Al-Mu'minun Ayat 11
الَّذِيْنَ يَرِثُوْنَ الْفِرْدَوْسَۗ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ ( المؤمنون: ١١ )
Al-Ladhīna Yarithūna Al-Firdawsa Hum Fīhā Khālidūna. (al-Muʾminūn 23:11)
Artinya:
(yakni) yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (QS. [23] Al-Mu'minun : 11)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Demikianlah sifat-sifat orang mukmin yang akan meraih keberuntungan. Sebagai ganjarannya, mereka itulah orang yang akan mewarisi, yakni mewarisi dan memperoleh surga Firdaus. Mereka akan kekal di dalam kenikmatan dan kebahagiaan-nya.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Mereka yang memiliki tujuh sifat mulia itu akan mewarisi surga, disebabkan amal kebajikan mereka selama hidup di dunia, yaitu surga Firdaus yang paling tinggi, yang di atasnya berada `Arsy Allah Yang Maha Pemurah, dan mereka kekal di dalamnya. Umar meriwayatkan sebuah hadis, dimana Rasulullah saw bersabda:
Dari Umar bin al-Khattab, Rasulullah bersabda, "Telah diturunkan kepadaku sepuluh ayat: Barang siapa yang menegakkannya akan masuk surga, lalu ia membaca sepuluh ayat ini dari permulaan Surah al-Mu`minun. (Riwayat at-Tirmidzi)
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Al Mu’minun: 5-7)
Artinya, orang-orang yang memelihara kemaluan mereka dari perbuatan yang diharamkan. Karena itu mereka tidak terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah, seperti zina dan liwat. Dan mereka tidak mendekati selain dari istri-istri mereka yang dihalalkan oleh Allah bagi mereka, atau budak-budak perempuan yang mereka miliki dari tawanan perangnya. Barang siapa yang melakukan hal-hal yang dihalalkan oleh Allah, maka tiada tercela dan tiada dosa baginya.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Yakni yang akan mewarisi surga Firdaus) yaitu surga yang tempatnya paling tinggi. (Mereka kekal di dalamnya) di dalam ayat-ayat yang telah lalu terkandung isyarat yang menunjukkan tempat kembali di akhirat. Hal ini sangat relevan bila disebutkan hal-hal yang menyangkut masalah permulaan atau asal kejadian, sesudah pembahasan tadi.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Mereka akan memperoleh anugerah surga Firdaus dari Allah swt., sebuah tempat tertinggi di dalam surga. Di sana mereka bersenang-senang, tanpa ada orang lain bersama mereka.
6 Tafsir as-Saadi
"Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman itu. (Yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada ber-guna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya, mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi. (Yakni) yang akan mewa-risi Surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya." (Al-Mu`minun: 1-11).
Makkiyah
Ini merupakan sanjungan dari Allah, dengan menyebutkan hamba-hambaNya yang beriman dan menceritakan keberuntung-an dan kebahagiaan mereka serta cara yang menyebabkan mereka memperolehnya. Termasuk dalam hal itu adalah anjuran untuk menyerupakan diri dengan sifat-sifat mereka dan pengarahan untuk menyukainya. Hendaknya, seorang hamba dan orang lain memban-dingkan dirinya dengan kandungan ayat-ayat ini. Melalui metode ini, akan terdeteksi sejauh mana keimanan yang menyertai dirinya dan orang lain, dari sisi peningkatan maupun pengenduran, sema-kin berat maupun semakin ringan.
(1) Firman Allah تعالى, ﴾ قَدۡ أَفۡلَحَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ﴿ "Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman itu," maksudnya mereka telah memperoleh kemenangan, kebahagiaan dan keberuntungan serta telah berhasil menggapai apa yang dicita-citakan. Mereka adalah kaum Mukminin yang telah beriman kepada Allah dan membenarkan para utusan Allah.
(2) Orang-orang yang sebagian kesempurnaan sifat mereka, adalah bahwa mereka ﴾ ٱلَّذِينَ هُمۡ فِي صَلَاتِهِمۡ خَٰشِعُونَ ﴿ "(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya." Khusyu' dalam shalat, hakikatnya ialah hadirnya hati di hadapan Allah, berusaha hadir untuk men-dekatiNya sehingga dengan itu, hati menjadi tenang, jiwanya me-rengkuh ketentraman, gerakan-gerakannya menjadi tenang serta keberpalingannya berkurang, untuk menjaga kesopanan di hadapan Rabbnya dan menghayati setiap ucapan dan gerakan shalatnya, dari awal sampai selesai. Berkat itu, bisikan-bisikan setan dan pi-kiran-pikiran yang hina lenyap. Inilah ruh (substansi) shalat yang menjadi tujuan pelaksanaannya. Itulah yang diwajibkan untuk hamba.
