Yusuf Ayat 111
لَقَدْ كَانَ فِيْ قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۗ مَا كَانَ حَدِيْثًا يُّفْتَرٰى وَلٰكِنْ تَصْدِيْقَ الَّذِيْ بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيْلَ كُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ ࣖ ( يوسف: ١١١ )
Laqad Kāna Fī Qaşaşihim `Ibratun Li'wlī Al-'Albābi Mā Kāna Ĥadīthāan Yuftaraá Wa Lakin Taşdīqa Al-Ladhī Bayna Yadayhi Wa Tafşīla Kulli Shay'in Wa Hudan Wa Raĥmatan Liqawmin Yu'uminūna (Yūsuf 12:111)
Artinya:
Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al-Qur'an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. [12] Yusuf : 111)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Sebagai penutup Surah Yusuf, Allah kembali mengingatkan bahwa pada kisah para nabi dan rasul, termasuk kisah Nabi Yusuf, terkandung pesan-pesan untuk dipelajari dan dihayati manusia. Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. Kisah-kisah dalam Al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat atau sekadar dongeng pelipur lara, tetapi kisah-kisah itu membenarkan kandungan kitab-kitab yang sebelumnya, yaitu Taurat, Zabur, dan Injil, yang menjelaskan segala sesuatu tentang prinsip-prinsip nilai yang dibutuhkan manusia guna mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, dan sebagai petunjuk menuju jalan lurus dan rahmat yang penuh berkah bagi orang-orang yang beriman.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Pada ayat ini, Allah swt menerangkan bahwa semua kisah nabi-nabi, terutama Nabi Yusuf a.s. bersama ayah dan saudara-saudaranya, adalah pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal sehat. Sedang orang-orang yang lalai yang tidak memanfaatkan akal dan pikirannya untuk memahami kenyataan yang ada, maka kisah Nabi tersebut tidak akan bermanfaat baginya. Mereka tidak akan dapat mengambil pelajaran dan peringatan darinya. Seharusnya mereka memperhatikan bahwa yang mampu dan kuasa menyelamatkan Nabi Yusuf a.s. setelah dibuang ke dasar sumur, meng-angkat derajatnya sesudah ia dipenjarakan, menguasai negeri Mesir sesudah dijual dengan harga murah, meninggikan pangkatnya dari saudara-saudara-nya yang ingin membinasakannya, dan mengumpulkan mereka kembali bersama kedua orang tuanya sesudah berpisah sekian lama, tentu sanggup dan kuasa pula memuliakan Muhammad, meninggikan kalimatnya, memenangkan agama yang dibawanya, serta membantu dan menguatkannya dengan tentara, pengikut, dan pendukung setia, sekalipun di dalam menjalani semuanya itu, beliau pernah mengalami kesukaran dan kesulitan.
Kitab suci Al-Quran yang membawa kisah-kisah tersebut, bukanlah suatu cerita yang dibuat-buat dan diada-adakan, tetapi adalah wahyu yang diturunkan Allah swt dan mukjizat yang melemahkan tokoh-tokoh sastra ulung ketika ditantang untuk menyusun yang seperti itu. Kisah-kisah itu diberitakan dari nabi yang tidak pernah mempelajari buku-buku dan tidak pernah bergaul dengan ulama-ulama cerdik pandai. Bahkan kitab Suci Al-Quran itu membenarkan isi kitab-kitab samawi yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya, seperti kitab Taurat, Injil, dan Zabur yang asli tentunya, bukan yang sudah ditambah dengan khurafat dan lain-lain hal yang tidak lagi terjaga kemurniannya. Dalam kitab suci Al-Quran diuraikan dengan jelas perintah-perintah Allah, larangan-larangan-Nya, janji-janji dan ancaman-Nya, sifat kesempurnaan yang wajib bagi-Nya dan suci dari sifat-sifat kekurangan dan hal-hal yang lain, sebagaimana firman Allah swt:
Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab. (al-Anam/6: 38)
Al-Quran adalah petunjuk bagi orang-orang yang mau membacanya dengan penuh kesadaran dan yang mau meneliti dan mendalami isinya. Al-Quran juga akan membimbing mereka ke jalan yang benar dan membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Al-Quran adalah rahmat bagi orang-orang yang beriman, yaitu mereka yang membenarkan dan mempercayai serta mengamalkan isinya, karena iman itu ialah ucapan yang dibenarkan oleh hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Allah Swt. menyebutkan bahwa sesungguhnya di dalam kisah-kisah para rasul dengan kaumnya masing-masing, dan bagaimana Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman serta Kami binasakan orang-orang yang kafir:
...terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.
Al-albab adalah bentuk jamak lubb, artinya akal.
Al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat.
Artinya, Al-Qur'an ini bukanlah cerita yang dibuat-buat oleh selain Allah, yakni bukanlah hal yang dusta, bukan pula buat-buatan.
...tetapi membenarkan (kitab-kitab) sebelumnya.
Yakni membenarkan kitab-kitab terdahulu yang diturunkan dari langit. Al-Qur'an membenarkan apa yang benar yang ada dalam kitab-kitab terdahulu itu, juga membuang semua perubahan, penggantian, dan penyelewengan yang ada pada kitab-kitab terdahulu, serta menghukuminya dengan me-mansukh (merevisi)nya, atau menguatkannya jika benar.
...dan menjelaskan segala sesuatu.
Halal dan haram, hal yang disukai serta hal yang dibenci, dan lain sebagainya yang berupa perintah ketaatan, kewajiban, dan hal-hal yang disunatkan, serta larangan mengerjakan hal-hal yang diharamkan dan yang sejenisnya dari hal-hal yang dimakruhkan. Di dalam Al-Qur'an terdapat berita tentang perkara-perkara yang besar, hal-hal gaib yang akan terjadi di masa mendatang secara global dan terinci. Juga berita tentang Tuhan Yang Mahatinggi lagi Mahasuci asma-asma dan sifat-sifat-Nya, dan kesucian Allah dari persamaan dengan makhluk-Nya. Karena itulah Al-Qur'an disebutkan:
...sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Yakni memberi petunjuk hati mereka dari kesesatan- menuju jalan hidayah, dan dari kesesatan menuju jalan yang lurus, dengan mengharapkan rahmat Tuhan semua hamba di dunia ini dan di akhirat nanti saat semuanya dikembalikan.
