Al-Kahf Ayat 46
اَلْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَالْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ اَمَلًا ( الكهف: ٤٦ )
Al-Mālu Wa Al-Banūna Zīnatu Al-Ĥayāati Ad-Dunyā Wa Al-Bāqiyātu Aş-Şāliĥātu Khayrun `Inda Rabbika Thawābāan Wa Khayrun 'Amalāan. (al-Kahf 18:46)
Artinya:
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. [18] Al-Kahf : 46)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, baik dan indah sifatnya serta bermanfaat bagi manusia, tetapi dapat memperdaya dan tidak kekal; tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh yang dilakukan karena Allah dan sesuai tuntunan agama adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan yang dapat membawa kepada kebahagiaan yang kekal sampai di akhirat nanti.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Allah menjelaskan bahwa yang menjadi kebanggaan manusia di dunia ini adalah harta benda dan anak-anak, karena manusia sangat mem-perhatikan keduanya. Banyak harta dan anak dapat memberikan kehidupan dan martabat yang terhormat kepada orang yang memilikinya. Seperti halnya 'Uyainah, pemuka Quraisy yang kaya itu, atau Qurthus, yang mempunyai kedudukan mulia di tengah-tengah kaumnya, karena memiliki kekayaan dan anak buah yang banyak. Karena harta dan anak pula, orang menjadi takabur dan merendahkan orang lain. Allah menegaskan bahwa keduanya hanyalah perhiasan hidup duniawi, bukan perhiasan dan bekal untuk ukhrawi. Padahal manusia sudah menyadari bahwa keduanya akan segera binasa dan tidak patut dijadikan bahan kesombongan. Dalam urutan ayat ini, harta didahulukan dari anak, padahal anak lebih dekat ke hati manusia, karena harta sebagai perhiasan lebih sempurna daripada anak. Harta dapat menolong orang tua dan anak setiap waktu dan dengan harta itu pula kelangsungan hidup keturunan dapat terjamin. Kebutuhan manusia terhadap harta lebih besar daripada kebutuhannya terhadap anak, tetapi tidak sebaliknya.
Kemudian Allah swt menjelaskan bahwa yang patut dibanggakan hanyalah amal kebajikan yang buahnya dirasakan oleh manusia sepanjang zaman sampai akhirat, seperti amal ibadah salat, puasa, zakat, jihad di jalan Allah, serta amal ibadah sosial seperti membangun sekolah, rumah anak yatim, rumah orang-orang jompo, dan lain sebagainya. Amal kebajikan ini lebih baik pahalanya di sisi Allah daripada harta dan anak-anak yang jauh dari petunjuk Allah swt, dan tentu menjadi pembela dan pemberi syafaat bagi orang yang memilikinya di hari akhirat ketika harta dan anak tidak lagi bermanfaat.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.
Sama halnya dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas. (Ali Imran:14), hingga akhir ayat.
Sesungguhnya harta kalian dan anak-anak kalian hanyalah cobaan (bagi kalian), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. (Ath Taghabun:15)
Dengan kata lain, kembali kepada Allah dan menyibukkan diri dengan beribadah kepada-Nya adalah lebih baik bagi kalian daripada menyibukkan diri dengan hal-hal tersebut, menghimpun dunia (harta), serta merasa khawatir yang berlebihan terhadap hal-hal tersebut. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
Tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, serta lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-baqiyatus salihatu ialah salat lima waktu.
Ata ibnu Abu Rabah dan Sa'id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al-baqiyatus salihat ialah ucapan:
Mahasuci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan ketika ditanya mengenai makna al-baqiyah ini, maka ia menjawab bahwa hal itu adalah ucapan:
Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Mahasuci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan Allah Mahabesar, dan tidak ada upaya (untuk menghindari kedurhakaan) dan tidak ada kekuatan (untuk melakukan ibadah) kecuali hanya dengan (pertolongan) Allah, Yang Mahatinggi lagi Mahaagung.
