Hud Ayat 95
كَاَنْ لَّمْ يَغْنَوْا فِيْهَا ۗ اَلَا بُعْدًا لِّمَدْيَنَ كَمَا بَعِدَتْ ثَمُوْدُ ࣖ ( هود: ٩٥ )
Ka'an Lam Yaghnaw Fīhā 'Alā Bu`dāan Limadyana Kamā Ba`idat Thamūdu. (Hūd 11:95)
Artinya:
seolah-olah mereka belum pernah tinggal di tempat itu. Ingatlah, binasalah penduduk Madyan sebagaimana kaum samud (juga) telah binasa. (QS. [11] Hud : 95)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Keberadaan kaum Nabi Syuaib yang dibinasakan Allah seolah-olah mereka belum pernah tinggal di tempat itu, karena semua makhluk hidup telah binasa dan bangunan tempat tinggal mereka pun telah hancur. Ingatlah, binasalah penduduk Madyan sebagaimana kaum Samud juga telah binasa dengan suara yang mengguntur; kaum Samud dibinasakan oleh suara yang mengguntur dari bawah, sedang penduduk Madyan dibinasakan oleh suara yang mengguntur dari atas akibat kedurhakaan dan kesombongan mereka.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Negeri Madyan sesudah malapetaka itu menjadi sunyi sepi seakan-akan belum pernah didiami manusia. Sungguh celaka nasib mereka dan terjauhlah mereka dari rahmat dan kasih sayang Allah karena keingkaran dan kedurhakaan mereka sama halnya dengan nasib kaum namud.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu.
Yakni seakan-akan sebelum itu mereka belum pernah hidup di rumah mereka.
Ingatlah, kebinasaanlah bagi penduduk Madyan sebagaimana kaum Samud telah binasa.
Tempat tinggal orang-orang Madyan bertetangga-dengan orang-orang Samud, mereka serupa dalam hal kekufuran dan suka membegal (merampok), kedua-duanya adalah bangsa Arab.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Seolah-olah) mereka; lafal ka-an adalah bentuk takhfif daripada lafal ka-anna (belum pernah tinggal di tempat tinggalnya itu, di tempat mereka bermukim. Ingatlah, kebinasaanlah bagi penduduk Madyan sebagaimana kaum Tsamud telah binasa).
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Selesailah ihwal mereka dan lenyaplah jejak mereka. Seakan-akan mereka tidak pernah tinggal di negeri itu. Ihwal mereka menyiratkan sesuatu yang harus diperhatikan dan diambil pelajarannya oleh setiap orang yang berakal. Ingat, penduduk Madyan dihancurkan dan dijauhkan dari rahmat Allah seperti pendahulu mereka, kaum Tsamûd.
6 Tafsir as-Saadi
"Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara me-reka, Syu'aib. Dia berkata, 'Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Ilah bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan. Sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu), dan sesungguhnya aku khawatir terha-dapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat).' (Dan Syu'aib berkata), 'Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu.' Mereka berkata, 'Hai Syu'aib, apakah shalatmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan tuhan yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami mem-perbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguh-nya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal'." (Hud: 84-87)
"Syu'aib berkata, 'Hai kaumku, bagaimana pendapatmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Rabbku dan Dia menganu-gerahiku dari padaNya rizki yang baik (patutkah aku menyalahi perintahNya). Dan aku tidak berkehendak menyalahimu (dengan mengerjakan) sesuatu yang aku larangkan untukmu. Tidaklah aku bermaksud melainkan (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal, dan hanya kepadaNya-lah aku kembali. Hai kaumku, janganlah per-tentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kamu. Dan mohonlah ampun kepada Rabb-mu kemudian bertaubatlah kepadaNya. Sesungguhnya Rabbku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.' Mereka berkata, 'Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu, dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah karena keluargamu, tentu-lah kami telah merajammu, sedang kamu pun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami'." (Hud: 88-91).