Kita memohon kepada Allah Yang Mahaagung, semoga Dia menjadikan kita termasuk di antara mereka yang mendapat rahmat Allah Swt. di dunia dan akhirat, yaitu di hari mendapat keberuntungan orang-orang yang wajah mereka putih bersih, sedangkan orang-orang yang merugi wajah mereka hitam legam.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat) yang dimaksud adalah kisah-kisah para rasul (pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal) orang-orang yang berakal (Ini bukanlah) Alquran ini bukanlah (cerita yang dibuat-buat) sengaja dibuat-buat (akan tetapi) tetapi (membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya) kitab-kitab yang diturunkan sebelum Alquran (dan menjelaskan) menerangkan (segala sesuatu) yang diperlukan dalam agama (dan sebagai petunjuk) dari kesesatan (dan rahmat bagi kaum yang beriman) mereka disebutkan secara khusus dalam ayat ini mengingat hanya mereka sajalah yang dapat mengambil manfaat Alquran bukan orang-orang selain mereka.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Sungguh Kami telah mewahyukan kepadamu, Muhammad, kisah-kisah para Nabi, guna memantapkan hatimu dan sebagai petunjuk bagi pengikut-pengikutmu. Kisah-kisah itu berisikan pelajaran dan nasihat yang dapat menerangi orang-orang yang berakal dan menyadari bahwa al-Qur'ân itu benar. Cerita-cerita itu bukan dibuat-buat dan bukan merupakan dongeng. Kisah-kisah itu benar adanya dan merupakan wahyu yang menguatkan kebenaran kitab-kitab suci dan kebenaran nabi-nabi yang membawanya. Selain itu, kisah- kisah itu juga menerangkan persoalan-persoalan agama yang memerlukan penjelasan, menunjukkan kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus, dan membuka pintu rahmat bagi orang-orang yang beriman dengan tulus ikhlas, yang mau mengambil petunjuk dari al-Qur'ân itu.
6 Tafsir as-Saadi
"Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka te-lah didustakan, maka datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami, lalu diselamatkanlah orang-orang yang Kami kehendaki. Dan tidak dapat ditolak siksa Kami dari orang-orang yang berdosa. Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Ia (al-Qur`an itu) bukan-lah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman." (Yusuf: 110-111).
(110) Allah تعالى memberitahukan bahwa Dia mengutus para rasul yang mulia. Namum kaum yang jahat lagi pencela mendus-takan mereka. Allah masih menyediakan tempo bagi mereka agar kembali menuju kebenaran. Allah senantiasa menangguhkan mereka sampai pada level kekerasan sikap mereka yang dahsyat terhadap para rasul. Sampai-sampai para rasul meski memiliki keyakinan yang sempurna dan kekuatan kepercayaan mereka kepada janji Allah dan ancamanNya, boleh jadi terlintas pada hati mereka ke-putusasaan dan kelemahan dalam ilmu dan kepercayaan. Apabila kondisi mereka sudah mencapai tingkat ini ﴾ جَآءَهُمۡ نَصۡرُنَا فَنُجِّيَ مَن نَّشَآءُۖ ﴿ "datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami, lalu diselamatkanlah orang-orang yang Kami kehendaki." Mereka itu adalah para rasul dan penganut mereka ﴾ وَلَا يُرَدُّ بَأۡسُنَا عَنِ ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡمُجۡرِمِينَ ﴿ "Dan tidak dapat ditolak siksa Kami dari orang-orang yang berdosa", maksudnya siksaan Kami tidak bisa ditampik dari orang-orang yang berbuat dosa dan nekat (berbuat buruk) terhadap Allah. Tiada kekuatan dan penolong bagi mereka.
(111) ﴾ لَقَدۡ كَانَ فِي قَصَصِهِمۡ ﴿ "Sesungguhnya pada kisah-kisah mere-ka itu", yaitu kisah-kisah para nabi dan rasul bersama kaum mereka ﴾ عِبۡرَةٞ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِۗ ﴿ "terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempu-nyai akal", maksudnya orang-orang yang baik dan orang-orang yang jahat akan memetik pelajaran darinya, dan bahwa siapa saja yang melakukan perbuatan seperti yang mereka kerjakan, maka dia pasti akan menuai kemuliaan atau penghinaan. Mereka juga dapat meng-ambil pelajaran berkaitan dengan sifat-sifat milik Allah yang sem-purna dan hikmah yang agung. Dan bahwasanya Dia-lah Allah yang tidak sepantasnya peribadahan dilakukan melainkan untuk-Nya semata, tidak ada sekutu bagiNya.
Firman A l l a h ﴾ مَا كَانَ حَدِيثٗا يُفۡتَرَىٰ ﴿ "ia (al-Qur`an itu) bukanlah cerita yang dibuat-buat", maksudnya, al-Qur`an (yang Allah menceritakan berita-berita ghaib melaluinya kepada kalian) bukanlah termasuk cerita-cerita rekaan yang dibuat-buat. ﴾ وَلَٰكِن ﴿ "akan tetapi", ia ﴾ تَصۡدِيقَ ٱلَّذِي بَيۡنَ يَدَيۡهِ ﴿ "membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya", yaitu kitab-kitab terdahulu (yang diturunkan oleh Allah), al-Qur`an menyelarasi dan mempersaksikan kebenaran kitab-kitab tersebut ﴾ وَتَفۡصِيلَ كُلِّ شَيۡءٖ ﴿ "dan menjelaskan segala sesuatu", yang dibutuhkan oleh para hamba, berupa ushuluddin (pokok-pokok agama) dan cabang-cabangnya yang berupa dalil-dalil dan petunjuk-petunjuk.
﴾ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٗ لِّقَوۡمٖ يُؤۡمِنُونَ ﴿ "Dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman", karena mereka melalui sebab perolehan ilmu tentang al-haq dan sikap pengutamaannya, menjadikan mereka meraih hidayah. Dan lantaran perolehan pahala yang disegerakan (di dunia ini) dan balasan nantinya (di akhirat), maka mereka pun memper-oleh rahmat (Allah). PASAL(Pelajaran-pelajaran dari surat Yusuf)(Pembahasan ini) berkaitan dengan penjabaran beberapa pe-lajaran dan faidah yang terkandung oleh kisah yang agung ini, yang mana Allah menyebut di permulaannya,
﴾ نَحۡنُ نَقُصُّ عَلَيۡكَ أَحۡسَنَ ٱلۡقَصَصِ ﴿
"Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik." (Yusuf: 3).
Dan Dia berfirman,
﴾ لَّقَدۡ كَانَ فِي يُوسُفَ وَإِخۡوَتِهِۦٓ ءَايَٰتٞ لِّلسَّآئِلِينَ 7 ﴿
"Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya." (Yusuf: 7).
Dan di penutupnya Dia berfirman,
﴾ لَقَدۡ كَانَ فِي قَصَصِهِمۡ عِبۡرَةٞ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِۗ ﴿
"Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal." (Yusuf: 111), selain faidah yang telah berlalu di sela-sela penjelasan surat.