Hal ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Haiwah, telah menceritakan kepada kami Abu Uqail, bahwa ia pernah mendengar Al-Haris (bekas budak Usman r.a.) mengatakan, "Pada suatu hari Usman duduk di suatu majelis, dan kami pun duduk bersamanya. Maka datanglah juru azan kepadanya (memberitahukan masuknya waktu salat), lalu ia meminta air dalam sebuah wadah —menurutku jumlah air tersebut kurang lebih satu mud banyaknya—, kemudian dipakainya untuk wudu. Sesudah itu ia berkata, 'Saya pernah melihat Rasulullah Saw. melakukan wudu seperti wuduku ini (yang kuperagakan kepada kalian),' lalu beliau Saw. bersabda: 'Barang siapa melakukan wudu seperti wuduku ini, kemudian ia berdiri dan salat Lohor, maka diampuni baginya semua dosa yang ada, antara salat Lohor dan salat Subuhnya. Kemudian bila ia salat Asar, maka diampuni baginya semua dosa yang ada antara salat Asar dan salat Lohornya. Kemudian bila ia salat Magrib, maka diampuni baginya semua dosa yang ada antara salat Magrib dan salat Asarnya. Kemudian bila ia salat Isya, maka diampuni baginya semua dosa yang ada antara salat Magrib dan salat Isyanya. Kemudian barangkali ia tidur di malam harinya, lalu bangun di pagi hari dan melakukan wudu dan salat Subuh, maka diampuni baginya semua dosa yang ada antara salat Isya dan salat Subuhnya. Semuanya itu adalah kebaikan-kebaikan yang dapat menghapuskan keburukan-keburukan (dosa-dosa). Orang-orang bertanya, 'Ini adalah kebaikan-kebaikan. Maka apakah yang dimaksud dengan al-baqiyatus salihat, hai Usman?' Usman menjawab bahwa yang dimaksud dengannya ialah kalimah: 'Tidak ada Tuhan selain Allah, Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, Allah Mahabesar, tidak ada upaya (untuk menjauhkan diri dari kedurhakaan) dan tidak ada kekuatan (untuk mengerjakan ibadah) kecuali hanya dengan (pertolongan) Allah, Yang Mahatinggi lagi Mahaagung.
Malik telah meriwayatkan dari Imarah ibnu Abdullah ibnu Shayyad, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa al-baqiyatus salihat adalah kalimah: Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, dan tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah.
Muhammad ibnu Ajlan telah meriwayatkan dari Imarah, "Sa'id ibnul Musayyab pernah bertanya kepadaku tentang makna al-baqiyatus salihat, maka aku menjawab, 'Salat dan saum.' Sa'id ibnul Musayyab berkata, 'Jawabanmu tidak tepat.' Aku berkata, 'Zakat dan haji.' Sa'id ibnul Musayyab berkata, 'Jawabanmu masih kurang tepat juga, tetapi sesungguhnya yang dimaksud dengannya adalah lima buah kalimat,' yaitu:
Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, dan tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah'.”
Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Nafi' ibnu Sarjis, ia pernah menceritakan kepadanya bahwa ia bertanya kepada Ibnu Umar tentang apa yang dimaksud dengan istilah al-baqiyatus salihat. Maka Ibnu Umar r.a. menjawab: Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, Mahasuci Allah, dan tidak ada daya serta tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah.
Mujahid mengatakan, yang dimaksud dengan al-baqiyatus salihat ialah ucapan:
Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Al-Hasan dan Qatadah sehubungan dengan firman-Nya:
...tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh.
Bahwa yang dimaksud dengannya ialah ucapan: Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, segala puji bagi Allah, dan Mahasuci Allah.
Ibnu Jarir mengatakan, "Saya menjumpai di dalam kitab saya sebuah hadis dari Al-Hasan ibnus Sabbah Al-Bazzar, dari Abu Nasr At-Tammar, dari Abdul Aziz ibnu Muslim, dari Muhammad ibnu Ajlan, dari Sa'id Al-Maqbari, dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar, semuanya itu adalah amalan-amalan yang kekal lagi saleh'.”
