Mujahid dan Qatadah serta lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
dengan berada di tepi.
Yakni berada dalam keraguan.
Yang lainnya selain mereka mengatakan berada di tepi, seperti di tepi sebuah bukit.
Dengan kata lain, ia masuk Islam dengan hati yang tidak sepenuhnya, jika menjumpai hal yang disukainya, ia tetap berada dalam Islam, dan jika tidak, maka ia kembali kafir.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Bukair, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abul Husain, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi.
Dahulu seorang lelaki datang ke Madinah. Jika istrinya melahirkan bayi laki-laki serta kudanya beranak pula, maka ia mengatakan bahwa Islam adalah agama yang baik (membawa keberuntungan). Tetapi jika istrinya tidak melahirkan serta kudanya tidak melahirkan juga, maka ia mengatakan bahwa Islam adalah agama yang buruk (pembawa kesialan).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Asy'as ibnu Ishaq Al-Qummi, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu ada segolongan orang Badui datang kepada Nabi Saw. lalu masuk Islam. Bila mereka telah kembali ke kampung halaman mereka, lalu mereka menjumpai musim hujan dan musim subur serta musim melahirkan anak yang banyak, maka mereka berkata, "Sesungguhnya agama kita adalah agama yang baik," maka mereka berpegangan kepadanya. Tetapi bila mereka menjumpai tahun kekeringan dan paceklik serta jarang adanya kelahiran, maka mereka berkata, "Tiada suatu kebaikan pun pada agama kita ini." Maka Allah Swt. menurunkan kepada Nabi-Nya ayat berikut, yaitu firman-Nya:
Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi, maka jika ia memperoleh kebaikan, tetaplah ia dalam keadaan itu., hingga akhir ayat.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa seseorang dari mereka apabila tiba di Madinah yang terletak tidakjauh dari tempat tinggal mereka, maka jika tubuhnya sehat selama di Madinah dan Kudanya melahirkan anak serta istrinya beranak laki-laki, ia puas dan tenang terhadap agama Islam yang baru dipeluknya, lalu ia mengatakan bahwa sejak ia masuk Islam tiada yang ia peroleh kecuali kebajikan belaka.
dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana.
Fitnah dalam ayat ini artinya bencana atau musibah. Yakni bila ia terserang wabah penyakit Madinah, dan istrinya melahirkan anak perempuan, serta zakat datang terlambat kepadanya, maka setan datang kepadanya membisikkan kata-kata, "Demi Tuhan. Sejak kamu masuk agama Islam, tiada yang kamu peroleh selain keburukan." Yang demikian itu adalah fitnahnya.
Hal yang sama telah disebutkan oleh Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Juraij serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf sehubungan dengan tafsir ayat ini.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, orang yang berwatak demikian adalah orang munafik. Jika ia beroleh kemaslahatan di dunianya, ia tetap melakukan ibadahnya. Tetapi jika dunianya rusak serta tidak beroleh keuntungan, maka ia kembali kepada kekafirannya. Dia tidak menetapi ibadahnya kecuali bila mendapat kebaikan dalam kehidupannya. Jika ia tertimpa musibah atau bencana atau kesempitan duniawi, maka ia tinggalkan Islam dan kembali kepada kekafirannya.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
berbaliklah ia ke belakang.
Yaitu ia murtad dan kafir kembali.
Firman Allah Swt.:
Rugilah ia di dunia dan di akhirat.
Artinya dia tidak mendapatkan sesuatu pun dari dunia ini, adapun di akhirat karena ia telah kafir kepada Allah Yang Mahabesar, maka nasibnya sangat celaka dan sangat terhina. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.
Yakni hal seperti itu merupakan kerugian yang besar dan transaksi yang rugi.