Allah Swt. menyebutkan bahwa negeri akhirat berikut kenikmatannya yang kekal, tidak berubah dan tidak lenyap, hanyalah diperuntukan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman lagi rendah diri, yaitu mereka yang tidak bersikap angkuh di muka bumi terhadap makhluk Allah yang lain, tidak besar diri, tidak berlaku sewenang-wenang terhadap mereka, dan tidak menimbulkan kerusakan di kalangan mereka. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ikrimah, bahwa makna al-uluwwu ialah menyombongkan diri. Menurut Sa'id ibnu Jubair, al-uluwwu artinya sewenang-wenang. Sufyan ibnu Sa'id As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Muslim Al-Batin, bahwa makna yang dimaksud ialah menyombongkan diri tanpa alasan yang dibenarkan dan membuat kerusakan serta mengambil harta tanpa alasan yang dibenarkan (dari tangan orang lain).
Ibnu Juraij mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri di (muka) bumi. (Al Qashash:83) Yaitu bersikap angkuh dan bertindak sewenang-wenang. dan tidak (pula) berbuat kerusakan. (Al Qashash:83) Yang dimaksud dengan kerusakan ialah mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Asy'as As-Samman, dari Abu Salam Al-A'raj, dari Ali yang mengatakan, bahwa sesungguhnya seorang lelaki yang merasa tali sandalnya lebih baik daripada tali sandal temannya (dengan sikap menyombongkan diri), ia termasuk ke dalam apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dari berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (Al Qashash:83)
Akan tetapi, pengertian ini ditakwilkan dengan maksud bahwa jika orang yang bersangkutan bersikap angkuh dan sombong terhadap temannya itu, sebab sikap ini adalah sikap yang tercela, sebagaimana yang dijelaskan di dalam kitab sahih melalui sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku bahwasanya berendah dirilah kamu, sehingga tiada seorang pun yang berbangga diri terhadap orang lain, dan tiada pula seseorang yang bersikap melampaui batas terhadap orang lain.
Tetapi jika orang yang bersangkutan menyatakan hal tersebut hanyalah semata-mata untuk menghias diri, maka hukumnya tidak mengapa, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis lain yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki berkata kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku suka bila kain selendangku baik dan terompahku baik, apakah cara berpakaian seperti itu termasuk sikap sombong?" Rasulullah Saw. menjawab:
Tidak, sesungguhnya Allah itu indah, Dia menyukai keindahan.