Al-Kahf Ayat 24
اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُ ۖوَاذْكُرْ رَّبَّكَ اِذَا نَسِيْتَ وَقُلْ عَسٰٓى اَنْ يَّهْدِيَنِ رَبِّيْ لِاَقْرَبَ مِنْ هٰذَا رَشَدًا ( الكهف: ٢٤ )
'Illā 'An Yashā'a Allāhu Wa Adhkur Rabbaka 'Idhā Nasīta Wa Qul `Asaá 'An Yahdiyanī Rabbī Li'qraba Min Hādhā Rashadāan. (al-Kahf 18:24)
Artinya:
kecuali (dengan mengatakan), “Insya Allah.” Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat (kebenarannya) daripada ini.” (QS. [18] Al-Kahf : 24)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
kecuali engkau janjikan hal itu dengan mengatakan Insya Allah, yakni jika dikehendaki Allah. Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa mengaitkan janjimu dengan kehendak Allah, begitu engkau ingat, kaitkanlah janjimu itu dengan mengatakan Insya Allah dan katakanlah wahai Nabi Muhammad, "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepadaku untuk menjelaskan sesuatu kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini, yakni dari kisah penghuni gua dalam memberi petunjuk kepada kenabianku."
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Dalam ayat ini, Allah swt menerangkan bahwa jawaban Nabi terhadap pertanyaan orang-orang musyrik Mekah hendaklah disertai dengan kata-kata "insya Allah" yang artinya "jika Allah mengizinkan". Sebab ada kemungkinan seseorang akan meninggal dunia sebelum hari besok itu datang dan barangkali ada suatu halangan, sehingga dia tidak dapat mengerjakan apa yang diucapkannya itu. Bilamana dia menyertainya dengan kata insya Allah, tentulah dia tidak dipandang pendusta dalam janjinya.
Sekiranya seseorang terlupa mengucapkan kata-kata insya Allah dalam janjinya, hendaklah dia mengucapkan kalimat itu sewaktu dia teringat kapan saja. Sebagai contoh pernah Rasul saw mengucapkan kata insya Allah setelah dia teringat. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa beliau mengucapkan, "Demi Allah pasti akan memerangi Quraisy," kemudian beliau diam lalu berkata, "Insya Allah ........"
Allah swt kemudian menyuruh Rasul-Nya supaya mengharapkan dengan sangat kepada-Nya supaya Allah memberikan petunjuk kepada beliau ke jalan yang lebih dekat kepada kebaikan dan lebih kuat untuk dijadikan alasan bagi kebenaran agama. Allah swt telah memenuhi harapan Nabi saw tersebut dengan menurunkan kisah nabi-nabi beserta umat mereka masing-masing pada segala zaman. Dari kisah nabi-nabi dan umatnya itu, umat Islam memperoleh pelajaran yang sangat berfaedah bagi kehidupan mereka dunia dan akhirat.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa.
menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah apabila kamu lupa mengucapkan pengecualian (Insya Allah), maka sebutkanlah pengecualian itu saat kamu ingat kepadanya. Demikianlah menurut Abul Aliyah dan Al-Hasan Al-Basri.
Hasyim telah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan seorang lelaki yang bersumpah bahwa ia boleh mengucapkan Insya Allah sekalipun dalam jarak satu tahun lamanya, dan ia mengucapkan firman-Nya:
Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa.
Maksudnya, mengucapkan kata Insya Allah itu. Dikatakan kepada Al-A'masy, "Apakah engkau mendengarnya dari Mujahid?" Al-A'masy menjawab bahwa telah menceritakan kepadanya Lais ibnu Abu Sulaim, dan mengatakan bahwa Kisai mempunyai pendapat yang sama dengan ini.
Imam Tabrani telah meriwayatkannya melalui hadis Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy dengan sanad yang sama.
