Ayah wanita itu mengatakan:
Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini. (Al Qashash:27)
Musa a.s. diminta oleh lelaki tua itu untuk menggembalakan ternak kambingnya. Sebagai balasannya, ia akan mengawinkan Musa dengan salah seorang anak perempuannya.
Syu'aib Al-Jiba'i mengatakan bahwa nama kedua wanita itu adalah Safuriya dan Layya. Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, nama keduanya ialah Safuriya dan Syarafa yang juga disebut Layya.
Murid-murid Imam Abu Hanifah menyimpulkan dalil dari ayat ini untuk menunjukkan keabsahan transaksi jual beli yang penjualnya mengatakan kepada pembelinya, "Aku jual kepadamu salah seorang dari kedua budak ini dengan harga seratus." Lalu pihak pembeli menjawab, "Saya beli." Transaksi jual beli seperti ini sah.
Firman Allah Swt.:
atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun, dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu. (Al Qashash:27)
Yakni dengan syarat bahwa kamu gembalakan ternak kambingku selama delapan tahun. Dan jika kamu menambah dua tahun lagi secara sukarela, maka itu adalah kebaikanmu. Tetapi jika tidak, maka delapan tahun sudah cukup.
maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik. (Al Qashash:27)
Maksudnya, aku tidak akan memberatimu, tidak akan mengganggumu, serta tidak pula mendebatmu sesudah itu. Mazhab Imam Auza'i menyimpulkan dalil dari ayat ini, bahwa bila seseorang berkata, "Aku jual barang ini kepadamu seharga sepuluh dinar kontan atau dua puluh dinar secara kredit," transaksi tersebut sah dan pihak pembeli boleh memilih salah satu dari kedua alternatif tersebut, hukumnya sah (halal). Akan tetapi, ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud menyanggah mazhab ini, yaitu hadis yang mengatakan:
Barang siapa yang melakukan dua harga dalam satu transaksi jual beli, maka ia harus mengambil harga yang paling rendah atau riba (bila mengambil yang tertinggi).
Mengenai pengambilan dalil dari ayat ini dan hadis di atas yang menyanggahnya, pembahasannya memerlukan keterangan panjang dan lebar, tetapi bukan dalam kitab tafsir ini tempatnya.
Namun, murid-murid Imam Ahmad dan para pengikutnya mengambil dalil dari ayat ini yang menunjukkan keabsahan mengupah orang sewaan dengan imbalan berupa makanan dan sandang. Mereka memperkuatnya dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah Muhammad ibnu Yazid ibnu Majah di dalam kitab sunannya, yaitu dalam Bab "Menyewa Orang Upahan dengan Imbalan Berupa Makanan."
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musaffa, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ibnul Walid, dari Maslamah ibnu Ali, dari Sa'id ibnu Abu Ayyub, dari Al-Haris ibnu Yazid, dari Ali ibnu Rabbah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Atabah ibnul Munzir As-Sulami menceritakan, "Ketika kami berada di rumah Rasulullah Saw. yang saat itu beliau sedang membaca surat Ta Sin Mim (surat Al-Qashash), dan ketika bacaan beliau Saw. sampai di kisah Musa, maka beliau bersabda: 'Sesungguhnya Musa menjual jasanya selama delapan atau sepuluh tahun dengan imbalan pemeliharaan kemaluannya (kawin) dan kebutuhan makannya'.”
Hadis bila ditinjau dari segi jalurnya berpredikat lemah, karena Maslamah ibnu Ali Al-Khusyani Ad-Dimasyqi Al-Balati orangnya daif dalam periwayatan hadis menurut para imam ahli hadis. Namun, hadis ini diriwayatkan pula melalui jalur lain, hanya masih disangsikan pula kesahihannya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Lahi'ah, dari Al-Haris ibnu Yazid Al-Hadrami, dari Ali ibnu Rabbah Al-Lakhami yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Atabah ibnul Munzir As-Sulami (sahabat Rasulullah Saw.) menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Musa a.s. menjual jasanya dengan imbalan pemeliharaan kemaluannya (kawin) dan kebutuhan makannya.