Shalat yang tidak memuat unsur kekhusyu'an sama sekali, dan tanpa penghayatan hati, kendatipun sudah cukup menggugur-kan kewajiban dan mendatangkan pahala, namun sungguh besar-kecilnya pahala tergantung dengan sejauh mana hati menghayati shalatnya.
(3) ﴾ وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَنِ ٱللَّغۡوِ ﴿ "Dan orang-orang yang dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna," yaitu perbincangan yang tidak ada muatan kebaikan dan kegunaannya sama sekali, ﴾ مُعۡرِضُونَ ﴿ "mereka menjauhkan diri," karena kebencian dan ingin menjaga diri serta ke-engganan. Bila mendapati tindakan sia-sia, mereka sekedar mele-watinya dengan menjaga kehormatan diri. Jika mereka berpaling dari tindakan yang sia-sia, maka sudah semestinya mereka lebih menjauhi dari perkara-perkara yang diharamkan. Kalau seorang hamba mampu menguasai lisannya dan menyimpannya kecuali dalam kebaikan, maka dia akan berhasil mengendalikan perkara (agamanya). Seperti kandungan hadits yang disampaikan oleh Rasulullah kepada sahabat Mu'adz bin Jabal manakala beliau ber-pesan kepada sahabat itu dengan beberapa wasiat. Beliau bersabda,
أَلَا أُخْبِرُكَ بِمَلَاكِ ذٰلِكَ كُلِّهِ؟ قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ، قَالَ: فَأَخَذَ بِلِسَانِ نَفْسِهِ وَقَالَ: كُفَّ عَلَيْكَ هٰذَا.
"Tidakkah kamu mau aku mengabarimu dengan pengendali perkara itu semuanya?" Aku menjawab, "Sudah tentu wahai Rasulullah." Maka beliau memegang lisan sendiri seraya berkata, "Kamu tahanlah ini." (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi).
Kaum Mukminin, sebagian dari ciri mereka yang terpuji, ada-lah mengekang lisan-lisan mereka dari ucapan sia-sia dan omongan haram.
(4) ﴾ وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِلزَّكَوٰةِ فَٰعِلُونَ ﴿ "Dan orang-orang yang menunaikan zakat," melaksanakan pembayaran zakat harta mereka, sesuai jenis harta mereka, guna menyucikan jiwa-jiwa mereka dari noda-noda yang berasal dari tingkah laku dan keburukan-keburukan amal perbuatan, yang jiwa seseorang akan menjadi bersih dengan me-ninggalkan dan menjauhinya. Maka, perbaikilah ibadah kalian ke-pada Pencipta kalian dengan khusyu' di dalam shalat, dan berbuat baiklah kepada para hambaNya dengan menunaikan zakat.
(5) ﴾ وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِفُرُوجِهِمۡ حَٰفِظُونَ ﴿ "Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya," dari praktik perzinaan. Termasuk bagian kesempur-naan pemeliharaan kemaluan adalah menjauhi perkara-perkara yang menuntun kepada perzinaan. Misalnya, memandang dan me-nyentuh (yang bukan mahramnya) dan tindakan lain yang serupa. Maka, mereka telah memelihara kemaluan mereka dari setiap orang.
(6) ﴾ إِلَّا عَلَىٰٓ أَزۡوَٰجِهِمۡ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُمۡ ﴿ "Kecuali terhadap istri-istri me-reka atau budak yang mereka miliki" berupa budak-budaknya yang ia miliki. ﴾ فَإِنَّهُمۡ غَيۡرُ مَلُومِينَ ﴿ "Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela," saat mendekati keduanya. Karena Allah menghalalkan keduanya.
(7) ﴾ فَمَنِ ٱبۡتَغَىٰ وَرَآءَ ذَٰلِكَ ﴿ "Barangsiapa mencari yang di balik itu," selain istri dan budak wanita, ﴾ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡعَادُونَ ﴿ "maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas," yang telah melewati batasan yang sudah Allah halalkan menuju tindakan yang diharamkan, yang nekad melanggar larangan-larangan Allah. Muatan umum ayat ini, menandakan tentang pengharaman [pernikahan] mut'ah. Sesung-guhnya si wanita (dalam pernikahan mut'ah) bukan istri (si lelaki) dengan sebenarnya, yang ditujukan untuk hidup bersama dan juga bukan budak yang dimiliki, serta menunjukkan pengharaman per-nikahan untuk menghalalkan (istri yang sudah ditalak tiga).