"Syu'aib menjawab, 'Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu daripada Allah, sedang Allah kamu jadikan sesuatu yang terbuang di belakangmu? Sesungguhnya (pengetahuan) Rabbku meliputi apa yang kamu kerjakan.' Dan (dia berkata), 'Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, sesung-guhnya aku pun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan siapa yang ber-dusta. Dan tunggulah azab (Rabb), sesungguhnya aku pun menunggu bersama kamu.' Dan tatkala datang azab Kami, maka Kami se-lamatkan Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengannya dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zhalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka bergelimpangan di tempat tinggalnya. Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, kebinasaanlah bagi pen-duduk Madyan sebagaimana kaum Tsamud telah binasa." (Hud: 92:95)
(84)(وَ) "Dan" Kami utus ﴾ إِلَىٰ مَدۡيَنَ ﴿ "kepada (penduduk) Mad-yan", Madyan adalah kabilah yang terkenal yang tinggal di Madyan, dekat Palestina, ﴾ أَخَاهُمۡ ﴿ "saudara mereka", senasab, yaitu ﴾ شُعَيۡبٗاۚ ﴿ "Syu'aib." Karena mereka mengenalnya dan bisa mengambil agama darinya. Syu'aib berkata kepada mereka, ﴾ يَٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرُهُۥۖ ﴿ "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada tuhan bagimu selain Dia." Maksudnya, ikhlaskanlah ibadah kepadaNya, karena mereka ketika itu menyekutukanNya dengan sesuatu, di samping itu me-reka berlaku culas dalam timbangan dan takaran. Oleh karena itu, Syu'aib melarang mereka melakukan itu, dia berkata,﴾ وَلَا تَنقُصُواْ ٱلۡمِكۡيَالَ وَٱلۡمِيزَانَۖ ﴿ "Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan", akan tetapi penuhilah timbangan dan takaran dengan adil. ﴾ إِنِّيٓ أَرَىٰكُم بِخَيۡرٖ ﴿ "Sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu)." Maksudnya, berada dalam kenikmatan yang melimpah, kesehatan dan harta serta anak-anak, maka bersyukurlah kepada Allah atas pemberianNya kepadamu. Jangan kufur terhadap nikmat Allah karena Dia bisa mencabutnya darimu. ﴾ وَإِنِّيٓ أَخَافُ عَلَيۡكُمۡ عَذَابَ يَوۡمٖ مُّحِيطٖ ﴿ "Dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang mem-binasakan (Kiamat)." Yakni azab yang mengelilingimu dan tidak menyisakan apa pun.
(85) ﴾ وَيَٰقَوۡمِ أَوۡفُواْ ٱلۡمِكۡيَالَ وَٱلۡمِيزَانَ بِٱلۡقِسۡطِۖ ﴿ "Hai kaumku, cukupkan-lah takaran dan timbangan dengan adil", yang mana kamu rela agar diperlakukan demikian. ﴾ وَلَا تَبۡخَسُواْ ٱلنَّاسَ أَشۡيَآءَهُمۡ ﴿ "Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka." Maksudnya, janganlah mengurangi hak-hak manusia dengan melakukan kecurangan de-ngan mengurangi timbangan dan takaran. ﴾ وَلَا تَعۡثَوۡاْ فِي ٱلۡأَرۡضِ مُفۡسِدِينَ ﴿ "Dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat ke-rusakan." Karena terus-menerus berbuat maksiat akan merusak agama, akidah, dunia, dan membinasakan tanaman dan ternak.
(86) ﴾ بَقِيَّتُ ٱللَّهِ خَيۡرٞ لَّكُمۡ ﴿ "Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu." Maksudnya, sesuatu yang disisakan untukmu dari kebaikan dan sesuatu yang ada padamu adalah cukup bagimu. Ja-ngan tamak kepada sesuatu yang kamu tidak memerlukannya dan justru merugikanmu. ﴾ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَۚ ﴿ "Jika kamu orang-orang yang beriman," maka lakukanlah sesuai dengan tuntutan iman. ﴾ وَمَآ أَنَا۠ عَلَيۡكُم بِحَفِيظٖ ﴿ "Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu." Aku bukanlah penjaga dan penanggung jawab amalmu. Yang menjaganya adalah Allah, aku cuma menyampaikan risalah yang diamanatkan kepa-daku.
