At-Tagabun Ayat 18
عٰلِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ࣖ ( التغابن: ١٨ )
`Ālimu Al-Ghaybi Wa Ash-Shahādati Al-`Azīzu Al-Ĥakīmu (at-Taghābun 64:18)
Artinya:
Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana. (QS. [64] At-Tagabun : 18)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Yang Mengetahui yang gaib yang tak terlihat mata manusia dan yang nyata yang terlihat mata manusia. Yang Mahaperkasa karena kekuasaan-Nya tak terbatas, Mahabijaksana, karena kelembutan dan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Maha Mengetahui yang gaib apalagi yang tampak. Apa saja yang dikerjakan oleh manusia, semuanya tercatat dan tersimpan di sisi-Nya. Tidak satu pun yang luput sekalipun sebesar biji sawi, sebagaimana dijelaskan oleh Allah dengan firman-Nya:
Kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya," (al-Kahf/18: 49)
Ayat di atas mendorong manusia untuk berinfak, karena segala perbuatan pasti terlihat oleh Allah dan dibalas dengan berlipat ganda.
Amal yang tercatat dalam kitab seseorang akan dibalas oleh Allah dengan sangat teliti. Yang baik dibalas dengan baik yaitu surga, dan yang jahat dibalas dengan siksa di dalam neraka. Dia itu Mahaperkasa dan Mahakuasa. Semua kehendak-Nya terwujud menjadi kenyataan, Mahabijaksana mengatur ciptaan-Nya, memberikan apa yang baik kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (At-Taghabun: 18)
Tafsir ayat ini telah disebutkan sebelumnya berkali-kali. Demikianlah akhir tafsir surat At-Taghabun, hanya milik Allah-lah semua puji-pujian dan semua anugerah.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Yang Mengetahui yang gaib) yang tersembunyi (dan yang nyata) yang terang-terangan (Yang Maha Perkasa) di dalam kerajaan-Nya (lagi Maha Bijaksana) dalam perbuatan dan tindakan-Nya.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Dia Maha Mengetahui segala yang gaib dan yang tampak, Mahakuat dan Mahaperkasa, Mahabijaksana dalam mengatur semua makhluk-Nya secara proporsional.
6 Tafsir as-Saadi
"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesang-gupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang berun-tung. Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipatgandakan (pembalasannya) kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas jasa lagi Maha Penyantun. Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (At-Taghabun: 16-18).
0(16) Allah سبحانه وتعالى memerintahkan para hambaNya agar bertakwa padaNya, yaitu dengan menunaikan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Allah سبحانه وتعالى membatasi hal itu dengan kadar kemampuan dan kesanggupan. Ayat ini menunjukkan bahwa kewajiban yang tidak mampu dilakukan oleh seorang hamba menjadi gugur. Jika seorang hamba mampu menunaikan sebagian kewajiban dan tidak mampu menunaikan kewajiban lainnya, maka ia cukup menunaikan kewajiban yang mampu dia lakukan, sedang-kan kewajiban lainnya yang tidak mampu dilakukan menjadi gugur. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi a,
إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ، فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ.
"Jika aku memerintahkan kalian dengan suatu perintah, maka tu-naikanlah ia semampu kalian."[121]
Kaidah syariah ini mencakup cabang-cabang masalah yang tidak terhitung jumlahnya. Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ وَٱسۡمَعُواْ ﴿ "Dan de-ngarlah," maksudnya, dengarkan nasihat Allah سبحانه وتعالى dan syariat yang diberlakukan pada kalian berupa hukum-hukum. Lakukan dan taatlah padaNya, ﴾ وَأَطِيعُواْ ﴿ "serta taatlah," pada Allah سبحانه وتعالى dan Rasul-Nya pada semua gerak-gerik kalian, ﴾ وَأَنفِقُواْ ﴿ "dan nafkahkanlah," berupa nafkah-nafkah syar'i yang wajib dan yang sunnah, niscaya amal baik kalian itu berguna bagi kalian di dunia dan di akhirat, karena seluruh kebaikan itu terletak pada menunaikan semua perintah Allah سبحانه وتعالى, menerima nasihat-nasihatNya dan tunduk pada syariatNya, dan (sebaliknya) seluruh keburukan itu terletak pada pembangkangan perintah Allah سبحانه وتعالى.