Di antaranya,
b Sesungguhnya, kisah ini merupakan kisah terbaik dan paling jelas serta paling nyata, lantaran memuat fase-fase kehidupan, dari satu keadaan menuju keadaan lainnya, dari satu cobaan kepada cobaan lainnya, dari ujian ke pemberian, dari kehinaan menuju ke-muliaan, dari status sebagai budak menjadi penguasa, dari kondisi perselisihan dan cerai-berai menuju kondisi kesatuan dan keutuhan, dari kesedihan menuju kebahagiaan, dari keadaan yang makmur menuju kondisi paceklik, dari kondisi paceklik menuju kondisi ke-makmuran (lagi), dari kesempitan menuju kelapangan, dari peng-ingkaran yang berakhir dengan pengakuan. Mahaberkah Allah Dzat yang mengisahkannya dengan sebaik-baiknya, mendeskripsikan-nya dan menjelaskannya.
b Dalam kisah ini, terdapat dasar legalitas pena'biran mimpi. Sesungguhnya ilmu penakwilan mimpi termasuk pengetahuan yang penting yang dianugerahkan Allah kepada hambaNya yang dikehendakiNya. Sesungguhnya kebanyakan pena'biran mimpi bertumpu pada munasabah (relevansi dengan realita) dan musyaba-hah (keserupaan) dalam nama dan sifat.
Sesungguhnya mimpi Yusuf yang berupa melihat matahari dan bulan serta sebelas bintang yang sujud kepadanya, tinjauan relevansi dalam mimpi itu adalah, bahwa semua yang bersinar ter-sebut merupakan perhiasan langit, (sumber) keindahan dan keman-faatan. Begitu pula, para nabi dan ulama merupakan perhiasan dan pesona bagi bumi. Dalam kegelapan, mereka menjadi petunjuk se-bagaimana benda-benda yang bersinar bermanfaat menjadi petunjuk arah. Dan (selain itu) karena intinya yaitu ayah dan ibunya. Semen-tara para saudaranya adalah keturunannya. Di antara aspek kore-lasinya adalah inti lebih terang pancaran cahayanya dan lebih besar bentuknya dibandingkan keturunannya. Oleh karena itu, matahari mewakili ibunya, bulan mewakili ayahnya, sedangkan bintang-bin-tang merepresentasikan saudara-saudaranya.
Aspek korelasi lainnya, kata asy-Syamsu (matahari) berbentuk mu`annats (perempuan), karena itu mewakili ibunya. Sedangkan qamar (bulan) dan kaukab (bintang) berbentuk mudzakkar (laki-laki), untuk mewakili ayah dan para saudara Yusuf.
Sisi relevansi lainnya, orang yang bersujud mengagungkan dan menghormati orang yang disujudi. Orang yang dihormati de-ngan sujud, merupakan sosok yang diagungkan dan dimuliakan. Oleh karenanya, ini menunjukkan bahwa Yusuf akan menjadi anak yang diagungkan dan dimuliakan oleh kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya. Maka di antara kelazimannya adalah bahwa dia akan menjadi seorang yang terpilih dan terdepan dalam ilmu, keutamaan-keutamaan yang mengantarnya ke arah sana. Karena-nya, ayah beliau berkata,
﴾ وَكَذَٰلِكَ يَجۡتَبِيكَ رَبُّكَ وَيُعَلِّمُكَ مِن تَأۡوِيلِ ٱلۡأَحَادِيثِ ﴿
"Dan demikianlah Rabbmu memilih kamu (untuk menjadi nabi) dan mengajarimu sebagian dari ta'bir mimpi-mimpi." (Yusuf: 6).
Di antara hubungan kesesuaiannya (al-Munasabah) pada mimpi fatayain (dua pemuda): Mimpi pertama yang disaksikan, yaitu orang yang melihat dirinya memeras anggur untuk dijadikan khamar bahwa orang yang membuat khamar, biasanya menjadi pelayan bagi orang lain. Memeras (buah biasanya) untuk orang lain. Kare-nanya, Yusuf mena'birkannya dengan pekerjaan yang akan pemuda alami nantinya, yaitu memberi minuman tuannya. Keterangan ini mengandung makna ia akan bebas dari penjara.
Dan beliau menakwilkan mimpi orang yang melihat dirinya memanggul roti di atas kepalanya (yang sebagian dipatuk oleh seekor burung), dengan penjelasan bahwa kulit kepala dan daging serta otak dari pembawa roti itu akan tampak terlihat oleh burung-burung di sebuah tempat sehingga memungkinkan bagi burung-burung itu untuk mematuk kepalanya. Beliau melihat melalui kondisinya, ia akan terbunuh dan disalib setelah kematiannya. Se-lanjutnya dia akan tampak oleh burung-burung itu, sehingga akan mematuki kepalanya. Itu tidak terjadi kecuali dengan cara menya-libnya setelah terbunuh.
Beliau menakwilkan mimpi sang raja, (yang melihat) sapi-sa-pi betina dan bulir-bulir tanaman dengan tahun-tahun yang subur dan masa-masa yang kering kerontang. Sisi relevansinya, bahwa kondisi rakyat dan kemaslahatan mereka berhubungan dengan raja (penguasa). Dengan keshalihannya, keadaan akan menjadi baik, dan (sebaliknya) kondisi akan memburuk dengan keburukan perilaku-nya. Begitu pula, musim-musim menjadi faktor penyebab kebaikan kondisi rakyat dan stabilitas persoalan mata pencaharian mereka atau sebaliknya. Tentang sapi, hewan ini menjadi alat untuk mem-bajak tanah dan menimba air. Apabila kondisi satu tahun subur, maka akan gemuk-gemuk. Apabila sedang mengalami kekeringan, maka akan kurus-kurus. Demikian pula, bulir-bulir tanaman akan tumbuh banyak dan menghijau saat musim subur. Dan dalam kon-disi kekeringan, jumlahnya akan sedikit dan mengering. Dan itu merupakan hasil bumi yang paling bagus.
b Adanya bukti-bukti pembenaran tentang kenabian Muham-mad, di mana beliau dapat menceritakan kisah yang panjang ini kepada kaumnya, padahal beliau tidak membaca kitab-kitab umat terdahulu, juga tidak belajar bersama seseorang pun. Kaumnya (Qu-raisy) menyaksikan keberadaan beliau pagi dan petang dalam ke-adaan buta huruf, tidak bisa menulis dan tidak bisa membaca. Se-mentara kisah yang beliau sampaikan persis dengan kronologi yang terdapat di kitab-kitab terdahulu. Beliau tidak bersama mereka, saat mereka membulatkan keputusan untuk memperdayai Yusuf.