(87) ﴾ قَالُوٓاْ يَٰشُعَيۡبُ أَصَلَوٰتُكَ تَأۡمُرُكَ أَن نَّتۡرُكَ مَا يَعۡبُدُ ءَابَآؤُنَآ ﴿ "Mereka berkata, 'Hai Syu'aib, apakah shalatmu menyuruhmu agar kami meninggalkan tuhan yang disembah oleh bapak-bapak kami." Maksudnya, mereka mengatakan itu sebagai ejekan terhadap nabi mereka dan ketidak-mungkinan mengikutinya. Makna dari apa yang mereka katakan adalah bahwa laranganmu untuk kami, hanyalah mewajibkan agar kamu shalat dan beribadah kepada Allah (semata), jika kamu me-mang demikian maka apakah itu mengharuskan kami meninggal-kan tuhan yang disembah oleh nenek moyang kami karena suatu ucapan yang tak berdalil, melainkan hanya karena ia sesuai dengan-mu? Bagaimana kami mengikutimu dan meninggalkan nenek mo-yang kami orang-orang yang berakal dan berpemikiran? Begitu pula kata-katamu kepada kami, tidak mengharuskan kami melakukan pada harta kami seperti apa yang kamu katakan kepada kami berupa memenuhi takaran timbangan dan menunaikan hak-hak yang wajib padanya, akan tetapi kami tetap melakukan apa yang kami kehen-daki karena ia adalah harta kami, kamu tak memiliki hak apa pun.
Oleh karena itu, mereka mengejeknya dengan berkata, ﴾ إِنَّكَ لَأَنتَ ٱلۡحَلِيمُ ٱلرَّشِيدُ ﴿ "Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal." Maksudnya, bukankah kamu adalah orang dengan kelembutan, kasih sayang dan ketenangan yang telah menjadi sifat dan pembawaaanmu, tidak ada yang kamu lakukan kecuali kebaik-an, kamu tidak memerintahkan kecuali kebaikan dan kamu tidak melarang kecuali keburukan? Yakni perkaranya tidak begitu, mak-sud mereka adalah bahwa Syu'aib memiliki sifat yang bertentangan dengan dua sifat tersebut yaitu kebodohan dan kesesatan, jadi mak-sudnya adalah: bagaimana kamu menjadi orang yang penyantun lagi berakal sedangkan nenek moyang kami adalah orang-orang bodoh yang sesat? Kata-kata yang mereka lontarkan adalah dengan nada mengejek dan bahwa perkaranya adalah sebaliknya, tidaklah seperti yang mereka kira, justru perkaranya seperti yang mereka katakan bahwa shalatnya memintanya melarang kaumnya menyem-bah tuhan yang disembah oleh nenek moyang mereka yang sesat dan (melarang) memperbuat apa yang mereka inginkan pada harta mereka karena shalat melarang perbuatan keji dan mungkar. Ada-kah kemungkaran dan perbuatan keji yang lebih besar daripada penyembahan kepada selain Allah dan daripada mencurangi hak hamba-hamba Allah atau mencurinya dengan timbangan dan ta-karan. Syu'aiblah orang yang penyantun lagi berakal.
(88) ﴾ قَالَ ﴿ "Syu'aib berkata", kepada mereka,﴾ يَٰقَوۡمِ أَرَءَيۡتُمۡ إِن كُنتُ عَلَىٰ بَيِّنَةٖ مِّن رَّبِّي ﴿ "Hai kaumku, bagaimana pendapatmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Rabbku." Yakni keyakinan dan ketenangan ten-tang kebenaran agama yang aku bawakan, ﴾ وَرَزَقَنِي مِنۡهُ رِزۡقًا حَسَنٗاۚ ﴿ "dan Dia menganugerahiku dari padaNya rizki yang baik (patutkah aku menya-lahi perintahNya)?" Yakni Allah memberiku berbagai macam harta kekayaan. ﴾ و َ ﴿ "Dan" aku tidak ﴾ أُرِيدُ أَنۡ أُخَالِفَكُمۡ إِلَىٰ مَآ أَنۡهَىٰكُمۡ عَنۡهُۚ ﴿ "berke-hendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larangkan untukmu." Aku tidak ingin melarangmu dari perbuatan curang da-lam timbangan dan takaran sedangkan aku melakukannya sehingga akibatnya adalah aku dituduh dalam hal itu, justru tidaklah aku melarang suatu perkara melainkan akulah orang pertama yang meninggalkannya.