Telah menceritakan pula kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Haris, bahwa Darij (yaitu Abus Samah) pernah menceritakan kepadanya, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Perbanyaklah oleh kalian amalan-amalan yang kekal lagi saleh.” Ketika ditanyakan, "Apakah yang dimaksud dengannya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, "Al-millah (agama).” Ditanyakan lagi, "Apakah yang dimaksud dengannya, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. bersabda, "Takbir (Allah Mahabesar), tahlil (tidak ada Tuhan selain Allah), tasbih (Mahasuci Allah), dan segala puji bagi Allah serta tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah.”
Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Sakhr, bahwa Abdullah ibnu Abdur Rahman (pelayan Salim ibnu Abdullah) telah menceritakan kepadanya bahwa Salim pernah mengutusnya kepada Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi untuk suatu keperluan. Salim berpesan, "Sampaikanlah kepadanya, hendaknya dia menemuiku di pinggir kuburan ini, karena aku mempunyai suatu keperluan dengannya." Maka keduanya bertemu dan salah seorang mengucapkan salam kepada yang lainnya, kemudian Salim berkata kepadanya, "Bagaimanakah menurutmu makna al-baqiyatus salihat?' Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi menjawab, "Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, Mahasuci Allah, dan tidak ada daya serta tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah." Salim berkata kepada Ibnu Ka'b, "Sejak kapan engkau jadikan kalimah 'La Haula Wala Ouwwata lila Billah' ke dalam al-baqiyatus sdlihat?' Ibnu Ka' b menjawab, "Saya selalu menggabungkannya ke dalamnya." Salim terus menanyainya sebanyak dua atau tiga kali, tetapi Ibnu Ka'b tetap teguh dengan pendiriannya. Akhirnya Ibnu Ka'b berkata, "Kamu memprotes?" Salim menjawab, "Ya, saya memprotes, karena sesungguhnya saya pernah mendengar Abu Ayyub Al-Ansari menceritakan hadis berikut, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
Aku dinaikkan ke langit, dan di langit aku melihat Ibrahim a.s. Maka Ibrahim bertanya, 'Hai Jibril, siapakah orang yang bersamamu ini?' Jibril menjawab, 'Muhammad.' Maka Ibrahim menyambut kedatanganku dengan sambutan yang gembira lagi hangat. Kemudian Ibrahim berkata, 'Perintahkanlah kepada umatmu agar mereka memperbanyak tanaman surga, karena sesungguhnya surga itu tanahnya wangi dan buminya luas sekali.' Aku bertanya, 'Apakah tanaman surga itu?' Ibrahim menjawab: Tidak ada daya (untuk menghindarkan diri dari kedurhakaan) dan tidak ada kekuatan (untuk mengerjakan ibadah) kecuali dengan (pertolongan)Allah'."
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid dari Al-Awwam, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari kalangan Ansar dari kalangan keluarga An-Nu’man ibnu Basyir yang menceritakan, "Rasulullah Saw. keluar dari rumah menemui kami saat kami berada di masjid sesudah salat Isya, maka beliau menengadahkan pandangannya ke arah langit, lalu menundukkannya, sehingga kami menduga bahwa telah terjadi sesuatu di langit. Kemudian beliau bersabda: 'Ingatlah, sesungguhnya kelak sesudahku akan ada para amir (pemimpin) yang gemar berdusta dan zalim, maka barang siapa yang percaya kepada kedustaan mereka dan memihak mereka dalam kezalimannya, dia bukan termasuk golonganku dan aku bukan termasuk golongannya. Dan barang siapa yang tidak mempercayai kedustaan mereka serta tidak membantu kezaliman mereka, dia adalah termasuk golonganku, dan aku termasuk golongannya. Ingatlah, sesungguhnya ucapan 'Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar' adalah amalan-amalan yang kekal lagi saleh (baik)'.”