b Seyogyanya seorang hamba menjauhi faktor-faktor penye-bab yang mendatangkan keburukan dan menyembunyikan perkara yang dikhawatirkan memunculkan bahaya. Ini berdasarkan pernya-taan Ya'qub kepada Yusuf,
﴾ يَٰبُنَيَّ لَا تَقۡصُصۡ رُءۡيَاكَ عَلَىٰٓ إِخۡوَتِكَ فَيَكِيدُواْ لَكَ كَيۡدًاۖ ﴿
"Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu ini kepada sau-dara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakanmu)." (Yusuf: 5).
b Sesungguhnya diperbolehkan menyebut seseorang dengan sesuatu yang dia benci dalam rangka pemberian nasihat untuk orang lain, berdasarkan Firman Allah,
﴾ فَيَكِيدُواْ لَكَ كَيۡدًاۖ ﴿
"Maka mereka membuat makar (untuk membinasakanmu)." (Yu-suf: 5).
b Sesungguhnya kenikmatan Allah bagi hambaNya merupa-kan kenikmatan juga bagi orang-orang yang terkait dengannya, yaitu keluarganya, kaum kerabatnya dan kawan-kawannya. Ka-dang kala, kenikmatan itu mencakup mereka semua, mereka men-dapatkan apa yang diraih oleh seseorang melalui perantaraannya. Seperti yang dikatakan Ya'qub saat menakwilkan mimpi Yusuf,
﴾ وَكَذَٰلِكَ يَجۡتَبِيكَ رَبُّكَ وَيُعَلِّمُكَ مِن تَأۡوِيلِ ٱلۡأَحَادِيثِ وَيُتِمُّ نِعۡمَتَهُۥ عَلَيۡكَ وَعَلَىٰٓ ءَالِ يَعۡقُوبَ ﴿
"Dan demikianlah Rabbmu memilihmu (untuk menjadi nabi) dan mengajarimu sebagian dari ta'bir mimpi-mimpi dan menyempurnakan nikmatNya kepadamu dan kepada keluarga Ya'qub." (Yusuf: 6).
Tatkala anugerah itu telah terwujud bagi Yusuf, maka keluarga Ya'qub merengkuh kemuliaan dan kekuasaan di bumi, kebahagiaan dan qhibthah terhadap sesuatu yang didapatkan disebabkan Yusuf.
b Sesungguhnya perwujudan keadilan dituntut dalam setiap masalah, tidak hanya dalam level interaksi antara penguasa dengan rakyat dan hubungan lain di tingkat bawahnya, bahkan sampai pada etika pergaulan antara seorang ayah dengan anak-anaknya dalam aspek kecintaan, ekstra perhatian dan lainnya. Keteledoran dalam masalah ini akan mengakibatkan urusan menjadi cacat dan keadaan berubah menjadi rusak. Oleh karenanya, ketika Ya'qub lebih mencintai Yusuf dan mengistimewakannya daripada saudara-saudaranya, maka terjadilah pada diri mereka, ayah mereka dan saudara mereka sesuatu yang telah berlalu.
b Keharusan mewaspadai efek buruk dosa-dosa, dan bahwa-sanya dosa satu saja akan menyeret munculnya dosa-dosa lainnya yang bermacam-macam, yang mana pelakunya tidak merasa sem-purna melainkan dengan berbagai tindak kejahatan.
b Saudara-saudara Yusuf, tatkala hendak memisahkannya dari sang ayah, mereka mengupayakan berbagai rekayasa untuk itu dan menyampaikan pernyataan dusta berulang kali, dan memalsukan baju dan darah yang dilumurinya di hadapan sang ayah, serta datang di malam hari dengan isak tangisan. Tidak mustahil, bahwa sudah banyak usaha yang direncanakan di waktu tersebut. Bahkan mungkin saja, hal itu berlangsung hingga saat mereka berkumpul bersama dengan Yusuf. Semakin banyak rencana, maka semakin banyak pula kedustaan dalam berbicara dan pemalsuan kabar. Ini-lah implikasi bahaya dosa dan efek-efek (buruknya) yang mengiri-nginya, yang telah berlalu dan akan muncul nantinya.
b Parameter untuk menilai kondisi seseorang bertumpu pada kesempurnaan di penghujung hayatnya, bukan pada permulaan kehidupannya yang masih ada kekurangannya. Sesungguhnya, anak-anak Ya'qub عليه السلام, melewati peristiwa yang telah terjadi di awalnya, yang termasuk menjadi penyebab penting kekurangan dan celaan pada mereka. Selanjutnya, perjalanan hidup mereka berakhir dengan taubat nashuha dan pemberian maaf penuh dari Yusuf dan ayah mereka (atas kesalahan-kesalahan mereka), panja-tan doa ampunan dan curahan rahmat bagi mereka. Bila seseorang sudah memberikan (maaf) atas haknya (tidak menuntutnya), maka Allah adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Oleh karenanya, atas dasar pendapat yang paling shahih, mereka (juga) berstatus nabi, berdasarkan Firman Allah تعالى,
﴾ وَأَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰٓ إِبۡرَٰهِيمَ وَإِسۡمَٰعِيلَ وَإِسۡحَٰقَ وَيَعۡقُوبَ وَٱلۡأَسۡبَاطِ ﴿
"Dan Kami memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya`qub dan anak-cucunya." (An-Nisa`: 163)
Mereka adalah anak-anak Ya'qub yang berjumlah dua belas orang dan keturunannya. Di antara indikasi yang menunjukkan ke arah sana, bahwa dalam mimpi Yusuf, ia menyaksikan mereka menjelma bintang-bintang yang gemerlapan. Bintang-bintang itu mempunyai cahaya dan bisa dijadikan petunjuk (jalan), yang me-rupakan ciri khas para nabi. Apabila mereka bukan para nabi, maka mereka (paling tidak) adalah para ulama yang menunjukkan jalan kepada kebenaran.
b Penjelasan tentang karunia yang Allah curahkan kepada Yusuf عليه السلام, yang berbentuk ilmu, perilaku bijak, dan budi pekerti yang luhur, serta komitmen untuk berdakwah kepada Allah, mu-dah memaafkan para saudaranya yang berbuat salah kepadanya sebelum mereka meminta maaf. Beliau menyempurnakan sikap ini dengan tidak mencaci dan mencela mereka atas perbuatan yang pernah dilakukan, juga tentang bakti beliau yang besar terhadap kedua orang tuanya, mencurahkan kebaikan kepada saudara-sau-daranya, bahkan kepada seluruh manusia.
b Bahwa sebagian kejelekan itu lebih ringan daripada kejelek-an yang lain. Menerjang kejelekan yang kandungan bahayanya lebih ringan lebih baik ketimbang melakukan yang lebih berat baha-yanya. Karena, para saudara Yusuf tatkala bersepakat bulat untuk membunuh Yusuf atau membuangnya di suatu tempat, salah se-orang dari mereka mengusulkan,
﴾ لَا تَقۡتُلُواْ يُوسُفَ وَأَلۡقُوهُ فِي غَيَٰبَتِ ٱلۡجُبِّ ﴿
"Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah dia ke dasar sumur." (Yusuf: 10).
