Hal ini merupakan pelajaran dari Allah kepada orang-orang mukmin dalam kisah Aisyah r.a. saat sebagian dari mereka memperbincangkan hal yang buruk dan pergunjingan mereka tentang berita bohong tersebut. Allah Swt. berfirman:
Mengapa di waktu kalian mendengar berita bohong itu (yakni tuduhan yang dilontarkan terhadap diri Siti Aisyah r.a.) orang-orang mukmin dan mu’minat tidak berprasangka baik terhadap diri mereka sendiri. (An Nuur:12)
Yaitu mengapa pada diri mereka sendiri seandainya tuduhan seperti itu dilontarkan terhadap diri mereka. Jika tuduhan tersebut tidak layak dilontarkan terhadap diri mereka, maka terlebih lagi tidak layaknya jika dilontarkan kepada Ummul Mu’minin, ia lebih bersih dari pada diri mereka.
Menurut pendapat lain, ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Ayub Khalid ibnu Zaid Al-Ansari dan istrinya.
Seperti yang disebutkan di dalam riwayat Imam Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar, dari ayahnya, dari sebagian orang yang terkemuka dari kalangan Bani Najjar, bahwa Abu Ayub Khalid ibnu Zaid Al-Ansari ditanya oleh istrinya (yaitu Ummu Ayub), "Hai Abu Ayub, tidakkah engkau mendengar apa yang dikatakan oleh orang-orang tentang Aisyah r.a." Abu Ayub menjawab, "Ya, berita tersebut adalah dusta. Apakah engkau berani melakukan hal tersebut (seperti yang dituduhkan oleh mereka), hai Ummu Ayub?" Ummu Ayub menjawab, "Tidak, demi Allah, aku benar-benar tidak akan melakukan hal tersebut." Maka Abu Ayub menjawab, "Aisyah, demi Allah, lebih baik daripada kamu."
Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa setelah diturunkan ayat Al-Qur'an yang menyebutkan tentang apa yang telah dituduhkan oleh para penyiar berita bohong terhadap diri Aisyah, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kalian juga. (An Nuur:11) Maksudnya, Hassan dan teman-temannya yang mengatakan berita bohong itu. Kemudian Allah Swt. berfirman: Mengapa di waktu kalian mendengar berita bohong itu orang-orang mukmin dan mu’minat tidak berprasangka baik. (An Nuur:12), hingga akhir ayat. Yakni seperti apa yang dikatakan oleh Abu Ayub dan istrinya.
Muhammad ibnu Umar Al-Waqidi mengatakan telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Habib, dari Daud ibnul Husain, dari Abu Sufyan, dari Aflah maula Abu Ayyub, bahwa Ummu Ayyub berkata kepada Abu Ayyub, "Tidakkah engkau mendengar apa yang dikatakan oleh orang-orang tentang Aisyah?" Abu Ayyub menjawab, "Ya, benar, dan itu adalah berita bohong. Apakah kamu berani melakukan hal itu, hai Ummu Ayyub?" Ummu Ayyub menjawab, "Tidak, demi Allah." Abu Ayyub berkata, "Aisyah, demi Allah, lebih baik daripada kamu." Setelah diturunkan wahyu yang menceritakan tentang para penyiar berita bohong itu, Allah Swt. berfirman: Mengapa di waktu kalian mendengar berita bohong itu orang-orang mukmin dan mukminat tidak berprasangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata, "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.” (An Nuur:12) Yaitu seperti yang dikatakan oleh Abu Ayyub saat berkata kepada istrinya, Ummu Ayyub.
Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya orang yang berprasangka baik itu hanyalah, Ubay ibnu Ka'b.
Firman Allah Swt.:
orang-orang mukmin (tiada) berprasangka. (An Nuur:12), hingga akhir ayat.
Artinya, mengapa mereka tidak berprasangka baik, karena sesungguhnya Ummul Mu’minin adalah orang yang ahli kebaikan dan lebih utama sebagai ahli kebaikan. Hal ini berkaitan dengan hati, yakni batin orang yang bersangkutan.
Firman Allah Swt.:
Dan (mengapa tidak) berkata, "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.” (An Nuur:12)
Kemudian lisan mereka mengatakan bahwa berita tersebut adalah dusta dan bohong belaka yang mereka lontarkan terhadap pribadi Siti Aisyah Ummul Mu’minin. Karena sesungguhnya kejadian yang sebenarnya sama sekali tidak mengandung hal yang mencurigakan, sebab Siti Aisyah Ummul Mu’minin datang dengan mengendarai unta Safwan ibnul Mu'attal di waktu tengah hari, sedangkan semua pasukan menyaksikan kedatangan tersebut dan Rasulullah Saw. ada di antara mereka. Seandainya hal tersebut mengandung kecurigaan, tentulah kedatangan tersebut tidak dilakukan secara terang-terangan, tentu pula kedatangan keduanya tidak mau disaksikan oleh semua orang yang ada dalam pasukan itu. Bahkan dengan segala upaya seandainya mengandung hal yang mencurigakan, tentu kedatangan mereka dilakukan dengan sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh orang lain. Berdasarkan kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa apa yang mereka lontarkan terhadap diri Siti Aisyah berupa tuduhan tidak baik hanyalah bohong belaka dan buat-buatan, serta tuduhan keji dan merupakan transaksi yang merugikan pelakunya.