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Aban, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu»Abu Kasir, dari Zaid, dari Abu Salam, dari seorang maula (bekas budak) Rasulullah Saw., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Lima hal yang amat menguntungkan lagi membuat neraca amal perbuatan bertambah sangat berat (dengan amal kebaikan), yaitu ucapan "Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, Mahasuci Allah, dan segala puji bagi Allah " serta anak saleh yang meninggal dunia, lalu orang tuanya merelakannya demi karena Allah. Rasulullah Saw. bersabda pula: Lima hal yang amat menguntungkan, yaitu barang siapa yang menghadap kepada Allah dalam keadaan meyakininya, pasti masuk surga, beriman kepada Allah dan hari kemudian, beriman kepada adanya surga dan neraka, serta hari berbangkit sesudah mati dan hari perhitungan (amal perbuatan).
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, dari Hassan ibnu Atiyyah yang mengatakan, "Syaddad ibnu Aus r.a. berada dalam suatu perjalanan, lalu ia turun istirahat di suatu tempat, dan berkata kepada pelayannya, 'Hidangkanlah makanan perbekalan kita, untuk kita sia-siakan.' Maka saya memprotesnya, dan ia berkata, 'Tidak sekali-kali aku mengucapkan suatu kalimat sejak saat masuk Islam melainkan saya kendalikan dan saya pikirkan terlebih dahulu selain dari kata-kataku ini. Maka janganlah kalian menganggapnya, tetapi saya minta kalian menghafal baik-baik apa yang akan saya katakan kepada kalian ini. Saya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Apabila manusia menimbun emas dan perak, maka timbunlah (pahala) membaca kalimah-kalimah berikut oleh kalian, yaitu: "Ya Allah, sesungguhnya saya memohon keteguhan dalam urusan ini (agama Islam) dan tekad yang kuat untuk menempuh jalan petunjuk, dan saya memohon kepada-Mu mensyukuri nikmat-Mu, dan saya memohon kepada-Mu kebaikan dalam menyembah-Mu, dan saya memohon kepada-Mu hati yang sejahtera, dan memohon kepada-Mu lisan yang benar, dan saya memohon kepada-Mu dari kebaikan yang Engkau ketahui, serta saya berlindung kepada-Mu dari keburukan apa yang Engkau ketahui, dan saya memohon ampunan kepada-Mu terhadap semua dosa(ku) yang Engkau ketahui, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui semua yang gaib'.”
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Najiyah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'd Al-Aufi, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Umar ibnul Husain, dari Yunus ibnu Nafi' Al-Jadali, dari Sa'd ibnu Junadah r.a. yang mengatakan, "Saya termasuk orang pertama dari kalangan penduduk Taif yang datang kepada Nabi Saw. Saya berangkat menempuh jalan dataran tinggi Taif, yaitu dari As-Surrah, di pagi hari. Sampai di Mina pada waktu asar, lalu saya mendaki jalan perbukitan dan kemudian turun, lalu datang menemui Nabi Saw. dan saya masuk Islam. Nabi Saw. mengajari saya Firman Allah Swt.: Katakanlah, "Dialah Allah Yang Maha Esa.” (Al-Ikhlas: 1) Maksudnya surat Al-Ikhlas, juga surat Az-Zalzalah. Nabi Saw. mengajari saya kalimah-kalimah berikut: Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar. Kemudian beliau bersabda, 'Itulah amalan-amalan yang kekal lagi saleh'."
Dengan sanad yang sama dalam hadis lain disebutkan seperti berikut:
Barang siapa yang bangun di waktu malam hari, lalu berwudu dan berkumur (membersihkan) mulutnya, kemudian mengucapkan "Mahasuci Allah" sebanyak seratus kali, dan "Segala puji bagi Allah " sebanyak seratus kali, "Allah Maha Besar " sebanyak seratus kali.”Tidak ada Tuhan selain Allah" sebanyak seratus kali, maka diampunilah dosa-dosanya kecuali yang berkaitan dengan masalah darah (dosa membunuh), karena sesungguhnya dosa membunuh itu tidak terhapuskan.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
...tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh.