Usulannya lebih baik dan lebih ringan (bahayanya) daripada gagasan mereka. Karena itu, menjadi ringanlah dosa besar yang ditanggung para saudaranya.
b Segala sesuatu yang telah berpindah tangan dan berubah menjadi bagian dari harta kekayaan, tanpa diketahui bahwa cara perolehannya tidak dibenarkan oleh syariat, maka tidak ada dosa bagi orang yang memperjualbelikan, mempekerjakan, memanfaat-kan atau memakainya secara langsung. Sesungguhnya Yusuf dijual oleh para saudaranya dengan cara yang haram, yang tidak boleh dilakukan. Sesudah itu, kafilah (yang membelinya) membawanya menuju Mesir dan menjualnya di sana. Maka, dia pun tinggal ber-sama tuannya sebagai seorang anak yang terpasung (budak sahaya). Namun Allah menyebut beliau sebagai sayyid (tuan). Bersama me-reka, beliau layaknya budak kecil yang terhormat.
b Peringatan (bahaya) berduaan dengan kaum wanita yang dikhawatirkan timbul fitnah dari mereka, demikian juga peringatan akan bahaya getaran cinta yang ditakutkan memantik bahaya. Se-sungguhnya istri al-Aziz telah mengalami peristiwa tersebut lan-taran bersendirian bersama Yusuf, dan rasa cintanya kepada Yusuf yang sangat mendalam, yang menyebabkan Yusuf tidak berkutik untuk meninggalkannya sampai akhirnya wanita itu membujuknya dengan model seperti itu, berdusta atas namanya, hingga dipenja-rakan dalam waktu yang panjang.
b Hasrat yang muncul pada Yusuf terhadap wanita tersebut yang kemudian dia singkirkan karena Allah, menjadi salah satu tangga yang mengangkatnya kepada Allah menuju kedudukan yang dekat denganNya. Sebab dorongan hasrat merupakan bagian dari bisikan jiwa yang mengajak kepada kejelekan. Hal tersebut sudah menjadi perkara yang lumrah bagi kebanyakan orang. Saat beliau membandingkannya dengan mahabbatullah (rasa cinta kepada Allah) dan rasa takut kepadaNya, ternyata kecintaan dan ketakutan-nya kepada Allah mampu menumbangkan godaan jiwa dan hawa nafsu. Maka beliau termasuk kalangan orang-orang,
﴾ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفۡسَ عَنِ ٱلۡهَوَىٰ 40 ﴿
"yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari ke-inginan hawa nafsunya," (An-Nazi'at: 40),
dan masuk kategori tujuh golongan yang akan Allah naungi di ba-wah naungan ArasyNya, pada hari yang tiada naungan melainkan naunganNya. Salah satu dari mereka, yakni seorang lelaki yang di-ajak oleh seorang wanita cantik lagi berkedudukan (untuk berbuat zina), tapi dia menjawab, "Saya takut kepada Allah."[8]
Bentuk keinginan yang dicela dari seorang hamba, yaitu ke-inginan yang terus menguntitnya dan berubah menjadi tekad bulat. Terkadang diiringi dengan tindakan nyata.
b Insan yang sudah dimasuki keimanan pada hatinya, di mana dia seorang yang ikhlas karena Allah pada semua tindak-tanduk-nya, maka Allah akan menyingkirkan berbagai macam kejelekan, perbuatan keji dan maksiat (dari dirinya) dengan kekuatan iman-nya dan kemurnian ikhlasnya, sebagai balasan baik bagi keimanan dan keikhlasannya. Hal ini berdasarkan Firman Allah,
﴾ وَهَمَّ بِهَا لَوۡلَآ أَن رَّءَا بُرۡهَٰنَ رَبِّهِۦۚ كَذَٰلِكَ لِنَصۡرِفَ عَنۡهُ ٱلسُّوٓءَ وَٱلۡفَحۡشَآءَۚ إِنَّهُۥ مِنۡ عِبَادِنَا ٱلۡمُخۡلَصِينَ 24 ﴿
"Dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Rabbnya. Demikianlah agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih," (Yusuf: 24),
ayat ini bermakna ikhlash dengan mendasarkan pada bacaan qira`ah imam yang membacanya dengan mengkasrahkan huruf lam (minal mukhlishin). Sedangkan bila bertumpu pada bacaan imam yang membacanya dengan fathah (mukhlash: yang dipilih, yang dikhusus-kan), maka itu berasal dari keikhlasan yang Allah limpahkan kepa-danya. Karunia ini memuat potensi keikhlasan pada dirinya. Tatkala dia mengikhlaskan amalannya hanya untuk Allah semata, maka Allah menjadikannya ikhlas dan membebaskannya dari segala ke-jelekan dan kekejian.
b Sepatutnya seorang hamba jika menyaksikan suatu tempat yang mengandung fitnah dan faktor-faktor penggoda untuk berbuat maksiat agar bergegas pergi dan lari (darinya) sekuat mungkin, su-paya dia dapat terbebaskan dari maksiat itu. Sebab Yusuf عليه السلام tatkala wanita yang berada di dalam rumah menggodanya, maka beliau lari untuk mencari pintu keluar, agar selamat dari kejelekannya.
b Bahwa qarinah (konteks) dipraktikkan ketika ada kemiripan. Jika suami istri bertikai memperebutkan tentang perkakas rumah, maka barang yang pantas dimiliki seorang lelaki, menjadi miliknya. Dan barang yang sepantasnya dimiliki seorang wanita, menjadi haknya. Ketetapan ini dilakukan bila tidak ada bukti. Begitu pula, bila seorang tukang kayu berselisih dengan tukang besi mengenai hak kepemilikan suatu alat kerja tanpa ada bukti, maka pengecekan berdasarkan kemiripan dan bekas pengaruhnya adalah termasuk dalam pembahasan ini.
