Al-Qiyamah Ayat 40
اَلَيْسَ ذٰلِكَ بِقٰدِرٍ عَلٰٓى اَنْ يُّحْيِ َۧ الْمَوْتٰى ࣖ ( القيامة: ٤٠ )
'Alaysa Dhālika Biqādirin `Alaá 'An Yuĥyiya Al-Mawtaá (al-Q̈iyamah 75:40)
Artinya:
Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (QS. [75] Al-Qiyamah : 40)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
37-40. Kalau manusia menduga seperti itu, sungguh itu adalah dugaan yang keliru. Bukankah dia mulanya hanya setetes mani yang ditumpahkan ke dalam rahim, kemudian mani itu setelah bertemu dengan sel telur menjadi sesuatu yang melekat, lalu Allah Yang Mahakuasa menciptakannya dan menyempurnakan kejadiannya, lalu Dia menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan. Begitulah siklus reproduksi manusia yang diberi kesempatan hidup di dunia untuk diberi tugas dan tanggung jawab. Dan pastilah akan dibangkitkan untuk dimintai pertanggung jawaban. Bukankah Allah yang berbuat demikian hebat dan menakjubkan, berkuasa pula menghidupkan orang mati? Kalau manusia masih tetap durhaka, berarti sudah tertutup mata hatinya.1. Surah ini diawali dengan peringatan kepada manusia tentang kehadirannya di pentas bumi sekaligus menjelaskan tentang tujuan penciptaannya. Bukankah, yaitu sungguh, pernah datang kepada manusia waktu dari masa yaitu sebelum ia diciptakan, yang ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Ketika itu manusia dalam ketiadaan, jangankan wujudnya, namanya pun belum ada.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Ayat ini merupakan jawaban dari semua itu, bahwa bukankah Allah yang berbuat demikian, berkuasa pula menghidupkan orang yang telah mati? Maksud pernyataan ini adalah apakah Zat yang menciptakan makhluk yang sempurna dari setetes air mani itu tidak sanggup mengembalikan orang yang sudah meninggal? Justru yang demikian itu lebih mudah bagi-Nya. Begitulah Allah menegaskan dalam firman-Nya:
Dan Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengulanginya kembali, dan itu lebih mudah bagi-Nya. Dia memiliki sifat yang Mahatinggi di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana. (ar-Rum/30: 27)
Dalam beberapa hadis disebutkan bahwa bila selesai membaca surah ini, Rasulullah saw berdoa:
Selepas membaca Surah al-Qiyamah, Rasulullah memanjatkan doa, "Subhanaka Allahumma wa bala (Maha Suci Engkau ya Allah dan Engkaulah yang Mahakuasa). (Riwayat Ibnu Mardawaih dari Abu Hurairah)
Demikian pula bila selesai membaca Surah at-Tin, beliau berdoa:
Rasulullah bersabda: Siapa saja yang membaca Surah at-Tin sampai selesai, hendaklah ia berdoa, "Bala wa'ana dhalikum minasy-syahidin (Ya , saya bersaksi atas hal tersebut). Dan siapa yang membaca Surah al-Qiyamah sampai akhir, hendaklah ia berdoa, "Bala" (ya, Engkaulah yang Mahakuasa). Dan siapa yang membaca Surah al-Mursalat hingga akhir, hendaklah ia berdoa, "Amanna billahi (kami beriman kepada Allah). (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidhi, ibnu al-Mindhir, Ibnu Mardawaih, al-Baihaqi, dan disahihkan oleh al-hakim dari Abu Hurairah)
Doa-doa di atas dibaca Rasulullah setelah membaca ayat-ayat seperti ini ketika di luar salat. Sedangkan ketika dalam salat, beliau tidak melakukannya dan tidak terdapat keterangan atau dalil tentang hal itu.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt:
Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? (Al-Qiyamah: 36)
As-Saddi mengatakan, makna yang dimaksud ialah apakah manusia mengira bahwa dirinya tidak dibangkitkan hidup kembali? Menurut Mujahid, Imam Syafii, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, maknanya apakah manusia mengira bahwa dia tidak dikenakan perintah dan larangan? Tetapi makna lahiriah ayat menunjukkan pengertian umum yang mencakup kedua keadaan tersebut. Dengan kata Lain, dapat disebutkan bahwa tidaklah ia dibiarkan begitu saja di dunia ini tanpa dikenakan perintah dan larangan, dan tidak dibiarkan pula di dalam kuburnya dengan sia-sia tanpa dibangkitkan kembali; bahkan dia dikenai perintah dan larangan di dunia ini, lalu digiring kembali kepada Allah di hari kemudian setelah dibangkitkan.
Makna yang dimaksud ialah menguatkan adanya hari berbangkit dan sekaligus menyanggah pendapat orang yang mengingkarinya dari kalangan orang-orang yang sesat, bodoh, lagi pengingkar kebenaran. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan hal yang menunjukkan adanya hari berbangkit itu melalui penciptaan manusia dari permulaannya:
Bukankah dia dahulu setetes mani (nutfah) yang ditumpahkan (ke dalam rahim)? (Al-Qiyamah: 37)
Artinya, tidakkah manusia ingat bahwa asal dirinya adalah nutfah yang lemah berupa air mani yang dipancarkan dari sulbi ke dalam rahim.
kemudian nutfah itu menjadi 'alaqah, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya. (Al-Qiyamah: 38)
Yakni lalu jadilah ia 'alaqah, kemudian diberi bentuk, lalu ditiupkan roh ke dalam tubuhnya sehingga jadilah ia makhluk lain yang sempurna dan memiliki anggota tubuh yang lengkap, apakah dia laki-laki atau perempuan dengan seizin Allah dan takdirnya. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:
lalu Allah menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan. (Al-Qiyamah: 39)
Lalu disebutkan pula dalam firman berikutnya:
Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 40)
Yaitu bukankah Tuhan yang menciptakan makhluk yang sempurna ini dari nutfah yang lemah berkuasa pula untuk mengembalikannya hidup seperti semula ketika Dia menciptakannya?