Sedangkan Firman Allah, ﴾ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُمۡ ﴿ "Atau budak yang mereka miliki," menunjukkan bahwa disyaratkan dalam penghalalan budak wanita, yaitu hendaknya budak itu merupakan hak miliknya secara utuh. Jika hak kepemilikannya atas budak tersebut hanya separuh, maka belum halal (baginya). Wanita itu (masih) bukan termasuk yang berada dalam kepemilikannya, akan tetapi ia ber-ada di bawah hak kepemilikan lelaki itu dan orang lain. Maka itu sebagaimana tidak diperbolehkan adanya seorang wanita merdeka yang dimiliki oleh dua orang lelaki secara bersama. Demikian pula, seorang budak wanita tidak boleh dimiliki oleh dua majikan secara bersamaan.
(8) ﴾ وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِأَمَٰنَٰتِهِمۡ وَعَهۡدِهِمۡ رَٰعُونَ ﴿ "Dan orang-orang yang memeli-hara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya," maksudnya mereka memperhatikan, menjaga lagi memeliharanya, sangat bergelora semangatnya untuk menjalankan dan menegakkannya. Keterangan ini bersifat umum berlaku pada seluruh amanah yang merupakan hak Allah, dan hak para hamba. Allah تعالى berfirman,
﴾ إِنَّا عَرَضۡنَا ٱلۡأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱلۡجِبَالِ فَأَبَيۡنَ أَن يَحۡمِلۡنَهَا وَأَشۡفَقۡنَ مِنۡهَا وَحَمَلَهَا ٱلۡإِنسَٰنُۖ ﴿
"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul ama-nat itu dan merasa khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia." (Al-Ahzab: 72).
Seluruh kewajiban yang ditetapkan oleh Allah kepada para hambaNya merupakan amanah bagi seorang hamba. Dia berkewa-jiban menjaganya dengan mengaplikasikannya sebaik-baiknya. Begitu pula, seluruh amanah yang terjalin antar manusia masuk dalam konteks ini, misalnya, titipan harta, perkara-perkara rahasia dan lain-lainnya. Kewajiban seseorang, adalah memberikan perha-tiannya ke arah dua perkara itu dan dua amanah tersebut.
﴾ إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا ﴿
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat ke-pada yang berhak menerimanya." (An-Nisa`: 58).
Demikian pula ikatan janji, mencakup janji mereka dengan Rabb mereka dan janji mereka dengan sesama, yang berbentuk, kon-sekuensi-konsekuensi dan akad yang telah dibuat oleh seseorang. Dia harus mempedulikan dan menepatinya. Dia haram menyia-nyiakannya atau mengenyampingkannya.
(9) ﴾ وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَلَىٰ صَلَوَٰتِهِمۡ يُحَافِظُونَ ﴿ "Dan orang-orang yang memelihara shalatnya," maksudnya yang menegakkannya secara tekun pada waktu-waktunya, sesuai aturan-aturan, syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Allah menyanjung mereka karena tingkat kekhusyu'an mereka dan ketekunan mereka. Pasalnya, urusan shalat mereka menjadi sempurna berkat dua hal itu. Barangsiapa yang menekuni pelaksanaan shalat tanpa khusyu' atau menunaikannya dengan khusyu' tapi tanpa dibarengi dengan ketekunan, maka ia tercela lagi kurang.
(10) ﴾ أُوْلَٰٓئِكَ ﴿ "Mereka itulah," orang-orang yang bercirikan dengan sifat-sifat tersebut adalah ﴾ هُمُ ٱلۡوَٰرِثُونَ ﴿ "orang-orang yang akan mewarisi."
(11) ﴾ ٱلَّذِينَ يَرِثُونَ ٱلۡفِرۡدَوۡسَ ﴿ "(Yakni) orang-orang yang akan mewa-risi Surga Firdaus," yang merupakan tingkatan surga paling tinggi, berada di tengah dan paling utama. Lantaran mereka terhiasi oleh sifat-sifat kebaikan pada tingkat paling tinggi. Atau maksudnya adalah seluruh surga, agar kaum Muslimin pada umumnya dapat memasuki surga sesuai dengan tingkatan (amalan) mereka. Masing-masing tergantung kondisinya. ﴾ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ﴿ "Mereka kekal di dalam-nya," mereka tidak beranjak pindah darinya dan tidak berminat mencari tempat ganti, lantaran berisi kenikmatan yang paling sem-purna dan terbaik lagi terlengkap, tanpa ada yang menodai dan membuat susah.
Pada ayat-ayat ini, Allah menguraikan tahapan seorang manu-sia dan pertumbuhannya sejak pertama kali penciptaannya sampai ke perwujudan terakhir.