Sesungguhnya saksi (ahli yang membela) Yusuf, dia bersaksi berdasarkan konteks yang menyertai dan mengambil keputusan atas dasar itu melalui robeknya baju Yusuf. Ia mengambil petunjuk robeknya baju Yusuf di bagian belakang atas kejujuran Yusuf dan kedustaan wanita itu. Di antara petunjuk yang memperkuat kaidah ini, bahwa Yusuf mengambil petunjuk dengan keberadaan piala raja di karung saudaranya (Bunyamin) untuk menetapkan perbuatan pencurian pada dirinya tanpa menyertakan bukti persaksian atau pengakuan. Atas dasar ini, bila barang curian ditemukan di tangan pencuri, khususnya orang itu terkenal suka mencuri, maka dihu-kumi sebagai pelaku pencurian. Keputusan berdasarkan ini lebih tuntas dibandingkan persaksian.
Begitu pula, jika ada seorang lelaki yang muntah-muntah me-ngeluarkan arak, atau wanita hamil tanpa suami atau tuan, maka dengan dasar semacam ini, hukuman pidana dilangsungkan selama tidak ada faktor yang menghalangi pelaksanaannya. Oleh karena-nya, Allah menyebut hukum itu sebagai syahid (saksi). Allah ber-firman,
﴾ وَشَهِدَ شَاهِدٞ مِّنۡ أَهۡلِهَآ ﴿
"Dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberi kesaksian." (Yusuf: 26).
b (Pembuktian) kekuatan pesona keelokan Yusuf secara lahir dan batin. Ketampanan fisiknya mengakibatkan peristiwa itu terjadi pada wanita itu di dalam rumahnya, dan (peristiwa) pada para wanita yang telah Zulaikha kumpulkan usai mereka mencelanya atas kejadian itu, sampai mereka mengiris-iris tangan mereka sen-diri. Mereka berkata,
﴾ مَا هَٰذَا بَشَرًا إِنۡ هَٰذَآ إِلَّا مَلَكٞ كَرِيمٞ 31 ﴿
"Ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah ma-laikat yang mulia." (Yusuf: 31).
Keindahan batin beliau, yaitu sifat iffah (penjagaan kehormatan diri) yang besar dari godaan maksiat, kendatipun terdapat banyak faktor yang dapat menyeretnya terjerumus kepada maksiat itu dan persaksian istri al-Aziz dan para wanita mengenai kesuciannya setelah itu. Karena itu, istri al-Aziz berkata,
﴾ وَلَقَدۡ رَٰوَدتُّهُۥ عَن نَّفۡسِهِۦ فَٱسۡتَعۡصَمَۖ ﴿
"Sesungguhnya aku telah menggodanya untuk menundukkan di-rinya (kepadaku) akan tetapi dia menolak" (Yusuf: 32). Setelah itu, dia mengatakan,
﴾ ٱلۡـَٰٔنَ حَصۡحَصَ ٱلۡحَقُّ أَنَا۠ رَٰوَدتُّهُۥ عَن نَّفۡسِهِۦ وَإِنَّهُۥ لَمِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ 51 ﴿
"Sekarang jelaslah kebenaran itu. Akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar." (Yusuf: 51).
Sedangkan para wanita itu menyatakan,
﴾ حَٰشَ لِلَّهِ مَا عَلِمۡنَا عَلَيۡهِ مِن سُوٓءٖۚ ﴿
"Mahasempurna Allah, kami tiada mengetahui suatu keburukan pun padanya." (Yusuf: 51).
b Bahwa Yusuf عليه السلام lebih memilih menghuni penjara daripada berbuat maksiat. Memang demikianlah seharusnya seorang hamba, bila dihadapkan pada dua pilihan ujian: berbuat maksiat atau hu-kuman duniawi, maka hendaklah dia memilih sanksi duniawi ke-timbang menerjang dosa yang akan mendatangkan hukuman berat di dunia dan akhirat. Karena itulah, termasuk dari tanda keimanan dari seorang hamba adalah benci kembali kepada kekufuran setelah dia diselamatkan Allah darinya sebagaimana dia benci dicampak-kan ke dalam api.
b Seharusnya seorang hamba selalu mencari perlindungan kepada Allah dan bernaung di bawah naunganNya saat pemicu-pemicu maksiat dan berlepas diri dari (kepercayaan) pada daya dan kekuatan pribadinya (tanpa campur tangan Allah). Hal ini berda-sarkan perkataan Yusuf,
﴾ وَإِلَّا تَصۡرِفۡ عَنِّي كَيۡدَهُنَّ أَصۡبُ إِلَيۡهِنَّ وَأَكُن مِّنَ ٱلۡجَٰهِلِينَ 33 ﴿
"Dan jika tidak Engkau hindarkan dariku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh." (Yusuf: 33).
b Sesungguhnya ilmu dan akal akan mengajak pemiliknya ke-pada kebaikan dan menahannya dari kejelekan. Dan (sebaliknya) kebodohan akan menyeret orang untuk mengikuti bisikan hawa nafsunya, walaupun merupakan maksiat yang berbahaya bagi pe-lakunya.
b Bahwasanya, sebagaimana seorang hamba berkewajiban menghambakan diri kepada Allah di masa-masa senang, maka dia pun berkewajiban mengabdikan dirinya kepada Allah di masa-masa sulit. Yusuf tetap saja memanjatkan doa kepada Allah. Tatkala beliau masuk penjara, beliau tetap konsisten melakukannya. Beliau pun mendakwahi dua remaja (yang bersamanya di dalam penjara) ke-pada tauhid dan melarang mereka berdua dari praktik syirik. Ter-masuk cerminan kecerdasan beliau adalah ketika beliau menyaksi-kan adanya respon positif mereka terhadap dakwah, dalam wujud persangkaan baik mereka terhadap beliau, dan keduanya berkata kepada beliau,
﴾ إِنَّا نَرَىٰكَ مِنَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ 36 ﴿
"Sesungguhnya kami memandangmu termasuk orang-orang yang pandai (mena'birkan mimpi)." (Yusuf: 36).
Keduanya mendatangi beliau untuk tujuan pena'biran mimpi yang mereka alami lalu sangat antusias menyimaknya, beliau me-mandang indikasi ini sebagai kesempatan yang harus dimanfaat-kan. Selanjutnya beliau menyeru mereka kepada Allah تعالى sebelum mena'birkan mimpi mereka. Supaya lebih sukses untuk merealisa-sikan tujuan dan lebih mendekatkan kepada tercapainya sasaran yang diinginkan.
