۞ مُنِيْبِيْنَ اِلَيْهِ وَاتَّقُوْهُ وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَلَا تَكُوْنُوْا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَۙ ( الروم: ٣١ )
Munībīna 'Ilayhi Wa Attaqūhu Wa 'Aqīmū Aş-Şalāata Wa Lā Takūnū Mina Al-Mushrikīna. (ar-Rūm 30:31)
Artinya:
dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta laksanakanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, (QS. [30] Ar-Rum : 31)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Berpegangteguhlah pada agama yang lurus itu dengan mendekat dan kembali bertobat kepada-Nya dengan sepenuh hati, dan bertakwalah kepada-Nya dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, serta laksanakanlah salat secara konsisten dan sempurna, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah dalam beribadah atau mempersekutukan-Nya dengan mengikuti agama yang menyimpang
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Ayat ini merupakan jawaban dari ayat 30 Surah ar-Rum di atas yang menyatakan, "Tidak ada perubahan bagi agama Allah." Maksudnya ialah agar manusia jangan sekali-kali mencoba mengubah agama Allah. Bagaimana tindakan manusia agar dia tidak mengubah agama Islam ialah dengan jalan bertobat kepada-Nya. Akan tetapi, ada yang menafsirkan kalimat "dengan kembali bertobat kepada-Nya" sebagai keterangan dari kata "hadapkanlah wajahmu" tersebut di atas. Maksudnya agar Nabi Muhammad dan umatnya meluruskan muka (menghadapkan wajah) dengan cara kembali bertobat kepada Allah. Kaum Muslimin juga termasuk dalam perintah ini karena suruhan kepada Nabi saw berarti juga suruhan kepada umatnya.
Ayat ini juga menyuruh manusia bertobat kepada Allah. Perintah ini lalu dihubungkan dengan suruhan agar manusia bertakwa kepada-Nya, mendirikan salat, serta larangan menjadi orang musyrik.
Kembali kepada Allah ialah cara yang baik untuk memperbaiki fitrah tadi dan menjauhi segala rintangan yang mungkin menghalanginya.
Perintah bertakwa didahulukan dari perintah mendirikan salat karena salat termasuk salah satu tanda-tanda yang pokok dari orang yang bertakwa. Salat dan ibadah lainnya tidak akan ada hasilnya, kecuali atas dasar iman dengan Allah, merasakan kekuasaan dan ketinggian-Nya. Dalam hal ini Allah berfirman:
Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam salatnya. (al-Mu'minun/23: 1-2)
Ibadah juga tidak ada artinya kalau tidak disertai dengan ikhlas. Oleh karena itu, ayat ini diakhiri dengan keharusan ikhlas dalam beribadah agar kaum Muslimin tidak menjadi musyrik.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Allah Swt. berfirman, bahwa luruskanlah wajahmu menghadap kepada agama yang telah disyariatkan oleh Allah bagimu, yaitu agama yang hanif, agama Ibrahim, yang telah ditunjukkan oleh Allah kepadamu dan disempurnakan-Nya bagimu dengan sangat sempurna. Selain dari itu kamu adalah orang yang tetap berada pada fitrahmu yang suci yang telah dibekalkan oleh Allah kepada semua makhluk-Nya. Karena sesungguhnya Allah telah membekalkan kepada semua makhluk-Nya pengetahuan tentang keesaan-Nya, dan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pembahasan yang terdahulu dalam tafsir firman-Nya:
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami)" (Al A'raf:172)
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif kemudian setan-setan menyesatkan mereka dari agamanya.
Dalam pembahasan berikutnya yang menjelaskan hadis-hadis mengenai hal ini akan disebutkan bahwa Allah Swt. membekali fitrah Islam kepada makhluk-Nya, kemudian sebagian dari mereka dirasuki oleh agama-agama yang telah rusak, seperti agama Yahudi, Nasrani, serta Majusi.
Firman Allah Swt.:
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar Ruum:30)
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'janganlah kalian mengubah ciptaan Allah, karenanya kalian mengubah manusia dari fitrah mereka yang telah dibekalkan oleh Allah kepada mereka.' Dengan demikian, berarti kalimat ini merupakan kalimat berita, tetapi bermakna perintah, sama dengan pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia. (Ali-Imran: 97)
Ini merupakan pendapat yang baik dan sahih.
Ulama tafsir lainnya mengatakan bahwa makna ayat ini adalah kalimat berita sesuai dengan apa adanya, yang berarti bahwa Allah Swt. memberikan fitrah-Nya secara sama rata di antara semua makhluk-Nya, yaitu fitrah (pembawaan) yang lurus. Tiada seorang pun yang dilahirkan melainkan dibekali dengan fitrah tersebut dalam kadar yang sama dengan yang lain, tiada perbedaan di antara manusia dalam hal ini.
Karena itulah Ibnu Abbas, Ibrahim An-Nakha'i, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Ikrimah, Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar Ruum:30) Yakni agama Allah.
Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar Ruum:30) Yaitu agama Allah, fitrah orang-orang dahulu artinya agama orang-orang dahulu, agama dan fitrah maksudnya ialah Islam.
