Firman Allah Swt.:
(yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat. (Fushshilat: 7)
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., bahwa makna yang dimaksud ialah orang-orang yang tidak bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah.
Ayat ini semakna dengan firman-Nya:
sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Asy-Syams: 9-10)
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia salat. (Al-A'la: 14-15)
Dan seperti firman Allah Swt.:
dan katakanlah (kepada Fir'aun), "Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)." (An-Nazi'at: 18)
Makna yang dimaksud dengan zakat dalam ayat ini ialah kesucian jiwa dari akhlak yang tercela, dan yang terpenting darinya ialah membersihkan jiwa dari kemusyrikan. Sesungguhnya zakat harta itu dinamakan dengan istilah zakat karena ia membersihkan harta dari keharaman, dan akan menjadi penyebab bagi bertambahnya berkah dan banyaknya manfaat serta menjadi pendorong untuk menggunakannya ke jalan-jalan ketaatan.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya), (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat. (Fushshilat: 6-7) Yakni tidak menunaikan zakat hartanya.
Mu'awiyah ibnu Qurrah mengatakan bahwa mereka bukanlah termasuk ahli zakat, yang terkena taklif menunaikan zakat.
Qatadah mengatakan bahwa mereka menolak, tidak mau mengeluarkan zakat harta mereka.
Inilah makna yang banyak dianut oleh kebanyakan ulama tafsir, dan dipilih oleh Ibnu Jarir. Tetapi pendapat ini masih diragukan, karena sesungguhnya kewajiban zakat itu hanya baru ditetapkan sejak tahun kedua Hijriah, menurut keterangan yang dikemukakan bukan hanya oleh seorang saja dari kalangan ulama. Dan bahwa ayat ini Makkiyyah, kecuali jika dikatakan bahwa tidaklah mustahil bila hukum asal sedekah dan zakat telah diperintahkan sejak permulaan masa kerasulan, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan di keluarkan zakatnya). (Al-An'am: 141)
Adapun mengenai zakat yang mempunyai nisab dan takaran, sesungguhnya ia hanya baru dijelaskan perkaranya ketika di Madinah. Dengan demikian, berarti pendapat ini menggabungkan di antara dua pendapat sebagaimana dalam masalah salat. Pada mulanya salat itu diwajibkan sebelum matahari terbit dan sebelum matahari terbenam, ini dalam permulaan masa kerasulan. Dan ketika Isra dilakukan oleh Nabi Saw. dua tahun setengah sebelum masa hijrah, Allah memfardukan kepada Rasul-Nya salat lima waktu, dan perincian mengenai persyaratan, rukun-rukunnya, dan hal-hal yang berkaitan dengannya diterangkan sesudah itu setahap demi setahap; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.