Pertama-tama, beliau menjelaskan bahwa aspek yang meng-antarkannya sampai pada level yang mereka saksikan pada beliau, berupa kesempurnaan jiwa dan ilmu ialah keimanan, dan tauhid beliau serta antipati beliau terhadap ajaran agama orang yang tidak beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Pernyataan ini (sejatinya) merupakan dakwah kepada mereka melalui tindakan konkret. Be-rikutnya beliau mendakwahi mereka dengan bahasa verbal. Beliau menjelaskan keburukan syirik disertai bukti-bukti penguatnya, dan (memaparkan) hakikat tauhid dan bukti-bukti penguatnya.
b Sesungguhnya Yusuf memulai dengan perkara yang penting lalu kepada yang paling penting. Seorang mufti bila ditanya oleh seseorang, yang mempunyai kebutuhan yang lebih mendesak dari-pada muatan pertanyaannya, maka hendaklah dia mengajari hal-hal yang diperlukan orang tersebut sebelum menjawab pertanyaan-nya. Ini menjadi tanda ketulusan hati pendidik, dan kecerdikannya, serta kecakapannya dalam mengarahkan dan mendidik. Sesungguh-nya Yusuf ketika ditanya tentang mimpi oleh dua pemuda, maka beliau mengawali dengan dakwah seruan kepada Allah semata, tiada sekutu bagiNya kepada mereka.
b Orang yang terjerumus dalam perkara yang tidak baik dan kesulitan, tidak masalah baginya untuk meminta pertolongan ke-pada orang yang mempunyai kemampuan membebaskannya (dari masalah itu) atau memberitahukan keadaannya. Ini bukan bagian menyampaikan keluhan kepada manusia. Akan tetapi, termasuk perkara-perkara lumrah, sudah menjadi kebiasaan saling tolong menolong antar sesama manusia satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, Yusuf berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat di antara dua pemuda itu,
﴾ ٱذۡكُرۡنِي عِندَ رَبِّكَ ﴿
"Terangkan keadaanku kepada tuanmu." (Yusuf: 42).
b Seyogyanya dan lebih ditekankan lagi pada seorang guru adalah aspek realisasi ikhlas yang sempurna dalam proses penga-jaran. Jangan sampai ia menjadikannya sebagai sarana untuk meng-harapkan timbal-balik dari seseorang, baik berkaitan dengan harta, jabatan dan jasa. Dan janganlah ia menolak untuk mengajar atau menasihati, bila penanya tidak mengerjakan beban yang dipikulkan padanya oleh sang pendidik. Sesungguhnya Yusuf عليه السلام telah menga-takan dan berpesan kepada salah seorang pemuda (yang bersama-nya di penjara) untuk menerangkan kondisinya kepada tuannya. Akan tetapi, ia tidak ingat dan lupa. Ketika muncul kebutuhan me-reka untuk bertanya kepada Yusuf, mereka pun mengutus pemuda itu, dia datang dengan bertanya, meminta fatwa tentang mimpi raja. Yusuf tidak mencercanya, tidak menjelek-jelekkannya lantaran meninggalkan pesannya (kepada tuannya). Justru beliau langsung menjawabnya dengan komplet dari seluruh sisi.
b Seyogyanya orang yang ditanya menuntun penanya akan perkara yang berguna baginya, yang bertalian dengan inti pertanya-annya dan mengarahkannya kepada jalan yang akan bermanfaat baginya dalam agama maupun dunianya. Sesungguhnya tindakan ini termasuk sebagian dari kesempurnaan ketulusan hatinya, kecer-dikan dan kecakapan dalam pengarahan. Sesungguhnya Yusuf عليه السلام tidak hanya sebatas menakwilkan mimpi raja. Bahkan dia –bersama dengan itu- menunjukkan kebijakan yang mesti mereka kerjakan pada tahun-tahun yang subur, dengan memperbanyak penanaman dan pemungutan hasil.
b Seseorang tidak (layak) dicela dalam usaha menepis tuduhan dari dirinya dan mencari kebebasan diri darinya. Bahkan upaya itu terpuji. Seperti penolakan Yusuf untuk keluar dari penjara sehingga jelaslah bersihnya reputasi namanya bagi mereka dari keterlibatan dengan para wanita yang memotong-motong tangan mereka.
b Penjelasan keutamaan ilmu, (yaitu) ilmu hukum-hukum dan syariat, dan ilmu penakwilan mimpi, serta ilmu manajemen dan pendidikan. (Penguasaan) ilmu-ilmu itu lebih utama bagi seseorang ketimbang penampilan lahiriah, meskipun ketampanannya menya-mai ketampanan Yusuf. Sesungguhnya Yusuf malah mengalami ujian dan dijebloskan penjara karena ketampanannya. Sementara itu, karena ilmunya, dia memperoleh kemuliaan, ketinggian derajat dan memegang kekuasaan di bumi. Sesungguhnya setiap kebaikan di dunia dan akhirat adalah atas pengaruh ilmu dan faktor-faktor pendukungnya.
b Sesungguhnya ilmu penakwilan mimpi termasuk ilmu syar'i, pemiliknya memperoleh pahala atas (ketekunannya) dalam mem-pelajari dan mengajarkannya, dan bahwa penakwilan mimpi terma-suk ke dalam ranah pemberian fatwa. Hal ini berdasarkan perkataan Yusuf kepada pemuda itu,
﴾ قُضِيَ ٱلۡأَمۡرُ ٱلَّذِي فِيهِ تَسۡتَفۡتِيَانِ 41 ﴿
"Telah terjawab perkara yang kamu tanyakan (kepadaku)." (Yusuf: 41).
Dan raja berkata,
﴾ أَفۡتُونِي فِي رُءۡيَٰيَ ﴿
"Terangkanlah kepadaku tentang takwil mimpiku itu." (Yusuf: 43). Dan pemuda itu berkata kepada Yusuf,
﴾ أَفۡتِنَا فِي سَبۡعِ بَقَرَٰتٖ ﴿
"Terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi…." (Yusuf: 46).
Maka tidak boleh lancang mena'birkan mimpi tanpa dasar ilmu.
b Sesungguhnya tidak masalah seseorang memberitahukan tentang (kecakapan) dirinya yang berbentuk sifat-sifat yang sem-purna, berupa ilmu dan amal jika menyebabkan kemaslahatan. Se-lama hamba tersebut tidak berniat untuk riya (pamer) dan selamat dari kedustaan, berdasarkan perkataaan Yusuf,
﴾ ٱجۡعَلۡنِي عَلَىٰ خَزَآئِنِ ٱلۡأَرۡضِۖ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٞ 55 ﴿
"Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir), sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga dan berpengetahuan." (Yusuf: 55).