Pada garis besarnya pendapat Ibnu Abbas mengatakan bahwa seseorang masih boleh mengucapkan Insya Allah, sekalipun lamanya satu tahun dari sumpahnya itu. Dengan kata lain, apabila ia bersumpah, lalu berlalu satu tahun dan ia baru teringat bahwa ketika bersumpah ia belum menyebut kalimat Insya Allah, maka hendaklah ia menyebutkannya saat ingat.
Menurut tuntunan sunnah, hendaknya orang yang bersangkutan mengucapkan Insya Allah agar ia beroleh pahala karena mengerjakan anjuran sunah, sekalipun hal ini dilakukannya sesudah sumpahnya dilanggar. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Jarir rahimahullah. Dan ia memberikan ulasan dalam nasnya, bahwa kalimat Insya Allah itu bukan dimaksud untuk menghapus sangsi kifarat sumpah yang dilanggarnya. Apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini merupakan takwil yang benar terhadap pendapat Ibnu Abbas.
Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa.
Bahwa makna yang dimaksud dengan iza nasita ialah bila kamu marah.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Haris Al-Jabali, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, dari Abdul Aziz ibnu Husain, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu, "Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut), 'Insya Allah'.
Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa.
Yaitu dengan cara menyebut kalimat Insya Allah
Imam Tabrani telah meriwayatkan pula melalui Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa.
Maksudnya, jika kamu lupa mengucapkan kalimat Insya Allah, maka sebutkanlah kalimat itu jika kamu ingat. Kemudian Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa hal ini hanya khusus bagi Rasulullah Saw, tidak diperbolehkan bagi seorang pun dari kita mengucapkan kalimat istisna (Insya Allah) ini kecuali bila berhubungan langsung dengan sumpahnya (yakni tidak ada jarak pemisah). Imam Tabrani mengatakan bahwa hal ini diriwayatkan secara munfarid oleh Al-Walid, dari Abdul Aziz ibnul Husain.
Makna ayat mengandung takwil lain, yaitu bahwa melalui ayat ini Allah memberikan petunjuk kepada seseorang yang lupa akan sesuatu dalam pembicaraannya, agar ia mengingat Allah Swt. karena sesungguhnya lupa itu bersumber dari setan. Seperti yang disebutkan oleh pemuda yang menemani Musa, yang perkataannya disitir oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan. (Al Kahfi:63)
Sedangkan mengingat Allah itu dapat mengusir setan. Apabila setan telah pergi, maka lenyaplah lupa itu. Zikrullah atau mengingat Allah adalah penyebab bagi sadarnya ingatan dari keterlupaannya. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
Dan ingatlah Tuhanmu jika kamu lupa.
Firman Allah Swt.:
...dan katakanlah, "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini."
Artinya, apabila kamu ditanya tentang sesuatu yang tidak kamu ketahui, maka mintalah kepada Allah tentang jawabannya, dan mohonlah kepada-Nya dengan segenap jiwa ragamu agar Dia memberimu taufik ke jalan yang benar dan diberi petunjuk jawabannya. Menurut pendapat yang lain, menafsirkan ayat dengan tafsiran yang lain daripada ini.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Kecuali dengan menyebut "Insya Allah") artinya, mengecualikannya dengan menggantungkan hal tersebut kepada kehendak Allah, seumpamanya kamu mengatakan Insya Allah (Dan ingatlah kepada Rabbmu) yaitu kepada kehendak-Nya seraya menggantungkan diri kepada kehendak-Nya (jika kamu lupa) ini berarti jika ingat kepada kehendak-Nya sesudah lupa, sama dengan ingat kepada kehendak-Nya sewaktu mengatakan hal tersebut. Hasan dan lain-lainnya mengatakan, "Selagi seseorang masih dalam majelisnya" (dan katakanlah, "Mudah-mudahan Rabbku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat daripada ini) yaitu berita tentang Ashhabul Kahfi untuk menunjukkan kebenaran kenabianku (kebenarannya") yakni petunjuk yang lebih benar, dan memang Allah memperkenankan hal tersebut.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Kecuali jika kamu mengaitkannya dengan kehendak Allah dengan mengatakan, "Insya Allah (jika Allah menghendaki hal itu terjadi)." Apabila kamu melupakan sesuatu, maka tutupilah kekurangan dirimu dengan mengingat Allah. Katakan pula jika kamu berniat untuk melakukan suatu pekerjaan, dan kamu telah mengaitkannya dengan kehendak Tuhan, "Semoga Tuhan memberikan perkenan kepadaku untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dan lebih terarah dari apa yang kuinginkan."