Bahwa yang dimaksud dengannya ialah zikrullah (zikir kepada Allah), yaitu ucapan "Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, Mahasuci Allah, tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah, istigfar, dan salawat untuk Rasulullah, serta saum (puasa), haji, sedekah, memerdekakan budak, jihad, silaturahmi, dan semua amal kebaikan. Semua itu adalah amalan-amalan yang kekal lagi saleh, yaitu amalan-amalan yang mengekalkan pelakunya di dalam surga selama masih ada bumi dan langit (yakni untuk selama-lamanya).
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al-baqiyatus salihat ialah kalam yang baik.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, yang dimaksud dengan al-baqiyatus salihat ialah seluruh amal-amal saleh. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia) keduanya dapat dijadikan sebagai perhiasan di dalam kehidupan dunia (tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh) yaitu mengucapkan kalimat: Subhaanallaah Wal Hamdulillaah Wa Laa Ilaaha Illallaah Wallaahu Akbar; menurut sebagian ulama ditambahkan Walaa Haulaa Walaa Quwwata Illaa Billaahi (adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan) hal yang diharap-harapkan dan menjadi dambaan manusia di sisi Allah swt.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Harta benda dan anak merupakan keindahan dan kesenangan hidup kalian di dunia. Akan tetapi semuanya tidak ada yang abadi, tidak ada yang langgeng, dan pada akhirnya akan musnah. Kebaikan- kebaikan yang kekal adalah yang terbaik untuk kalian di sisi Allah. Allah akan melipatgandakan pahalanya dan itulah sebaik-baik tempat menggantungkan harapan bagi manusia.
6 Tafsir as-Saadi
"Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), ke-hidupan dunia
adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya
tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diter-bangkan
oleh angin. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasan
kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahala-nya di
sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." (Al-Kahfi: 45-46).
(45) Allah تعالى berfirman pertama-tama kepada NabiNya, dan terarah
kepada orang-orang yang mewarisi (misinya) sepening-gal beliau secara
otomatis, "Buatkanlah untuk manusia, ﴾ مَّثَلَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا ﴿ "perumpamaan kehidupan dunia," agar mereka mengimajinasikannya dengan benar dan mengetahui (seluk-beluknya) zahir dan batin, membandingkannya dengan kampung akhirat, dan mengutamakan manakah yang seharusnya dikedepankan. Sesungguhnya permisal-an kehidupan dunia, ibarat air hujan yang turun ke tanah. Kemudian tumbuh-tumbuhan menjadi subur, menumbuhkan segala macam tanaman yang sedap dipandang. Pada saat perhiasan dan keindah-annya menyebabkan para pemandangnya senang dan membuat orang-orang yang menyaksikannya ceria serta menawan pandangan-pandangan insan-insan yang lalai, tiba-tiba ia berubah menjadi ﴾
هَشِيمٗا تَذۡرُوهُ ٱلرِّيَٰحُۗ ﴿ "kering yang diterbangkan oleh angin," akibatnya, ta-naman yang
indah dan bunga yang memikat serta panorama yang menarik menjadi sirna. Tanah menjadi penuh
dengan debu. Fokus pandangan pun beralih darinya, mata-mata berpaling darinya, me-nyebabkan hati
sesak.
Demikian pula kondisi dunia, di saat pemiliknya terpukau dengan masa mudanya, berhasil
mengalahkan kawan-kawan dan teman-teman dalam masalah ini, menggenggam dirham dan dinar,
memunguti bunga-bunga kelezatannya, larut dalam kenikmatan-kenikmatannya di seluruh waktunya,
dan dia pun menyangka akan senantiasa berada di dalamnya di seluruh hari-harinya,
sekonyong-konyong kematian mendatanginya atau kehancuran menimpa harta-bendanya, kegembiraannya
pun pudar, kelezatan dan kegirangan-nya hilang. Hatinya sesak karena didera berbagai macam
kepedih-an. Dia pun terpisah dengan masa mudanya, kekuatan, dan kekaya-annya. Tinggal sendirian
ditemani amal baik atau buruknya.