﴾ إِنۡ أُرِيدُ إِلَّا ٱلۡإِصۡلَٰحَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُۚ ﴿ "Tidaklah aku bermaksud melainkan (men-datangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan." Aku tidak me-miliki tujuan melainkan agar keadaanmu baik dan kemanfaatanmu lurus, aku tidak memiliki sedikit tujuan pribadi menurut kesang-gupanku. Ketika ini mengandung pujian terhadap diri sendiri maka dia menepisnya dengan ucapan, ﴾ وَمَا تَوۡفِيقِيٓ إِلَّا بِٱللَّهِۚ ﴿ "Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah." Maksudnya, taufik yang aku dapatkan untuk melakukan kebaikan dan menghindari keja-hatan, tidak lain kecuali dari Allah, bukan karena daya dan kekuat-anku. ﴾ عَلَيۡهِ تَوَكَّلۡتُ ﴿ "Hanya kepada Allah aku bertawakal." Aku bersandar kepadaNya dalam urusanku, dan aku percaya dengan jaminanNya. ﴾ وَإِلَيۡهِ أُنِيبُ ﴿ "Dan hanya kepadaNya-lah aku kembali," dalam menunaikan ibadah yang Dia perintahkan kepadaku. Dalam hal ini terdapat makna usaha mendekatkan diri kepadaNya dengan perbuatan-perbuatan baik. Dengan dua perkara ini, segala urusan seorang hamba menjadi lurus yaitu meminta pertolongan kepada Allah dan kembali kepadaNya sebagaimana FirmanNya,
﴾ فَٱعۡبُدۡهُ وَتَوَكَّلۡ عَلَيۡهِۚ ﴿
"Maka sembahlah Dia, dan bertawakallah kepadaNya."(Hud: 123), Dan Dia berfirman,
﴾ إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ 5 ﴿
"Hanya kepada Engkau-lah kami menyembah, dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan." (Al-Fatihah: 5).
(89) ﴾ وَيَٰقَوۡمِ لَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شِقَاقِيٓ ﴿ "Hai kaumku, janganlah pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat." Yakni, pertentangan dan perselisihan antara kita, jangan memicumu ber-laku tidak baik ﴾ أَن يُصِيبَكُم ﴿ "hingga kamu ditimpa" azab,﴾ مِّثۡلُ مَآ أَصَابَ قَوۡمَ نُوحٍ أَوۡ قَوۡمَ هُودٍ أَوۡ قَوۡمَ صَٰلِحٖۚ وَمَا قَوۡمُ لُوطٖ مِّنكُم بِبَعِيدٖ ﴿ "seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tem-patnya) dari kamu." Tidak jauh tempatnya dan tidak pula masanya.
(90) ﴾ وَٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ ﴿ "Dan mohonlah ampun kepada Rabbmu", dari dosa-dosa yang kamu lakukan, ﴾ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِۚ ﴿ "kemudian bertaubat-lah kepadaNya," dalam sisa umurmu dengan taubat nasuhah, kembali kepadaNya dengan menaatiNya dan tidak menyelisihiNya.﴾ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٞ وَدُودٞ ﴿ "Sesungguhnya Rabbku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih," bagi yang bertaubat dan kembali kepadaNya, Dia merahmatinya, mengampuninya, mencintainya dan menerima taubatnya.
Al-Wadud adalah Nama Allah. Makna wadud adalah bahwa Allah mencintai hamba-hamba yang beriman, dan mereka pun men-cintaiNya. Ia adalah bentuk فَعُوْلٌ dengan makna فَاعِلٌ dan مَفْعُوْلٌ.
(91) ﴾ قَالُواْ يَٰشُعَيۡبُ مَا نَفۡقَهُ كَثِيرٗا مِّمَّا تَقُولُ ﴿ "Mereka berkata, 'Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu." Mereka gerah dengan nasihat-nasihat dan wejangan-wejangannya kepada mereka, mereka pun berkata, "Kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan." Itu karena kebencian mereka dan ketidak-senangannya terhadap kata-kata Syu'aib. ﴾ وَإِنَّا لَنَرَىٰكَ فِينَا ضَعِيفٗاۖ ﴿ "Dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami", kamu bukan seorang pemimpin besar, kamu hanya-lah orang rendahan. ﴾ وَلَوۡلَا رَهۡطُكَ ﴿ "Kalau tidaklah karena keluargamu." Yakni kabilahmu dan orang-orangmu ﴾ لَرَجَمۡنَٰكَۖ وَمَآ أَنتَ عَلَيۡنَا بِعَزِيزٖ ﴿ "tentulah kami telah merajammu, sedang kamu pun bukanlah seorang yang berwi-bawa di sisi kami." Kamu tidak memiliki harga di hati kami dan ke-hormatan pada diri kami, kami membiarkanmu karena kami me-mandang kabilahmu.