Begitu pula, (memegang) jabatan tidak tercela, jika pemegang-nya melaksanakan sesuai dengan kemampuannya yang berkaitan dengan hak-hak Allah dan hak-hak sesama manusia, dan bahwa tidak masalah memintanya bila dia adalah orang yang paling besar kecakapannya daripada orang lain. Sisi celaannya muncul, bila tidak ada kecakapan pada dirinya atau masih ada orang lain yang sebanding dengannya atau bahkan lebih tinggi (keahliannya) dari-padanya, atau dia tidak berniat untuk menegakkan perintah Allah. Dengan sebab-sebab ini, meminta jabatan dan menawarkan diri padanya adalah dilarang (dalam agama).
b Sesungguhnya Allah Mahaluas kemurahan dan kemuliaan-Nya, bermurah hati kepada hambaNya dengan (mengucurkan) kebaikan dunia dan akhirat, dan bahwa kebaikan akhirat itu mem-punyai dua faktor (yang mendatangkannya): keimanan dan ketak-waan, dan bahwa ia lebih baik dibandingkan balasan duniawi dan kerajaannya, dan bahwa seorang hamba seharusnya mendakwahi dirinya, dan menjadikannya merindukan balasan dari Allah. Jangan membiarkan dirinya dirundung kesedihan ketika menyaksikan hamba dunia bergelimang dengan nikmat dunia dan kelezatannya, sementara dia tidak mampu melakukannya. Akan tetapi, hendak-lah dia menghibur hatinya dengan pahala Allah di akhirat dan ke-utamaannya yang agung, berdasarkan Firman Allah,
﴾ وَلَأَجۡرُ ٱلۡأٓخِرَةِ خَيۡرٞ لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَكَانُواْ يَتَّقُونَ 57 ﴿
"Dan pahala akhirat lebih baik bagi orang-orang yang beriman sedang mereka dalam keadaan bertakwa." (Yusuf: 57).
b Sesungguhnya pungutan pajak kekayaan jika dimaksudkan untuk memberikan kelonggaran (ekonomi) bagi manusia tanpa me-nimbulkan bahaya yang dapat mengenai mereka, tidaklah masalah. Yusuf memerintahkan mereka untuk mengambil pajak kekayaan dan makanan-makanan di musim-musim subur sebagai persiapan menghadapi tahun-tahun paceklik. Kebijakan ini tidak bertentangan dengan tawakal kepada Allah. Bahkan seorang hamba harus berta-wakal kepada Allah dan menempuh sebab-sebab yang mendatang-kan manfaat dalam agama dan duniawinya.
b Kecakapan Yusuf dalam pengelolaan. Beliau memegang kendali perbendaharaan negara sehingga kekayaan menjadi melim-pah bagi mereka. Akibatnya, orang-orang dari berbagai tempat ber-bondong-bondong ke Mesir untuk mencari bahan makanan. Karena mereka tahu adanya suplai berlimpah padanya. Bahkan kecakapan beliau, sampai tingkat bahwa beliau tidaklah menimbangkan bagi seseorang kecuali sesuai kadar kebutuhannya atau kurang darinya. Setiap yang datang tidak menerima lebih dari timbangan unta dan beban yang bisa diangkatnya.
b Disyariatkannya menyambut tamu, dan penyambutan itu termasuk kebiasaan para rasul dan cara menghormati tamu. Hal ini berdasarkan perkataan Yusuf kepada para saudaranya,
﴾ أَلَا تَرَوۡنَ أَنِّيٓ أُوفِي ٱلۡكَيۡلَ وَأَنَا۠ خَيۡرُ ٱلۡمُنزِلِينَ 59 ﴿
"Tidakkah kamu melihat bahwa aku menyempurnakan sukatan, dan aku adalah sebaik-baik penerima tamu?" (Yusuf: 59).
b Sesungguhnya berprasangka buruk karena keberadaan qa-rinah yang mendukungnya, bukanlah tindakan yang terlarang maupun diharamkan. Karena Ya'qub berkata kepada anak-anaknya setelah enggan melepaskan Yusuf bersama mereka, sampai akhir-nya mereka berusaha membujuknya dengan usaha yang sangat gi-gih. Setelah itu, beliau berkata kepada mereka setelah mereka tidak membawanya kembali (pulang) dan berdusta bahwa serigala telah memangsanya,
﴾ بَلۡ سَوَّلَتۡ لَكُمۡ أَنفُسُكُمۡ أَمۡرٗاۖ ﴿
"Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu." (Yusuf: 83).
Beliau berkata kepada mereka mengenai saudaranya yang lain,
﴾ هَلۡ ءَامَنُكُمۡ عَلَيۡهِ إِلَّا كَمَآ أَمِنتُكُمۡ عَلَىٰٓ أَخِيهِ مِن قَبۡلُ ﴿
"Bagaimana (mungkin) aku akan mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu melainkan sebagaimana aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu." (Yusuf: 64).
Berikutnya, ketika Yusuf menahannya (Bunyamin) lalu sau-dara-saudaranya menghampiri ayah mereka, maka Ya'qub berkata,
﴾ بَلۡ سَوَّلَتۡ لَكُمۡ أَنفُسُكُمۡ أَمۡرٗاۖ ﴿
"Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu." (Yusuf: 83).
Pada kejadian yang terakhir –walaupun mereka tidak mela-kukan keteledoran–, sungguh telah terjadi peristiwa yang mengaki-batkan ayah mereka mengatakan perkataan yang sudah terlontar-kan, tanpa menyebabkan dosa ataupun kesalahan.
b Menggunakan faktor penyebab yang dapat menangkal pe-ngaruh buruk al-'ain (penyakit pandangan mata yang hasad) atau kejelekan lainnya atau yang dapat menyelesaikan masalah itu sete-lah terjadi bukanlah perbuatan yang terlarang, bahkan hukumnya jaiz (boleh). Meskipun sesuatu itu tidaklah terjadi melainkan karena ketetapan dan takdir Allah. Hanya saja, usaha-usaha tersebut juga masuk dalam ketetapan dan takdir Allah, ini berdasarkan perintah Ya'qub di mana beliau berkata,
﴾ يَٰبَنِيَّ لَا تَدۡخُلُواْ مِنۢ بَابٖ وَٰحِدٖ وَٱدۡخُلُواْ مِنۡ أَبۡوَٰبٖ مُّتَفَرِّقَةٖۖ ﴿
"Hai anak-anakku, janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlainan." (Yusuf: 67).
b Bolehnya memanfaatkan tipu daya yang dapat mengantar-kan pada peraihan hak-hak dan bahwa mengetahui cara-cara raha-sia yang dapat merealisasikan tujuan-tujuan adalah termasuk aspek yang membuat seorang hamba dipuji. Yang terlarang ialah, me-munculkan rekayasa untuk menggugurkan kewajiban atau berbuat haram.
b Seyogyanya seseorang yang ingin mengalihkan perhatian orang lain pada sebuah masalah yang tidak ingin diketahui (oleh orang lain), agar menggunakan ucapan atau perbuatan kiasan (al-ma'aridh) yang menjaganya dari k