Menurut riwayat Ibnu 'Abbas bahwa 'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Abu Jahal bin Hisyam, an-Nadhar bin Harits, Umayyah bin Khalaf, al-Asya bin Wa'il, al-Aswad bin Muththalib, dan Abu Buhturi di hadapan beberapa orang Quraisy mengadakan pertemuan. Rasul saw merasa susah melihat perlawanan kaumnya kepadanya dan pengingkaran mereka terhadap ajaran-ajaran yang dibawanya, sehingga sangat menyakitkan hatinya. Lalu turunlah ayat ini.
Dalam ayat ini, Allah swt mengingatkan Rasul saw agar tidak bersedih hati, hingga merusak kesehatan dirinya, hanya karena kaumnya tidak mau beriman kepada Al-Qur'an dan kenabiannya. Hal demikian itu tidak patut membuat Nabi sedih karena tugas beliau hanyalah menyampaikan wahyu Ilahi kepada mereka, sedangkan kesediaan jiwa mereka untuk menerima kebenaran ayat-ayat tersebut tergantung kepada petunjuk Allah swt.
Firman Allah swt:
Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. (al-Baqarah/2: 272)
Sesungguhnya Nabi Muhammad bersedih hati karena hasratnya yang besar dan kecintaannya yang dalam terhadap kaumnya supaya mereka beriman, tidak tercapai. Beliau diberi gelar habibullah artinya kekasih Allah, maka sifat kasih sayang beliau yang sangat menonjol kepada sesama manusia itu adalah pencerminan dari cintanya kepada Allah. Semakin kuat cinta kepada Allah, semakin besar pula kasihnya kepada manusia, bahkan manusia itu dirasakan sebagai dirinya. Oleh karena itu, ketika kaumnya menjauhkan diri dari bimbingan Allah swt dan rasul-Nya, beliau merasakan kejadian itu sebagai pukulan berat bagi dirinya. Bukankah kaum yang jauh dari hidayah Allah pada akhirnya akan hancur, dan beliau sendiri akan menyaksikan kehancuran mereka itu. Hati yang sangat iba terhadap mereka menjadi penghalang kebenaran, apapun pendorongnya, dan dapat mengham-bat jalan kebenaran itu sendiri. Maka Allah swt mengingatkan Rasul saw agar tidak mengindahkan tanggapan kaum musyrikin yang menjadi peng-halang tersebarnya agama Islam, tetapi terus menyampaikan dakwahnya dengan bijaksana. Sebab mereka itu adalah manusia yang telah dikaruniai akal pikiran. Dengan akal pikiran itu, manusia dapat merenungkan kebenar-an ayat-ayat Al-Qur'an dan ayat-ayat kauniyah (alam) seperti benda-benda yang terdapat dalam alam ini.