Al-Isra' Ayat 30
اِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُ ۗاِنَّهٗ كَانَ بِعِبَادِهٖ خَبِيْرًاۢ بَصِيْرًا ࣖ ( الإسراء: ٣٠ )
'Inna Rabbaka Yabsuţu Ar-Rizqa Liman Yashā'u Wa Yaqdiru 'Innahu Kāna Bi`ibādihi Khabīrāan Başīrāan. (al-ʾIsrāʾ 17:30)
Artinya:
Sungguh, Tuhanmu melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki); sungguh, Dia Maha Mengetahui, Maha Melihat hamba-hamba-Nya. (QS. [17] Al-Isra' : 30)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Sebab utama sifat kikir manusia adalah karena takut terjerumus ke dalam kemiskinan. Ayat ini mengingatkan bahwa sungguh, Tuhanmu melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki untuk dilapangkan rezekinya dan menyempitkannya kepada siapa yang Dia kehendaki untuk disempitkan rezekinya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu, Maha melihat akan hamba-hambanya. Dia memberikan kepada hamba-Nya segala sesuatu yang menjadi kebutuhan dan kemaslahatannya apabila ia menjalani sebab-sebab untuk mendapatkannya.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Kemudian Allah swt menjelaskan bahwa Dialah yang melapangkan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Dia pula yang membatasi-nya. Semuanya berjalan menurut ketentuan yang telah ditetapkan Allah terhadap para hamba-Nya dalam usaha mencari harta dan cara mengembang-kannya. Hal ini berhubungan erat dengan alat dan pengetahuan tentang pengolahan harta itu. Yang demikian adalah ketentuan Allah yang bersifat umum dan berlaku bagi seluruh hamba-Nya. Namun demikian, hanya Allah yang menentukan menurut kehendak-Nya.
Di akhir ayat ini, Allah swt menegaskan bahwa Dia Maha Mengetahui para hamba-Nya, siapa di antara mereka yang memanfaatkan kekayaan demi kemaslahatan dan siapa pula yang menggunakannya untuk kemudaratan. Dia juga mengetahui siapa di antara hamba-hamba-Nya yang dalam kemiskinan tetap bersabar dan tawakal kepada Allah, dan siapa yang karena kemiskinan, menjadi orang-orang yang berputus asa, dan jauh dari rahmat Allah. Allah Maha Melihat bagaimana mereka mengurus dan mengatur harta benda, apakah mereka itu membelanjakan harta pemberian Allah itu dengan boros ataukah bakhil.
Oleh sebab itu, kaum Muslimin hendaknya tetap berpegang kepada ketentuan-ketentuan Allah, dengan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dalam membelanjakan harta hendaklah berlaku wajar. Hal itu termasuk sunnah Allah.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya.
Ayat ini memerintahkan bahwa Allah Swt. adalah Tuhan Yang Memberi rezeki dan yang Menyempitkannya. Dia pulalah yang mengatur rezeki makhluk-Nya menurut apa yang dikehendaki-Nya. Untuk itu Dia menjadikan kaya orang yang Dia sukai, dan menjadikan miskin orang yang Dia kehendaki, karena di dalamnya terkandung hikmah yang hanya Dia sendirilah yang mengetahuinya. Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
...sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
Artinya Dia Maha Melihat iagi Maha Mengetahui siapa yang berhak menjadi kaya dan siapa yang berhak menjadi miskin. Di dalam sebuah hadis disebutkan seperti berikut:
Sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku benar-benar terdapat orang yang tidak layak baginya kecuali hanya miskin. Seandainya Aku jadikan dia kaya, niscaya kekayaannya itu akan merusak agamanya. Dan sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku benar-benar terdapat orang yang tidak pantas baginya kecuali hanya kaya. Seandainya Aku jadikan dia miskin, tentulah kemiskinan itu akan merusak agamanya.
Adakalanya kekayaan itu pada sebagian manusia merupakan suatu istidraj baginya (yakni pembinasaan secara berangsur-angsur), dan adakalanya kemiskinan itu merupakan suatu hukuman dari Allah. Semoga Allah melindungi kita dari kedua keadaan tersebut.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Sesungguhnya Rabbmu melapangkan rezeki) meluaskannya (kepada siapa yang Dia kehendaki dan membatasinya) menyempitkannya kepada siapa yang Dia kehendaki (sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya) mengetahui apa yang tersembunyi dan apa yang terlahirkan tentang diri mereka karena itu Dia memberi rezeki kepada mereka sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan mereka.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Sesungguhnya Tuhanmu akan melapangkan rezeki hamba yang dikehendaki-Nya dan menyempitkannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya pula. Sebab Dia Maha Mengetahui watak-watak mereka, Maha Melihat kebutuhan mereka. Dia memberikan kepada mereka yang sesuai dengan kebijakan-Nya bila mereka melaksanakan faktor-faktor penyebabnya.
6 Tafsir as-Saadi
"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya. Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Rabbmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu ter-belenggu pada lehermu, dan janganlah kamu terlalu mengulurkan-nya. Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. Sesungguh-nya Rabbmu melapangkan rizki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hambaNya." (Al-Isra`: 26-30).