6 Tafsir as-Saadi
"Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu, 'Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu
besok pagi, kecuali (de-ngan menyebut), 'Insya Allah'.' Dan ingatlah
kepada Rabbmu jika kamu lupa dan katakanlah, 'Mudah-mudahan Rabbku akan mem-beriku petunjuk
kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini'." (Al-Kahfi: 23-24).
(23) Larangan ini adalah sebagaimana larangan lainnya, sekalipun
penyebabnya khusus dan ditujukan kepada Rasulullah, akan tetapi arah pembicaraannya umum, untuk
semua kalangan mukallaf. Allah melarang seorang hamba mengatakan dalam urusan yang akan datang,
﴾ إِنِّي فَاعِلٞ ذَٰلِكَ ﴿ "Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu," tanpa menggandengkannya dengan kehendak Allah. Demikian itu, karena sikap tersebut memuat sebuah larangan. Yaitu berbicara tentang perkara ghaib yang akan datang, yang mana dia tidak me-ngetahui apakah dia akan mengerjakannya ataukah tidak? Dan apakah akan terjadi atau tidak? Pada ungkapan itu (tanpa mengait-kan dengan kehendak Allah) mengandung pengertian mengembali-kan sebuah perbuatan kepada kehendak seorang hamba belaka, dan sikap demikian ini dilarang lagi diharamkan. Sebab, semua kehendak adalah milik Allah.
﴾ وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ 29 ﴿
"Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila
dikehendaki Allah, Rabb semesta alam." (At-Takwir: 29).
Dan karena pada penyertaan kehendak Allah memuat unsur memuluskan dan memudahkan urusan,
teraihnya berkah serta unsur meminta bantuan dari hamba kepada Rabbnya.
(24) Ketika seorang hamba itu adalah manusia yang pasti mengalami
kelupaan untuk mengingat kehendak Allah, maka Dia memerintahkannya untuk mengecualikannya
setelah itu bila ingat, agar terwujudkan apa yang diinginkan dan tertampik bahaya dari-nya.
Keterangan ini terambil dari keumuman FirmanNya, ﴾ وَٱذۡكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ ﴿ "Dan ingatlah kepada Rabbmu jika kamu lupa." Perintah mengingat Allah ketika lupa, karena dapat menghilangkan dan mengingatkan seseorang apa yang dia lupakan. Begitu juga, orang alpa lagi lupa (mengingat Allah) diperintahkan supaya menyebut nama Rabbnya agar tidak menjadi orang yang benar-benar lalai.
Tatkala seorang hamba membutuhkan taufik Allah agar dapat meraih kebenaran dan tidak mengalami kesalahan dalam perkataan dan perbuatannya, maka Allah memerintahkannya agar mengucap-kan, ﴾
عَسَىٰٓ أَن يَهۡدِيَنِ رَبِّي لِأَقۡرَبَ مِنۡ هَٰذَا رَشَدٗا ﴿ "Mudah-mudahan Rabbku akan
mem-beriku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini." Allah memerintahkannya
agar berdoa dan mengharapNya serta percaya kepada Allah bahwa Dia akan menunjukkan kepadanya
jalan paling pintas yang mengantarkan kepada kebenaran. Seharusnya seorang hamba keadaannya
seperti ini, lalu dia mencurahkan segenap ke-sungguhannya dan mengerahkan kemampuannya dalam
mencari petunjuk dan kebenaran supaya dia diberi taufik untuk tujuan itu, dan agar pertolongan
datang dari Rabbnya kepada dirinya dan meluruskan seluruh perkaranya.