Telah menceritakan kepada kami Abdan, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, bahwa Abu Hurairah r.a. pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidak ada seorang bayi pun yang dilahirkan melainkan atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, atau Nasrani atau Majusi. Sama halnya dengan hewan ternak yang melahirkan anaknya dalam keadaan sempurna, maka apakah kalian melihat adanya kecacatan pada anak hewan itu. Setelah itu Nabi Saw. membacakan firman Allah Swt.: (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, (Ar Ruum:30)
Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Wahb, dari Yunus ibnu Yazid Al-Aili, dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw.
Semakna dengan hadis ini ada hadis-hadis lain yang diriwayatkan oleh sejumlah sahabat, antara lain Al-Aswad ibnu Sari' At-Tamimi.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Al-Hasan, dari Al-Aswad ibnu Sari' yang menceritakan bahwa ia datang menghadap kepada Rasulullah Saw. dan berperang bersama-sama beliau, dalam perang itu ia memperoleh banyak ganimah. Hari itu perang terjadi amat seru sehingga pasukan kaum muslim membunuhi anak-anak. Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah Saw., beliau bersabda, "Apakah gerangan yang dilakukan oleh kaum muslim? Pada hari ini mereka melampaui batas dalam berperang sehingga mereka membunuhi anak-anak kecil?" Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah mereka adalah anak-anak kaum musyrik?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, sesungguhnya anak-anak kaum musyrik itu harus dihindari oleh kalian." Beliau melanjutkan sabdanya, "Jangan membunuh anak-anak, jangan membunuh anak-anak." Pada akhirnya beliau Saw. bersabda: Setiap diri itu dilahirkan atas dasar fitrah sehingga ia dapat berbicara mengutarakan keinginan dirinya, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi atau seorang Nasrani.
Imam Nasai di dalam Kitabus Sair-nya telah meriwayatkan hadis ini melalui Ziad ibnu Ayyub, dari Hasyim, dari Yunus ibnu Ubaid, dari Al-Hasan Al-Basri dengan sanad yang sama.
Di antara sahabat yang meriwayatkan hadis ini ialah Jabir ibnu Abdullah Al-Ansari.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far, dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Al-Hasan, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Semua anak dilahirkan atas dasar fitrah, sehingga lisannya dapat mengutarakan keinginan dirinya. Apabila lisannya telah dapat mengungkapkan kemauan dirinya, maka adakalanya ia menjadi orang yang bersyukur (Islam), dan adakalanya ia menjadi orang yang pengingkar (kafir).
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai anak-anak kaum musyrik. Maka beliau menjawab: Allah lebih mengetahui apa yang akan dilakukan oleh mereka sejak Dia menciptakan mereka.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Abu Bisyr Ja'far ibnu Iyas Al-Yasykuri, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas secara marfu' dengan teks yang sama.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ammar ibnu Abu Ammar, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa di suatu masa dia berpendapat bahwa anak-anak kaum muslim bersama-sama kaum muslim, dan anak-anak kaum musyrik bersama-sama kaum musyrik, hingga ada si Fulan menceritakan dari si Fulan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang nasib anak-anak kaum musyrik. Maka beliau Saw. menjawab: Allah lebih mengetahui apa yang bakal dilakukan oleh mereka.
Yakni apakah mereka masuk Islam ataukah sama dengan orang tua mereka yang musyrik.
Adapun firman Allah Swt.:
dengan kembali bertobat kepada-Nya. (Ar Ruum:31)
Ibnu Zaid dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa makna inabah ialah kembali kepada-Nya.
dan bertakwalah kepada-Nya. (Ar Ruum:31)
Artinya, takutlah kepada-Nya dan selalulah kalian merasa diawasi olehNya.
serta dirikanlah salat. (Ar Ruum:31)
Salat merupakan ketaatan yang paling besar.
dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. (Ar Ruum:31)
Tetapi jadilah kalian orang-orang yang mengesakan-Nya, mengikhlaskan diri hanya kepada-Nya dalam beribadah, dan tiada yang kalian kehendaki dalam ibadah itu selain hanya karena-Nya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Ishaq, dari Zaid ibnu Abu Maryam yang mengatakan bahwa Umar r.a. bersua dengan Mu'az ibnu Jabal, lalu Umar bertanya, "Apakah yang menjaga keutuhan tegaknya umat ini?" Mu'az menjawab, "Ada tiga perkara yang semuanya dapat menyelamatkan mereka, yaitu tetap pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, salat yang merupakan agama, dan taat yang merupakan pemelihara diri (dari perbuatan yang diharamkan)." Maka Umar berkata, "Engkau benar."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan pula kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abu Qilabah, bahwa Umar r.a. pernah bertanya kepada Mu'az, "Apakah yang melestarikan tegaknya agama ini?" Lalu disebutkan hal yang semisal.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Dengan kembali) bertobat (kepada-Nya) kepada Allah swt., yaitu melaksanakan apa-apa yang diperintahkan oleh-Nya dan menjauhi hal-hal yang dilarang oleh-Nya. Lafal ayat ini merupakan hal atau kata keterangan keadaan bagi fa'il atau subjek yang terkandung di dalam lafal aqim beserta makna yang dimaksud daripadanya, yaitu hadapkanlah wajah kalian (dan bertakwalah kalian kepada-Nya) takutlah kalian kepada-Nya (serta dirikanlah salat dan janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah).
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Jadilah kalian orang-orang yang kembali kepada-Nya. Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada kalian. Tinggalkanlah apa yang dilarang, dan peliharalah salat, serta janganlah menjadi golongan orang-orang yang menyekutukan Allah.