Pada saat itulah, orang zhalim menggigit dua tangannya lan-taran mengetahui kondisinya yang
nyata dan berangan-angan bisa kembali ke dunia (untuk memperbaiki diri).
Bukan untuk menuntas-kan nafsu syahwatnya, akan tetapi dalam upaya menambal
keku-rangan-kekurangan yang dia kerjakan berupa kelalaian-kelalaian, dengan taubat dan beramal
shalih.
Orang yang cerdik lagi berkepribadian kuat yang meraih taufik (dari Allah) menghadirkan kondisi ini ke hadapan matanya. Kemu-dian
berkata kepada dirinya sendiri, "Anggap saja bahwa engkau sudah mati, dan pasti engkau akan
mati, kondisi manakah yang engkau pilih, tertipu dengan keindahan tempat ini (dunia)
dan ber-senang-senang layaknya binatang-binatang ternak yang sedang berkeliaran, ataukah beramal
untuk tempat yang perjamuannya abadi dan naungannya (pun demikian). Di
dalamnya terdapat apa saja yang diinginkan oleh hati dan sedap (dipandang) mata. Dengan ini bisa diketahui, apakah seorang hamba
mendapatkan taufik atau tersia-siakan, memperoleh keuntungan atau kerugian."
(46) Oleh karena itu, Allah تعالى memberitahukan bahwa ke-kayaan dan
anak-anak adalah ﴾ زِينَةُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ ﴿ "perhiasan kehidupan dunia," maksudnya
tidak ada fungsi lainnya. Perkara yang abadi bagi seorang manusia, bermanfaat dan
membahagiakannya adalah amalan-amalan yang kekal lagi shalih. Ini mencakup seluruh jenis
ketaatan yang wajib atau sunnah, yang bertalian dengan hak-hak Allah dan hak-hak sesama manusia,
berupa shalat, zakat, sedekah, haji, umrah, bertasbih, (mengucapkan)
tahmid, tahlil dan [takbir], membaca (al-Qur`an),
mencari ilmu yang bermanfaat, melakukan amar ma'ruf dan nahi mungkar, menjalin tali silaturahim,
berbakti kepada kedua orang tua, melaksanakan hak-hak istri-istri, budak-budak dan hewan-hewan
serta seluruh jenis perbuatan baik yang ditujukan kepada sesama manusia.
Ini semua termasuk baqiyyatus shalihat (amalan-amalan yang kekal lagi shalih). Amal perbuatan ini lebih baik
pahalanya di sisi Allah, dan lebih baik untuk menjadi harapan. Pahalanya lestari dan
berlipat-ganda selama-lamanya. Ganjaran, kebaikan, dan kegunaan amalan itu senantiasa
diharap-harap di waktu yang diperlukan. Inilah yang sepatutnya (menjadi ajang) perlombaan bagi orang-orang yang berlomba dan (wahana) adu cepat bagi orang-orang yang beramal, serta (menjadi media)
ketekunan untuk meraihnya bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh.
Cermatilah, bagaimana Allah menggariskan perumpamaan dunia dan kondisinya serta kepudarannya,
Allah menyebutkan bahwa di dalamnya terdapat dua macam (hakikat): Jenis
(pertama) yang menjadi sumber keindahannya yang akan dinikmati sejenak
kemudian lenyap tanpa faidah yang kembali bagi pemiliknya. Dan bahkan tidak menutup kemungkinan
dia terkena kemudharatan-nya yaitu harta dan anak. Dan jenis (kedua)
yang abadi bagi pemilik-nya secara lestari, yaitu baqiyyatush shalihat (amalan yang kekal lagi shalih).