(26-27) Allah تعالى berfirman, ﴾ وَءَاتِ ذَا ٱلۡقُرۡبَىٰ حَقَّهُۥ ﴿ "Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya," berupa perbuatan baik dan mulia, yang wajib ataupun yang sunnah. Hak tersebut berbeda-beda tergantung dengan situasi dan kondisi, kedekatan kekerabatan, sisi ada atau tidaknya keterdesakan, dan (perbedaan) masa, ﴾ وَٱلۡمِسۡكِينَ ﴿ "dan kepada orang miskin." Berikanlah haknya ke-padanya berupa zakat atau pemberian lainnya supaya kemiskinan-nya terentaskan ﴾ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ ﴿ "dan orang yang dalam perjalanan," yaitu orang asing lagi jauh dari kampung halamannya (yang kehabisan bekal), mereka semua diberi bagian harta dengan cara yang tidak menimbulkan bahaya bagi si pemberi dan tidak melebihi ukuran yang sewajarnya. Karena hal ini termasuk pemborosan. Allah me-larang pemborosan dan mengabarkan, bahwa sesungguhnya para pemboros itu ﴾ إِخۡوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِۖ ﴿ "adalah saudara-saudara setan," karena setan tidak mengajak kecuali kepada setiap perangai yang tercela. Maka ia membujuk manusia untuk bersifat bakhil dan pelit. Apabila tidak berhasil, maka ia mengajaknya ke arah pemborosan. Padahal Allah memerintahkan dan memuji sikap paling adil dan seimbang, sebagaimana yang diungkapkan dalam FirmanNya tentang sifat-sifat Ibadurrahman al-Abrar (para hamba Allah Dzat Yang Maha Pengasih yang bersifat baik),
﴾ وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُواْ لَمۡ يُسۡرِفُواْ وَلَمۡ يَقۡتُرُواْ وَكَانَ بَيۡنَ ذَٰلِكَ قَوَامٗا 67 ﴿
"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), maka me-reka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian." (Al-Furqan: 67).
(29)[22] Sementara itu, Allah berfirman di sini, ﴾ وَلَا تَجۡعَلۡ يَدَكَ مَغۡلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ ﴿ "Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada leher-mu." Ini adalah ungkapan kiasan bagi orang yang sangat bakhil ﴾ وَلَا تَبۡسُطۡهَا كُلَّ ٱلۡبَسۡطِ ﴿ "dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya," akibat-nya, engkau membelanjakannya bukan pada pos yang sepatutnya atau melebihi ukuran yang wajar ﴾ فَتَقۡعُدَ ﴿ "karena itu kamu," apabila kamu melakukan hal itu ﴾ مَلُومٗا ﴿ "menjadi tercela," maksudnya terkena cacian atas apa yang telah kamu lakukan dan ﴾ مَّحۡسُورًا ﴿ "menyesal," maksudnya bersedih hati, tangannya hampa, tidak tersisa sedikit pun harta di tangan, dan tidak pula digantikan oleh pujian maupun sanjungan.
(28) Perintah untuk memberi harta kepada karib-kerabat ini berlaku dalam kondisi mampu dan kecukupan. Adapun dalam kondisi tidak mampu atau sulit memenuhi nafkah harian, maka Allah memerintahkan supaya menolak dengan cara penolakan yang baik. Allah berfirman, ﴾ وَإِمَّا تُعۡرِضَنَّ عَنۡهُمُ ٱبۡتِغَآءَ رَحۡمَةٖ مِّن رَّبِّكَ تَرۡجُوهَا ﴿ "Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Rabbmu yang kamu harapkan," maksudnya kamu menunda untuk memberi mereka di waktu yang lain dengan berharap semoga Allah memudahkan urusannya di waktu tersebut, ﴾ فَقُل لَّهُمۡ قَوۡلٗا مَّيۡسُورٗا ﴿ "maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas," maksudnya secara sopan dengan lembut dan menyampaikan janji (bantuan) bila kesempatan datang, dan permohonan maaf karena tidak bisa memberi saat ini, supaya mereka beranjak pergi darimu dengan pikiran yang tenang, sebagaimana kandungan Firman Allah,
﴾ قَوۡلٞ مَّعۡرُوفٞ وَمَغۡفِرَةٌ خَيۡرٞ مِّن صَدَقَةٖ يَتۡبَعُهَآ أَذٗىۗ ﴿
"Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima)." (Al-Baqarah: 263).
Ini juga salah satu (cerminan) sifat kelembutan Allah terhadap para hambaNya. Dia memerintahkan mereka supaya menunggu-nunggu rahmat dan rizki dariNya. Karena menunggu itu termasuk ibadah. Begitu pula janji mereka untuk memberi sedekah tatkala diberi kelonggaran juga merupakan ibadah yang (bisa dikerjakan) saat itu. Hal ini disebabkan (karena wujud) keinginan untuk berbuat baik adalah satu kebaikan. Oleh karenanya, sebaiknya seseorang itu segera melakukan (kebaikan) yang mampu dia kerjakan, serta berniat untuk melakukan kebaikan yang belum mampu dia jalan-kan agar dia memperoleh pahala dengannya, dan semoga dengan pengharapannya tersebut, Allah berkenan memudahkannya dalam mengerjakan kebaikan tersebut.
(30) Kemudian Allah تعالى memberitahukan bahwasanya Allah ﴾ يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ ﴿ "melapangkan rizki kepada siapa yang Dia kehendaki," dari hamba-hambaNya, menakdirkan dan menyempitkannya atas siapa yang dikehendakiNya sebagai bentuk hikmah dariNya. ﴾ إِنَّهُۥ كَانَ بِعِبَادِهِۦ خَبِيرَۢا بَصِيرٗا ﴿ "Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Meli-hat akan hamba-hambaNya," maka Allah membalas mereka dengan balasan yang baik bagi mereka menurut pandanganNya, serta meng-atur mereka dengan kelembutan dan kemuliaanNya.