibnu Abdullah, dari Abu Abdur Rahman Al-Habli, dari Abdullah ibnu Amr r.a. yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki meninggal dunia di Madinah. Maka Nabi Saw. menyalatkan jenazahnya, lalu beliau bersabda: Seandainya saja dia meninggal dunia bukan di tempat kelahirannya. Maka ada seseorang yang bertanya, "Mengapa begitu, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya seseorang itu apabila meninggal dunia bukan di tempat kelahirannya, maka akan dilakukan pengukuran baginya dari tempat kelahirannya hingga batas akhir dari jejaknya (sebagai tempat tinggalnya nanti) di dalam surga.
Imam Nasai meriwayatkannya dari Yunus ibnu Abdul A'la, sedangkan Ibnu Majah meriwayatkannya dari Harmalah. Keduanya meriwayatkannya dari Ibnu Wahb, dari Huyay ibnu Abdullah dengan sanad yang sama.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Abu Namilah, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, dari Sabit yang mengatakan bahwa ia berjalan bersama Anas r.a., lalu ia melangkahkan kakinya dengan cepat, maka Anas memegang tangannya dan akhirnya kami berdua berjalan dengan langkah-langkah biasa. Setelah kami menyelesaikan salat kami, maka Anas berkata, "Saya pernah berjalan bersama Zaid ibnu Sabit r.a., lalu saya berjalan dengan langkah yang cepat. Maka Zaid ibnu Sabit berkata kepadaku, Hai Anas, tidakkah kamu merasakan bahwa langkah-langkah itu dicatat (pahalanya oleh Allah)?"
Pendapat ini pada garis besarnya tidak bertentangan dengan pendapat yang pertama, balikan dalam pendapat yang kedua ini terkandung peringatan dan dalil yang menunjukkan kepada pendapat yang pertama dengan skala prioritas. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa apabila langkah-langkah saja ditulis pahalanya, maka terlebih lagi jejak-jejak kebaikan yang di kemudian hari dijadikan suri teladan oleh orang lain. Begitu pula sebaliknya, jika jejak-jejak atau langkah-langkah itu untuk tujuan keburukan, maka balasannya akan buruk pula. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Firman Allah Swt.:
Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata. (Yaa Siin:12)
Yakni semua yang ada dicatat di dalam kitab secara rinci lagi tepat, yaitu di Lauh Mahfuz. Yang dimaksud dengan Imamul Mubin dalam ayat ini ialah induk dari kitab (Ummul Kitab), demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Hal yang semakna disebutkan di dalam firman-Nya:
(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap-tiap umat dengan pemimpinnya. (Al Israa':71)
Yang dimaksud dengan imam dalam ayat ini adalah kitab-kitab amal perbuatan mereka yang menjadi saksi atas mereka terhadap semua amal perbuatan yang telah mereka kerjakan selama di dunia, yaitu amal baik dan amal buruknya. Seperti juga yang disebutkan di dalam firman-Nya:
dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi. (Az Zumar:69)
Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang berdosa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, "Aduhai, celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya, " dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun.” (Al Kahfi:49)
4 Tafsir Al-Jalalain
(Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati) yakni menghidupkannya kembali (dan Kami menuliskan) di Lohmahfuz (apa yang telah mereka kerjakan) selama hidup di dunia berupa kebaikan dan keburukan, lalu Kami membalasnya kepada mereka (dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan) hal-hal yang dijadikan panutan dari perbuatan mereka sesudah mereka tiada (serta segala sesuatu) dinashabkannya lafal Kulla oleh pengaruh Fiil atau kata kerja yang menjelaskannya, yaitu kalimat berikutnya (Kami catat) Kami kumpulkan satu persatu secara mendetail (di dalam kitab induk yang nyata) yaitu di Lohmahfuz.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Sesungguhnya Kamilah yang menghidupkan kembali sesuatu yang telah mati dan mencatat segala amal perbuatan mereka di dunia, lengkap dengan peninggalan-peninggalan mereka setelah kematian. Semua itu telah Kami tetapkan dalam sebuah kitab yang jelas.
6 Tafsir as-Saadi
"Ya, sin. Demi al-Qur`an yang penuh hikmah, sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang dari rasul-rasul, (yang berada) di atas jalan yang lurus, (sebagai wahyu) yang diturunkan oleh Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. Agar kamu memberi peringat-an kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena mereka lalai. Sungguh telah pasti berlaku per-kataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman. Sesungguhnya Kami telah memasang be-lenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah. Dan Kami adakan di ha-dapan mereka dinding dan di belakang mereka juga dinding, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman. Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan takut kepada Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak me-lihatNya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia. Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauhil Mahfuzh)." (Yasin: 1-12).
Makkiyah
"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."
(2) Ini adalah sumpah dari Allah سبحانه وتعالى dengan al-Qur`an yang penuh hikmah, yang sifatnya adalah berisi hikmah (kebijaksanaan) yang artinya adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya; menempatkan perintah dan larangan pada tempat masing-masing dan meletakkan balasan dengan kebaikan dan keburukan pada tempat masing-masing yang laik bagi keduanya. Maka hukum-hukum syariat dan perdatanya, semuanya mencakup puncak ke-bijaksanaan. Dan di antara hikmah al-Qur`an ini adalah, ia mema-dukan antara penjelas hukum dan hikmahnya. Dengan demikian ia menyadarkan akal pikiran pada korelasi-korelasi dan ciri-ciri yang memastikan lahirnya hukum (keputusan) atasnya.
(3) ﴾ إِنَّكَ لَمِنَ ٱلۡمُرۡسَلِينَ ﴿ "Sesungguhnya kamu benar-benar salah se-orang dari rasul-rasul." Inilah yang disumpahkan, yaitu kerasulan Muhammad a. Dan sesungguhnya engkau wahai Muhammad adalah termasuk golongan para rasul. Jadi, kamu bukan yang per-tama dari para rasul. Dan juga, kamu datang dengan membawa apa yang telah dibawa oleh para rasul, yaitu prinsip-prinsip agama. Dan juga, siapa saja yang mencermati hal-ihwal para rasul dan ciri-ciri mereka dan mengetahui perbedaan antara mereka dengan orang-orang selain mereka, niscaya ia mengetahui bahwa engkau termasuk para rasul yang terbaik, karena sifat-sifat yang sempurna dan akhlak yang mulia yang ada padamu. Sudah tidak diragukan lagi adanya hubungan antara yang disumpahkan, yaitu al-Qur`an yang penuh hikmah dengan yang disumpahkan atasnya, yaitu ke-rasulan Muhammad a. Dan bahwa sesungguhnya, kalau saja tidak ada bukti (dalil) bagi kerasulannya dan tidak ada pula saksi selain al-Qur`an yang penuh hikmah ini, niscaya al-Qur`an itu sudah cukup sebagai dalil dan saksi atas kerasulan Muhammad a, bah-kan, al-Qur`an yang mulia ini sendiri adalah merupakan dalil yang terkuat dan terus menerus yang menunjukkan kerasulan Rasulullah a. Jadi, dalil-dalil al-Qur`an itu semuanya adalah merupakan dalil-dalil (bukti-bukti) bagi kerasulan Muhammad a.
(4) Kemudian Allah memberitakan tentang sifat Rasulullah a paling menonjol yang membuktikan kerasulannya, yaitu bah-wasanya dia ﴾ عَلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ ﴿ "di atas jalan yang lurus," yakni, jalan lempeng yang dapat mengantarkan kepada Allah dan kepada ne-geri kemuliaanNya. Jalan yang lurus itu meliputi amal-amal, yaitu amal-amal shalih yang dapat memperbaiki hati, badan, dunia dan akhirat, serta akhlak yang utama yang dapat menyucikan jiwa, membersihkan kalbu, dan melipatgandakan pahala. Inilah jalan yang lurus yang merupakan ciri (sifat) Rasulullah a dan ciri agama yang dibawanya.
Perhatikanlah keagungan al-Qur`an Suci ini, bagaimana ia memadukan antara sumpah dengan jenis sumpah yang paling mulia dan dengan yang disumpahkan yang juga termulia. Berita dari Allah itu sendiri sudah cukup, akan tetapi Allah سبحانه وتعالى menegak-kan dalil-dalil yang sangat jelas dan argumen-argumen yang kon-kret pada bahasan ini yang menunjukkan kebenaran (kelegalan) apa yang Dia sumpahkan atasnya, yaitu kerasulan RasulNya, se-bagaimana telah kita uraikan dan kita singgung secara sederhana agar dijadikan pegangan.
(5) Jalan yang lurus ini ﴾ تَنزِيلَ ٱلۡعَزِيزِ ٱلرَّحِيمِ ﴿ "diturunkan oleh Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang." Dia-lah yang menurunkan kitab-Nya dan Dia menurunkannya sebagai jalan bagi hamba-hamba-Nya, yang dapat mengantarkan mereka kepadaNya. Oleh karena itu, Dia melindunginya dengan keperkasaanNya dari perubahan dan pergantian; dan dengannya Dia mengasihi hamba-hambaNya dengan belas kasih yang sampai kepada mereka hingga mengan-tarkan mereka kepada negeri rahmat (kasih-sayang)Nya. Maka dari itu Dia menutup ayat ini dengan dua nama yang sangat mulia, yaitu Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang.
(6) Setelah Allah سبحانه وتعالى bersumpah atas kerasulan Nabi a dan menegakkan dalil-dalil atasnya, Dia menjelaskan betapa sangat mendesaknya kebutuhan kepada kerasulan itu dan betapa sangat diperlukan, seraya berfirman, ﴾ لِتُنذِرَ قَوۡمٗا مَّآ أُنذِرَ ءَابَآؤُهُمۡ فَهُمۡ غَٰفِلُونَ ﴿ "Agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena mereka lalai." Mereka adalah bangsa Arab yang buta huruf, yaitu mereka yang masih kosong dari kitab-kitab, kehilangan para rasul. Mereka telah dilanda oleh kebodohan dan diliputi kesesatan, serta mereka telah membuat akal manusia di jagat raya ini menertawakan mereka karena kedunguan mereka. Maka Allah سبحانه وتعالى mengutus kepada mereka seorang rasul dari kala-ngan mereka sendiri yang menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan hikmah, dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata. Maka dia pun memberikan peringatan kepada bangsa Arab yang ummi (buta huruf) dan kepada siapa saja yang dia jumpai dari setiap yang ummi. Dan dia juga mengingatkan para ahli kitab akan kitab-kitab yang ada pada mereka. Maka Nabi a menjadi nikmat bagi orang-orang Arab khususnya dan bagi bangsa-bangsa yang lain pada umumnya.
(7) Akan tetapi mereka, yakni orang-orang yang mana kamu (Nabi Muhammad a) diutus untuk memberikan peringatan di tengah mereka, setelah engkau berikan peringatan, mereka terbagi menjadi dua golongan: Satu golongan menolak apa yang engkau bawa dan tidak menerima peringatan. Mereka adalah orang-orang yang dikatakan tentang mereka, ﴾ لَقَدۡ حَقَّ ٱلۡقَوۡلُ عَلَىٰٓ أَكۡثَرِهِمۡ فَهُمۡ لَا يُؤۡمِنُونَ ﴿ "Sungguh telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) ter-hadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman." Maksudnya, takdir dan kehendak Allah berlaku kepada mereka, yaitu mereka terus pada kekafiran dan kesyirikannya. Sesungguhnya ketetapan Allah berlaku terhadap mereka setelah kebenaran ditawarkan kepada mereka lalu mereka menolaknya. Maka saat itulah mereka dihukum dengan dikunci mati hati mereka.
(8) Dan Allah menjelaskan penghalang-penghalang yang telah menghalangi iman untuk bisa sampai ke dalam hati mereka, seraya berfirman, ﴾ إِنَّا جَعَلۡنَا فِيٓ أَعۡنَٰقِهِمۡ أَغۡلَٰلٗا ﴿ "Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka." أَغْلَالٌ adalah kata jamak dari غِلٌّ, yang artinya belenggu yang digunakan untuk membelenggu leher, ia serupa dengan borgol pengikat kaki. Belenggu-belenggu yang ada di leher ini sangat besar hingga sampai ﴾ إِلَى ﴿ "ke" dagu, se-dangkan kepala mereka diangkat ke atas, ﴾ فَهُم مُّقۡمَحُونَ ﴿ "maka karena itu mereka tertengadah," maksudnya, mereka mengangkat kepala karena kuat dan besarnya belenggu yang ada pada leher mereka, sehingga mereka tidak bisa menunduk.
(9) ﴾ وَجَعَلۡنَا مِنۢ بَيۡنِ أَيۡدِيهِمۡ سَدّٗا وَمِنۡ خَلۡفِهِمۡ سَدّٗا ﴿ "Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka juga dinding." Maksud-nya, penghalang yang menghalangi mereka untuk beriman, ﴾ فَهُمۡ لَا يُبۡصِرُونَ ﴿ "sehingga mereka tidak dapat melihat," karena telah diliputi oleh kebodohan dan kesengsaraan dari segala arah mereka, maka peringatan sama sekali tidak berguna bagi mereka.
(10) ﴾ وَسَوَآءٌ عَلَيۡهِمۡ ءَأَنذَرۡتَهُمۡ أَمۡ لَمۡ تُنذِرۡهُمۡ لَا يُؤۡمِنُونَ ﴿ "Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman." Sebab, bagaimana akan bisa beriman orang yang hatinya telah dikunci rapat, yang melihat yang haq sebagai kebatilan dan yang batil se-bagai yang haq?
(11) Sedangkan golongan yang kedua adalah orang-orang yang menerima peringatan. Allah telah menyebutkan mereka dengan FirmanNya, ﴾ إِنَّمَا تُنذِرُ ﴿ "Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan," maksudnya, sesungguhnya peringatanmu hanya akan berguna dan nasihatmu akan diterima oleh ﴾ مَنِ ٱتَّبَعَ ٱلذِّكۡرَ ﴿ "orang-orang yang mau mengikuti peringatan." Artinya, orang-orang yang niatnya adalah mengikuti yang haq dan apa yang diingatkan kepadanya, ﴾ وَخَشِيَ ٱلرَّحۡمَٰنَ بِٱلۡغَيۡبِۖ ﴿ "dan takut kepada Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihatNya," artinya, yaitu orang mempunyai dua karakter ini, yaitu niat yang baik dalam mencari kebenaran dan takut kepada Allah سبحانه وتعالى. Merekalah orang-orang yang bisa mengambil manfaat dari kerasulanmu dan menjadi suci dengan pengajaranmu. Dan orang yang dikaruniai dua perkara (karakter) ini adalah orang yang telah diberi kabar gembira ﴾ بِمَغۡفِرَةٖ ﴿ "dengan ampunan" bagi dosa-dosanya ﴾ وَأَجۡرٖ كَرِيمٍ ﴿ "dan pahala yang mulia" bagi amal-amal shalih dan niat baiknya.
(12) ﴾ إِنَّا نَحۡنُ نُحۡيِ ٱلۡمَوۡتَىٰ ﴿ "Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati," yakni, Kami membangkitkan mereka setelah mereka mati untuk memberikan balasan kepada mereka atas per-buatan-perbuatannya, ﴾ وَنَكۡتُبُ مَا قَدَّمُواْ ﴿ "dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan" yang baik dan yang buruk, yaitu amal-amal perbuatan yang telah mereka kerjakan dan mereka laksana-kan pada saat mereka masih hidup, ﴾ وَءَاثَٰرَهُمۡۚ ﴿ "dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan," yaitu, bekas-bekas kebaikan dan bekas-bekas keburukan yang mana mereka menjadi sebab diadakannya saat mereka masih hidup dan sesudah mereka mati. Amal perbuatan tersebut timbul dari perkataan, perbuatan, dan perihal keadaan mereka. Maka setiap kebaikan yang dilakukan oleh salah seorang manusia disebabkan oleh ilmu seorang hamba dan pengajarannya, atau nasihatnya, atau amar ma'rufnya, atau nahi mungkarnya, atau ilmu yang ia simpan pada para pelajar atau pada kitab-kitab yang digunakan pada saat masih hidup dan sesudah mati, atau melakukan kebaikan seperti shalat, zakat, sedekah atau suatu kebaikan yang diikuti oleh orang lain, atau membangun sebuah masjid atau salah satu tempat yang dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan yang serupa dengannya, maka sesungguhnya semua itu termasuk bekas-bekas peninggalannya yang akan dicatat untuk-nya. Dan demikian pula perbuatan buruk. Maka dari itu,
مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً، فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
"Barangsiapa yang mensunnahkan (mempelopori) satu sunnah yang baik, maka ia akan mendapat pahalanya dan pahala orang yang menger-jakannya hingga Hari Kiamat; dan barangsiapa yang mensunnahkan (mempelopori) satu sunnah yang buruk, maka ia menanggung dosanya dan dosa orang yang mengerjakannya hingga Hari Kiamat."[69]
Bagian ini menjelaskan kepada Anda betapa tingginya kedu-dukan berdakwah kepada Allah سبحانه وتعالى dan menunjukkan manusia ke-pada jalan Allah dengan segala sarana dan cara yang dapat meng-antarkan ke sana, dan (sebaliknya) betapa rendahnya derajat orang yang menyeru kepada keburukan dan menjadi pelopor dalam ke-burukan; dan sesungguhnya dia merupakan manusia yang paling hina, paling durjana, dan paling besar dosanya.
﴾ وَكُلَّ شَيۡءٍ ﴿ "Dan segala sesuatu," dari amal-amal perbuatan, niat, dan lain-lainnya ﴾ أَحۡصَيۡنَٰهُ فِيٓ إِمَامٖ مُّبِينٖ ﴿ "Kami kumpulkan dalam Kitab yang nyata," maksudnya, kitab yang merupakan kitab induk, dan ia merupakan rujukan semua kitab-kitab yang ada di tangan para malaikat. Ia adalah al-Lauhil Mahfuzh.