(92) ﴾ قَالَ ﴿ "Syu'aib menjawab", kepada mereka dengan lem-but, ﴾ يَٰقَوۡمِ أَرَهۡطِيٓ أَعَزُّ عَلَيۡكُم مِّنَ ٱللَّهِ ﴿ "Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu daripada Allah." Yakni, bagaimana bisa kamu memperhatikanku demi kaumku dan bukan memperha-tikanku demi Allah sehingga kaumku lebih mulia daripada Allah. ﴾ وَٱتَّخَذۡتُمُوهُ وَرَآءَكُمۡ ظِهۡرِيًّاۖ ﴿ "Sedang Allah kamu jadikan sesuatu yang terbuang di belakangmu?" Yakni kamu membuang perintah Allah di belakang punggungmu, tak mempedulikannya dan kamu tidak takut kepa-daNya. ﴾ إِنَّ رَبِّي بِمَا تَعۡمَلُونَ مُحِيطٞ ﴿ "Sesungguhnya (pengetahuan) Rabbku meliputi apa yang kamu kerjakan." Tidak ada sekecil pun amalmu yang di langit dan di bumi yang samar dariNya, sehingga Dia akan mem-balasmu sesuai dengan perbuatanmu dengan sempurna.
(93) Manakala mereka membuatnya lelah dan dia pun ber-putus asa dari mereka, maka Syu'aib berkata kepada mereka,﴾ وَيَٰقَوۡمِ ٱعۡمَلُواْ عَلَىٰ مَكَانَتِكُمۡ ﴿ "Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu." Yakni sesuai dengan keadaan dan keyakinanmu. ﴾ إِنِّي عَٰمِلٞۖ سَوۡفَ تَعۡلَمُونَ مَن يَأۡتِيهِ عَذَابٞ يُخۡزِيهِ ﴿ "Sesungguhnya aku pun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya", azab yang kekal menimpanya, apakah aku atau kamu. Mereka me-ngetahui itu ketika azab benar-benar menimpa mereka. ﴾ وَٱرۡتَقِبُوٓاْ ﴿ "Dan tunggulah azab (Rabb)", yang akan menimpaku. ﴾ إِنِّي مَعَكُمۡ رَقِيبٞ ﴿ "Sesungguhnya aku pun menunggu bersama kamu," apa yang akan menimpamu.
(94) ﴾ وَلَمَّا جَآءَ أَمۡرُنَا ﴿ "Dan tatkala datang azab Kami", yang mem-binasakan kaum Syu'aib, ﴾ نَجَّيۡنَا شُعَيۡبٗا وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ بِرَحۡمَةٖ مِّنَّا وَأَخَذَتِ ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ ٱلصَّيۡحَةُ فَأَصۡبَحُواْ فِي دِيَٰرِهِمۡ جَٰثِمِينَ ﴿ "Kami selamatkan Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengannya dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zhalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya." (Sehingga) kamu tidak lagi mendengar suara mereka, dan tidak melihat gerakan mereka.
(95) ﴾ كَأَن لَّمۡ يَغۡنَوۡاْ فِيهَآۗ ﴿ "Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu." Maksudnya, seakan-akan mereka tidak pernah tinggal di kampung mereka itu dan tidak merasakan kemakmuran di da-lamnya ketika azab datang kepada mereka. ﴾ أَلَا بُعۡدٗا لِّمَدۡيَنَ ﴿ "Ingatlah, kebinasaanlah bagi penduduk Madyan." Ketika Allah membinasakan dan menghinakan mereka. ﴾ كَمَا بَعِدَتۡ ثَمُودُ ﴿ "Sebagaimana kaum Tsamud telah binasa." Kedua kabilah ini sama-sama berserikat dalam kemur-kaan, laknat dan kebinasaan.
Syu'aib عليه السلام terkenal dengan julukan, Khatibul Anbiya` karena dialognya yang bagus kepada kaumnya. Pada kisahnya terdapat banyak faidah dan pelajaran.
Di antaranya: kaum kafir diazab dan diberi khitab tentang aki-dah Islam, demikian pula syariat dan cabang-cabang Islam karena Syu'aib menyeru kaumnya kepada tauhid dan kepada pemenuhan timbangan dan takaran, dan Syu'aib menyatakan bahwa ancaman Allah berkait dengan kedua hal tersebut.
Di antaranya: Mengurangi takaran dan timbangan termasuk dosa besar. Barangsiapa yang melakukan itu, maka dikhawatirkan ditimpa azab dunia, hal itu termasuk mencuri harta orang-orang. Jika mencuri lewat takaran dan timbangan mengundang azab, maka mengambil dengan paksa dan terang-terangan adalah lebih meng-undang dan lebih layak mendapat azab.
Di antaranya: balasan itu berasal dari jenis perbuatan. Barang-siapa yang mengurangi harta manusia untuk menambah hartanya maka dia akan dibalas dengan sebaliknya. Itu menjadi penyebab lenyapnya kebaikan dari rizki yang ada pada dirinya. Hal ini sesuai dengan ucapan Syu'aib,
﴾ إِنِّيٓ أَرَىٰكُم بِخَيۡرٖ ﴿
"Sesungguhnya aku melihatmu dalam kebaikan." (Hud: 84).
Maksudnya, maka kamu jangan menjadi penyebab hilangnya kebaikan itu karena perbuatanmu.
Di antaranya: Hendaknya seorang hamba merasa cukup de-ngan rizki Allah, merasa cukup dengan halal tanpa haram. Cukup dengan usaha-usaha yang halal tanpa usaha-usaha yang haram. Hal itu adalah lebih baik baginya berdasarkan ucapan Syu'aib,
﴾ بَقِيَّتُ ٱللَّهِ خَيۡرٞ لَّكُمۡ ﴿
"Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu." (Hud: 86).
Hal itu mengandung keberkahan dan tambahan rizki yang tidak terkandung pada sikap rakus atas usaha-usaha yang haram yang mencabut keberkahan rizki.
Di antaranya: Bahwa hal itu termasuk tuntutan dan buah iman, karena dia mengkaitkan hal itu dengan keberadaan iman, ini me-nunjukkan bahwa apabila amal perbuatan tidak ada, maka iman itu berkurang atau tidak ada.
Di antaranya: Shalat senantiasa disyariatkan kepada para nabi terdahulu, ia termasuk amal perbuatan yang paling utama, sam-pai-sampai orang-orang kafir pun mengakui keutamaannya dan keunggulannya di atas amal-amal yang lain. Shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Ia adalah timbangan bagi iman dan syariat-syariatnya. Dengan menegakkannya, keadaan seorang hamba menjadi sempurna dan dengan meninggalkannya, keadaan agamanya menjadi berantakan.
Di antaranya: Harta yang Allah rizkikan kepada manusia, meskipun Allah telah memberikannya kepadanya, dia tetap tidak boleh berbuat pada harta itu sesukanya karena ia adalah amanat di tangannya. Dia harus menunaikan hak Allah pada harta itu de-ngan menunaikan kewajiban-kewajiban yang terkait dengannya, menjauhi usaha-usaha yang dilarang oleh Allah dan RasulNya, tidak sebagaimana yang diklaim oleh orang-orang kafir dan yang seperti mereka bahwa mereka boleh melakukan apa yang mereka sukai pada harta mereka, menyelarasi hukum Allah atau menye-lisihinya.
Di antaranya: Termasuk kelengkapan dan kesempurnaan dakwah seorang da'i adalah hendaknya dia menjadi orang pertama yang melakukan perintahnya sendiri ketika dia memerintahkannya kepada orang lain, dan orang pertama yang meninggalkan larang-annya sendiri yang mana dia larangkan untuk orang lain sebagai-mana Syu'aib عليه السلام berkata,
﴾ وَمَآ أُرِيدُ أَنۡ أُخَالِفَكُمۡ إِلَىٰ مَآ أَنۡهَىٰكُمۡ عَنۡهُۚ ﴿
"Dan aku tidak berkehendak menyalahimu dengan melakukan apa yang aku larang." (Hud: 88)
Sebagaimana Firman Allah,
﴾ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفۡعَلُونَ 2 كَبُرَ مَقۡتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُواْ مَا لَا تَفۡعَلُونَ 3 ﴿
"Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (Ash-Shaf: 2-3).
Di antaranya: Tugas, agama dan Sunnah Rasul adalah berkehen-dak untuk memperbaiki menurut kemampuan dan kemungkinan, mereka berusaha mewujudkan kebaikan dan menyempurnakannya atau mewujudkan sesuatu yang mereka mampu untuk mewujud-kannya, menolak dan meminimalkan kerusakan serta menjaga kepentingan umum di atas kepentingan khusus.
Hakikat kemaslahatan itu adalah sesuatu yang dengannya kemaslahatan manusia bisa diwujudkan, urusan agama dan dunia mereka menjadi lurus.
Di antaranya: Barangsiapa melakukan perbaikan sebatas ke-mampuannya, maka dia tidak dicela dan disalahkan pada bagian yang dia tidak lakukan karena dia tidak mampu. Seorang hamba harus melakukan perbaikan pada diri dan orang lain semampunya.
Di antaranya: Hendaknya seorang hamba tidak bergantung kepada dirinya sekejap pun, tetapi hendaklah dia senantiasa me-minta tolong kepada Rabbnya, bertawakal kepadaNya dan meminta taufik, jika dia mendapatkan taufik, maka hendaknya dia menis-batkannya kepada Pemberinya, dan jangan ujub terhadap dirinya sendiri sebagaimana Syu'aib berkata,
﴾ وَمَا تَوۡفِيقِيٓ إِلَّا بِٱللَّهِۚ عَلَيۡهِ تَوَكَّلۡتُ وَإِلَيۡهِ أُنِيبُ 88 ﴿
"Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal, dan hanya kepadaNya-lah aku kem-bali." (Hud: 88)
Di antaranya: Mewaspadai azab-azab yang menimpa umat-umat terdahulu dan apa yang terjadi pada mereka, hendaknya kisah-kisah tentang azab para pelaku dosa disampaikan untuk memberi nasihat dan peringatan, sebagaimana kisah-kisah tentang balasan Allah kepada orang-orang yang bertakwa disampaikan untuk me-macu dan mendorong kepada ketakwaan.
Di antaranya: Orang yang bertaubat dari dosa sebagaimana dosanya dimaafkan dan diampuni, maka dia juga dicintai dan disu-kai oleh Allah, tidak perlu memandang ucapan orang yang berkata, "Bahwa orang yang bertaubat sudah cukup baginya kalau diampuni dan dimaafkan." Masalah dicintai dan disukai oleh Allah, maka itu tidak terjadi, (yang benar adalah yang pertama) karena Allah ber-firman,
﴾ وَٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِۚ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٞ وَدُودٞ 90 ﴿
"Dan mohonlah ampun kepada Rabbmu, kemudian bertaubatlah kepadaNya. Sesungguhnya Rabbku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih." (Hud: 90)
Di antaranya: Allah membela orang-orang Mukmin dengan banyak sebab, mereka mungkin mengetahui sebagian sebab dari-nya, dan mungkin pula tidak mengetahui sedikit pun darinya, dan mungkin saja Allah membelanya melalui kabilahnya dan penduduk negerinya yang kafir, sebagaimana Allah menjaga Syu'aib dari rajam kaumnya dengan sebab kabilahnya.
Sesungguhnya hubungan seperti ini yang dengannya pem-belaan kepada Islam bisa diwujudkan boleh-boleh saja dilakukan, bahkan bisa jadi harus dilakukan, karena usaha perbaikan selalu dituntut berdasarkan kemungkinan dan kemampuan. Berdasarkan hal ini, seandainya kaum Muslimin yang berada di bawah kepemim-pinan orang-orang kafir berpartisipasi dan berusaha menjadikan pemerintahan dalam bentuk republik (atas dasar demokrasi, pent.) yang dengannya pribadi dan masyarakat Muslimin bisa menda-patkan hak-hak agama dan dunia, niscaya itu lebih baik daripada tunduk kepada negara yang membunuh hak-hak agama dan dunia mereka, dan berusaha memberangus mereka, menjadikan mereka hanya sebagai kuli dan pembantu untuk mereka. Benar, jika me-mungkinkan negara itu dipegang oleh kaum Muslimin dan kaum Musliminlah yang menjadi pemimpinnya, maka itu harus dipilih, akan tetapi jika ini tidak mungkin, maka tingkatan di bawahnya yang memberi perlindungan bagi agama dan dunia harus didahu-lukan. Wallahu a'lam.