Kekuasaan mengembalikan hidup seperti semula ini adakalanya tersimpulkan melalui analogi prima bila dikaitkan dengan permuiaan penciptaan, atau adakalanya melalui analogi sepadan. Ada dua pendapat mengenainya, yang tersimpulkan dari makna firman-Nya:
Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikannya (menghidupkannya) kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27)
Tetapi pendapat pertamalah yang lebih terkenal, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam tafsir surat Ar-Rum keterangannya dengan lengkap; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Syababah, dari Syu'bah, dari Musa ibnu Abu Aisyah, dari seseorang, bahwa dia berada di atas puncak rumah membaca Al-Qur'an dengan suara yang keras. Manakala bacaannya sampai pada firman Allah Swt.: Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 40) Maka ia mengucapkan, "Mahasuci Engkau, ya Allah, bukan demikian." Ketika ia ditanya mengenai hal itu, maka ia menjawab bahwa dirinya pernah mendengar Rasulullah Saw. mengucapkan demikian.
Abu Daud rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Musa ibnu Abu Aisyah yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki salat di atas rumahnya, dan manakala ia membaca firman-Nya: Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 40) Lalu ia berkata, "Mahasuci Engkau, bukan demikian." Kemudian mereka bertanya kepadanya tentang hal tersebut. Ia menjawab, bahwa dirinya telah mendengar Rasulullah Saw. mengatakannya.
Hadis ini diriwayatkan secara tunggal oleh Imam Abu Daud, dan mengenai nama sahabat yang tidak disebutkan tidak menjadi masalah bagi hadis ini (sebab semua sahabat dinilai adil).
Imam Abu Daud mengatakan pula:
telah menceritakan kepada kami Abdullah Ibnu Muhammad Az-Zuhri, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Umayyah; bahwa ia mendengar seorang Badui mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Barang siapa dari kamu membaca surat At-Tin, lalu bacaannya sampai pada firman Allah Swt.: 'Bukankah Allah adalah Hakim yang seadil-adilnya? ' (At-Tin: 8) Hendaklah ia menjawab: 'Bukan demikian yang sebenarnya, dan aku termasuk orang-orang yang menyaksikan hal tersebut.' Dan barang siapa yang membaca firman-Nya: 'Aku bersumpah dengan hari kiamat (Al-Qiyamah: 1). Lalu bacaannya sampai pada firman-Nya: 'Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?' (Al-Qiyamah: 40) Hendaklah ia mengucapkan, 'Bukan demikian sebenarnya.' Dan barang siapa yang membaca surat Al-Mursalat, lalu bacaannya sampai pada firman Allah Swt.: 'Maka kepada perkataan apakah selain Al-Qur’an ini mereka beriman?' (Al-Mursalat: 50) Hendaklah iamengucapkan: 'Kami beriman kepada Allah'.”
Imam Ahmad meriwayatkan ini dari Sufyan ibnu Uyaynah, dan Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Ibnu Abu Umar ibnu Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama. Syu'bah telah meriwayatkannya dari Ismail ibnu Umayyah yang mengatakan bahwa aku bertanya kepada Ismail, "Siapakah yang menceritakan ini kepadamu?" Ia menjawab, "Seorang lelaki yang jujur, dari Abu Hurairah."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 40) Telah diceritakan kepada kami, bahwa Rasulullah Saw. apabila membaca ayat ini selalu mengucapkan: Bukan demikian sebenarnya, Mahasuci Engkau.
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Ishaq, dari Muslim Al-Batin. dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa bacaannya pernah sampai pada firman-Nya: Bukankah (Allah yang berbuat) demikian "berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 40) Lalu Ibnu Abbas mengucapkan, "Mahasuci Engkau, hal yang sebenarnya bukan demikian."
4 Tafsir Al-Jalalain
(Bukankah yang berbuat demikian) yang mengerjakan kesemuanya itu (berkuasa pula menghidupkan orang mati?) Nabi saw. menjawab, tentu saja dapat.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Bukankah pencipta segala sesuatu dengan daya cipta yang mahahebat ini Mahakuasa untuk menghidupkan kembali semua yang telah mati setelah tulang belulang mereka dikumpulkan?
6 Tafsir as-Saadi
"Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mende-sak) sampai ke kerongkongan, dan dikatakan (kepadanya), 'Siapa-kah yang dapat menyembuhkanmu.' Dan dia yakin bahwa sesung-guhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia), dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), kepada Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau. Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan al-Qur`an) dan tidak mau mengerjakan shalat, tetapi ia mendustakan (Rasul) dan berpaling (dari kebenaran), kemudian ia pergi kepada ahlinya dengan berlagak (sombong). Kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu, kemudian kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu. Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)? Bukankah dia dahulu dari setetes mani yang ditumpah-kan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya, lalu Allah menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?" (Al-Qiyamah: 26-40).
(26-30) Allah سبحانه وتعالى memberi petuah kepada para hambaNya dengan menyebutkan orang yang kedatangan ajal, ketika ia sedang dalam keadaan berbaring dan ruhnya telah mencapai ﴾ ٱلتَّرَاقِيَ ﴿ "ke-rongkongan," yaitu tulang tempat lubang kerongkongan, yang pada saat itu bencana kian dahsyat, ia mencari segala cara dan sebab yang dikira bisa menyembuhkan dan memberi kenikmatan. Karena itu Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ وَقِيلَ مَنۡۜ رَاقