Al-Ma'idah Ayat 50
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ ( المائدة: ٥٠ )
'Afaĥukma Al-Jāhilīyati Yabghūna Wa Man 'Aĥsanu Mina Allāhi Ĥukmāan Liqawmin Yūqinūna. (al-Māʾidah 5:50)
Artinya:
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)? (QS. [5] Al-Ma'idah : 50)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Apakah keinginan yang tidak sesuai dengan ajaran Allah itu karena mereka ingin kembali pada hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? Sesungguhnya hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum yang telah ditetapkan Allah, yaitu yang telah disyariatkan bagi orang-orang yang benar-benar beriman dan yang meyakini agama-nya?
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Diriwayatkan, bahwa Bani Nadhir mengajukan perkara yang terjadi dengan Bani Quraizah kepada Nabi saw untuk diberi keputusan. Di antara Bani Nadhir ada yang minta kepada Nabi saw supaya perkaranya diputuskan sesuai dengan keputusan yang berlaku di zaman jahiliah, yaitu adanya perbedaan derajat antara dua golongan tersebut, sehingga diat yang dikenakan kepada Bani Quraizah menjadi dua kali lipat diat yang dikenakan kepada Bani Nadir, karena menurut mereka, Bani Nadir itu lebih kuat, lebih mulia dan lebih tinggi derajatnya. Nabi saw. tidak menerima permintaan mereka dan beliau bersabda, "Orang-orang yang dibunuh itu sama derajatnya, tidak ada perbedaannya." Orang Bani Nadir berkata, "Kalau begitu kami juga menolak dan tidak menerima yang demikian itu." Maka turunlah ayat ini.
Dalam ayat ini Allah mencemooh dan menganggap perbuatan mereka sebagai sesuatu yang aneh, mereka mempunyai kitab samawi dan ilmu yang luas, tetapi mereka masih mengutamakan hukum-hukum jahiliah yang jelas bertentangan dengan hukum yang ada di dalam kitab Taurat, padahal hukum-hukum Allah adalah hukum yang terbaik, karena sifatnya menyeluruh, adil dan benar, tidak memandang derajat dan lain sebagainya.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki.
Yakni yang mereka inginkan dan mereka kehendaki, lalu mereka berpaling dari hukum Allah.
...dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?
Yaitu siapakah yang lebih adil daripada Allah dalam hukumnya bagi orang yang mengerti akan syariat Allah, beriman kepada-Nya, dan yakin serta mengetahui bahwa Allah adalah Hakim di atas semua hakim serta Dia lebih belas kasihan kepada makhluk-Nya ketimbang seorang ibu kepada anaknya? Dan sesungguhnya Dia adalah Maha Mengetahui lagi Mahakuasa atas segala sesuatu, lagi Mahaadil dalam segala sesuatu.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hilal ibnu Fayyad, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah An-Naji yang telah menceritakan bahwa ia pernah mendengar Al-Hasan berkata, "Barang siapa yang memutuskan perkara bukan dengan hukum Allah, maka hukum Jahiliah yang dipakainya."
Dan telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la secara qiraah, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Ibnu Abu Nujaih yang telah menceritakan bahwa Tawus apabila ada seseorang bertanya kepadanya, "Bolehkah aku membeda-bedakan pemberian di antara anak-anakku?" Maka Tawus membacakan firman-Nya: Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. (Al Maidah:50), hingga akhir ayat.
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdul Wahhab ibnu Najdah Al-Huti, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Syu'aib ibnu Abu Hamzah, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Husain, dari Nafi' ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Orang yang pating dimurkai oleh Allah Swt. ialah orang yang menginginkan tuntunan Jahiliah dalam Islam, dan orang yang menuntut darah seseorang tanpa alasan yang dibenarkan hanya semata-mata ingin mengalirkan darahnya.
Imam Bukhari telah meriwayatkan hal yang semisal, dari Abul Yaman, lengkap dengan sanad berikut tambahannya.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki) dengan memakai ya dan ta; artinya dengan berpaling itu mereka hanyalah hendak bermanis mulut dan mengambil muka sedangkan pertanyaan di sini berarti sanggahan (dan siapakah) artinya tak seorang pun (yang lebih baik hukumannya daripada Allah bagi kaum) artinya di sisi orang-orang (yang yakin) kepada-Nya. Diistimewakan menyebutkan mereka karena hanya merekalah yang bersedia merenungkan hal ini.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Apakah mereka, orang-orang yang melanggar perintah dan larangan Allah, hendak berhukum dengan hukum jahiliah yang tidak mengandung keadilan, bahkan hawa nafsulah yang berkuasa dengan menjadikan kecenderungan dan kepura-puraan sebagai asas hukum? Ini adalah cara orang-orang jahiliah. Adakah hukum yang lebih baik dari hukum Allah bagi kaum yang yakin akan syariat dan tunduk kepada kebenaran? Sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang tahu akan kebaikan hukum-hukum Allah.
6 Tafsir as-Saadi
"Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur`an) dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelum-nya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu, maka putuskanlah per-kara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikanNya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kamu semuanya kembali, lalu diberitahukanNya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu? Dan hendaklah kamu me-mutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak me-malingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturun-kan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghen-daki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan seba-gian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari-pada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (Al-Ma`idah: 48-50).
(48) Firman Allah, ﴾ وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ ﴿ "Dan Kami telah menu-runkan kepadamu al-Kitab," yakni, al-Qur`an yang agung, kitab termulia dan terbaik, ﴾ بِٱلۡحَقِّ ﴿ "dengan membawa kebenaran," yakni diturunkan dengan benar, berisi kebenaran pada berita-berita, perintah-perintah, dan larangan-larangannya.
﴾ مُصَدِّقٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ ﴿ "Membenarkan apa yang sebelumnya yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya)," karena ia menjadi saksi baginya, setuju dengannya, berita-beritanya sesuai dengan berita-beritanya, syariat-syariatnya yang pokok sama dengan syariat-syariat-nya, ia memberitakan tentangnya, maka keberadaannya menjadi bukti kebenarannya.
﴾ وَمُهَيۡمِنًا عَلَيۡهِۖ ﴿ "Dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu," maksudnya, ia mengandung apa yang dikandung oleh kitab-kitab terdahulu, tetapi ia unggul dalam tuntutan-tuntutan Ilahiyah dan akhlak-akhlak kejiwaan. Ia adalah kitab yang menghimpun semua kebenaran yang dibawa oleh kitab-kitab, lalu memerintahkan ke-adanya, mendorong kepadanya, dan memperbanyak jalan yang mengantarkan kepadanya. Ia adalah kitab yang berisi berita orang-orang terdahulu dan orang-orang yang akan datang. Ia adalah kitab yang mengandung keadilan, hikmah, dan hukum-hukum, di mana kitab-kitab terdahulu dicocokkan kepadanya, apa yang dinyatakan benar, maka ia diterima, dan apa yang ditolaknya maka ia ditolak, dan itu berarti ia telah tercampuri oleh pergantian dan penyeleweng-an, jika tidak maka seandainya ia benar dari Allah, niscaya Allah tidak menyelisihinya.
﴾ فَٱحۡكُم بَيۡنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُۖ ﴿ "Maka putuskanlah perkara mereka menu-rut apa yang Allah turunkan," yaitu hukum syar'i yang diturunkan oleh Allah kepadamu, ﴾ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡ عَمَّا جَآءَكَ مِنَ ٱلۡحَقِّۚ ﴿ "dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu." Maksudnya, jangan menjadikan sikap mengikuti hawa nafsu mereka yang rusak yang menentang kebe-naran sebagai ganti bagi kebenaran yang telah datang kepadamu, maka kamu pun menukar yang lebih baik dengan yang lebih rendah.
Masing-masing untuk kalian wahai umat-umat telah Kami jadi-kan ﴾ شِرۡعَةٗ وَمِنۡهَاجٗاۚ ﴿ "aturan dan jalan yang terang," yakni jalan dan sunnah. Syariat-syariat ini, yang berbeda-beda sesuai dengan perbedaan umat, inilah syariat yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan masa dan kondisi, dan semuanya kembali kepada keadilan pada saat (dan tempat) disyariatkannya. Adapun prinsip-prinsip dasar yang merupakan kemaslahatan dan hikmah di setiap masa, maka ia tidak berbeda-beda, ia disyariatkan pada semua syariat.
﴾ وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ لَجَعَلَكُمۡ أُمَّةٗ وَٰحِدَةٗ ﴿ "Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikanNya satu umat saja," mengikuti satu syariat, yang terakhir tidak berbeda dari yang sebelumnya. ﴾ وَلَٰكِن لِّيَبۡلُوَكُمۡ فِي مَآ ءَاتَىٰكُمۡۖ ﴿ "Tetapi Allah hendak mengujimu terhadap pemberianNya kepadamu." Dia mengujimu dan melihat bagaimana kamu beramal dan Dia menguji masing-masing umat sesuai dengan hikmahNya dan memberi setiap orang apa yang layak baginya agar terjadi saling berlomba-lomba di antara umat. Masing-masing umat tentu berusaha mengungguli yang lain. Oleh karena itu Dia berfirman, ﴾ فَٱسۡتَبِقُواْ ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ ﴿ "Maka berlomba-lombalah berbuat kebaikan," yakni bersegeralah kepadanya, sempurnakanlah.
Kebaikan yang mencakup seluruh kewajiban dan anjuran, baik itu hak-hak Allah maupun hak hamba-hambaNya, pelakunya belum dianggap berlomba-lomba padanya, mendahului yang lain, dan menguasai persoalan kecuali dengan dua perkara: Bersegera kepadanya, memanfaatkan peluang manakala waktunya tiba dan penyebabnya ada, bersungguh-sungguh dalam melaksanakannya dengan sempurna sesuai dengan yang diperintahkan.
Ayat ini dijadikan sebagai dalil atas kewajiban bersegera dalam menjalankan shalat dan ibadah-ibadah yang lain pada awal waktu. Lebih dari itu hendaknya seorang hamba tidak hanya membatasi diri pada apa yang dianggap cukup dalam shalat dan ibadah wajib lainnya, akan tetapi hendaknya dia melakukan perkara-perkara sunnah agar lebih lengkap dan sempurna, karena dengan itu dia meraih gelar berlomba-lomba dalam kebaikan.
﴾ إِلَى ٱللَّهِ مَرۡجِعُكُمۡ جَمِيعٗا ﴿ "Hanya kepada Allah-lah kamu semua kem-bali." Umat-umat yang lalu dan yang akan datang, semuanya akan dikumpulkan oleh Allah pada hari yang tidak ada kebimbangan kepadanya, ﴾ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ فِيهِ تَخۡتَلِفُونَ ﴿ "lalu diberitakanNya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu," yaitu, syariat-syariat dan amal-amal perbuatan, maka dia memberi pahala kepada pengikut kebe-naran dan amal shalih dan menghukum pengikut kebatilan dan amal buruk.
(49) ﴾ وَأَنِ ٱحۡكُم بَيۡنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ ﴿ "Dan hendaknya kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan oleh Allah." Ayat inilah yang katanya menasakh Firman Allah,
﴾ فَٱحۡكُم بَيۡنَهُمۡ أَوۡ أَعۡرِضۡ عَنۡهُمۡۖ ﴿
"Maka putuskanlah perkara itu di antara mereka atau berpalinglah dari mereka," (Al-Ma`idah: 42),
padahal yang benar adalah bahwa ia bukan menasakh, karena ayat itu menunjukkan bahwa Nabi diberi pilihan antara memutuskan perkara atau tidak memutuskan, hal itu karena tujuan mereka dalam meminta keputusan bukanlah kebenaran. Sementara ayat ini menunjukkan bahwa jika Nabi memutuskan, maka dia memu-tuskan dengan apa yang diturunkan oleh Allah yaitu al-Qur`an dan sunnah. Inilah keadilan yang telah dinyatakan oleh Allah dalam ayat sebelumnya,
﴾ وَإِنۡ حَكَمۡتَ فَٱحۡكُم بَيۡنَهُم بِٱلۡقِسۡطِۚ ﴿
"Jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah per-kara itu dengan adil." (Al-Ma`idah: 42).
Ayat ini menjelaskan tentang keadilan, bahwa intinya adalah hukum yang disyariatkan oleh Allah karena ia mengandung keadil-an yang sempurna dan apa yang menyelisihinya adalah kezhaliman. ﴾ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡ ﴿ "Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka." Larangan mengikuti hawa nafsu kembali diulang untuk membe-rikan peringatan keras darinya, dan karena konteksnya adalah memutuskan hukum dan fatwa yang jelas lebih luas sementara ini konteksnya hanyalah hukum semata. Pada keduanya seseorang tidak boleh mengikuti hawa nafsu mereka yang menyimpang dari kebenaran.
Oleh karena itu Allah berfirman,﴾ وَٱحۡذَرۡهُمۡ أَن يَفۡتِنُوكَ عَنۢ بَعۡضِ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ ﴿ "Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkanmu dari sebagian apa yang telah diturunkan oleh Allah ke-padamu." Maksudnya, janganlah kamu terkecoh oleh mereka, jangan sampai mereka membuatmu berpaling lalu mereka berhasil meng-halangimu dari sebagian yang diturunkan oleh Allah kepadamu. Maka mengikuti hawa nafsu mereka menjadi penyebab dicampak-kannya kebenaran yang semestinya wajib dan harus diikuti.
﴾ فَإِن تَوَلَّوۡاْ ﴿ "Jika mereka berpaling" dari mengikutimu dan meng-ikuti kebenaran, ﴾ فَٱعۡلَمۡ ﴿ "maka ketahuilah," bahwa itu adalah hu-kuman bagi mereka, dan bahwa Allah menghendaki akan menim-pakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Karena dosa memiliki hukuman cepat atau lambat. Ter-masuk hukuman terbesar adalah, seorang hamba diuji dan dijadikan indah baginya keengganan untuk mengikuti Rasulullah, dan hal itu karena kefasikannya. ﴾ وَإِنَّ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلنَّاسِ لَفَٰسِقُونَ ﴿ "Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang fasik," yakni tabiat mereka adalah kefasikan dan penyimpangan dari ketaatan kepada Allah dan RasulNya.
(50) ﴾ أَفَحُكۡمَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ يَبۡغُونَۚ ﴿ "Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki?" Maksudnya, apakah dengan berpaling dan menjauh-nya mereka darimu karena mereka mencari hukum jahiliyah? Hukum Jahiliyah itu adalah semua hukum yang bertentangan dengan apa yang diturunkan oleh Allah kepada RasulNya. Karena pilihan yang ada hanya hukum Allah dan RasulNya atau hukum jahiliyah. Siapa yang berpaling dari yang pertama, maka dia akan ditimpa oleh yang kedua yang berpijak kepada kebodohan, kezhaliman, dan kesewenang-wenangan. Oleh karena itu Allah menyatakannya jahiliyah. Adapun hukum Allah, maka ia berpijak kepada ilmu, keadilan, cahaya, dan petunjuk. ﴾ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكۡمٗا لِّقَوۡمٖ يُوقِنُونَ ﴿ "Siapa yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?" Orang yang yakin adalah orang yang mengetahui perbedaan anta-ra dua hukum dan dia membedakan dengan keyakinannya kebaik-an dan kemuliaan yang ada pada hukum Allah, bahwa ia secara akal dan syariat wajib untuk diikuti. Keyakinan adalah ilmu yang sempurna yang mendorong kepada amal perbuatan.