Namun ada bencana yang menahan orang untuk menunaikan nafkah yang diperintahkan, yaitu sifat kikir yang banyak terdapat dalam watak manusia. Sifat ini membuat orang mencintai harta dan amat tidak menyukai untuk dikeluarkan dari tangannya. Untuk itu, siapa pun yang dijaga Allah سبحانه وتعالى ﴾ شُحَّ نَفۡسِهِۦ ﴿ "dari kekikiran dirinya," dengan mengizinkan dirinya untuk memberikan nafkah yang ber-manfaat baginya, ﴾ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ﴿ "maka mereka itulah orang-orang yang beruntung." Karena mereka mendapatkan apa yang diingin-kan dan selamat dari yang ditakutkan. Lebih dari itu, sepertinya ini mencakup seluruh yang diperintahkan dan yang dilarang. Jika jiwa seseorang bersifat kikir dan tidak tunduk pada perintah Allah سبحانه وتعالى, serta tidak mau mengeluarkan hartanya, maka ia tidak akan beruntung tapi akan mendapatkan kerugian di dunia dan di akhirat. Dan jika jiwanya lapang dan tenang terhadap syariat Allah سبحانه وتعالى ka-rena ingin mencari keridhaanNya, maka tidak terdapat pengha-lang antara jiwanya dan perintah yang dibebankan Allah سبحانه وتعالى selain pengetahuannya akan perintah tersebut bahwa hal itu mendatang-kan ridha Allah سبحانه وتعالى. Dengan demikian, ia akan mendapatkan kebe-runtungan, keberhasilan, dan benar-benar akan mendapatkan kemenangan.
(17) Selanjutnya Allah سبحانه وتعالى memberi dorongan untuk berinfak seraya berfirman, ﴾ إِن تُقۡرِضُواْ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا ﴿ "Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik." Pinjaman yang baik adalah semua nafkah yang berasal dari harta halal yang diberikan oleh seseorang karena mengharap bertemu dengan Allah سبحانه وتعالى dan mengalokasikannya pada tempatnya, ﴾ يُضَٰعِفۡهُ لَكُمۡ ﴿ "niscaya Allah melipatgandakan (pembalasan-nya) kepadamu," pahala nafkah adalah sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali dan bahkan sampai berlipat-lipat lagi, ﴾ وَ﴿ "dan," di samping dilipatgandakan, Dia ﴾ يَغۡفِرۡ لَكُمۡۚ ﴿ "mengampuni kamu." Maksudnya, Allah سبحانه وتعالى memberi ampunan dosa bagi kalian karena infak dan sedekah. Allah سبحانه وتعالى menghapus kesalahan dan dosa dengan sedekah dan kebaikan-kebaikan. Sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu bisa menghapus kesalahan-kesalahan. ﴾ وَٱللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ ﴿ "Dan Allah Maha Pembalas jasa lagi Maha Penyantun." Tidak langsung memberi hukuman bagi orang yang durhaka kepadaNya, tapi diberi tang-guhan, namun tidak dilalaikan.
﴾ وَلَوۡ يُؤَاخِذُ ٱللَّهُ ٱلنَّاسَ بِمَا كَسَبُواْ مَا تَرَكَ عَلَىٰ ظَهۡرِهَا مِن دَآبَّةٖ وَلَٰكِن يُؤَخِّرُهُمۡ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗىۖ ﴿
"Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan (dosa-dosa) usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu pun makhluk yang melata, akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu." (Fathir: 45).
Allah سبحانه وتعالى Maha Membalas kebaikan, menerima amalan kecil hamba-hambaNya namun diberi balasan yang besar. Allah سبحانه وتعالى mem-beri balasan baik bagi hambaNya yang rela menanggung beban berat dan berbagai taklif (beban syariat) yang berat karenaNya. Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah سبحانه وتعالى, niscaya akan diberi ganti yang lebih baik oleh Allah سبحانه وتعالى.
(18) ﴾ عَٰلِمُ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ ﴿ "Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata." Maksudnya, tidak ada satu pun rahasia manusia yang tidak nampak bagi Allah سبحانه وتعالى. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah سبحانه وتعالى dan juga segala makhluk yang mereka saksikan. ﴾ ٱلۡعَزِيزُ ﴿ "Yang Mahaperkasa," yang tidak terkalahkan dan tidak tertahan, Yang Maha Memaksa segala sesuatu, ﴾ ٱلۡحَكِيمُ ﴿ "lagi Mahabijaksana," pada makhluk dan perintahNya, Yang meletakkan segala sesuatu pada tempatnya.
Selesai tafsir Surat at-Taghabun. Segala puji hanya bagi Allah سبحانه وتعالى semata.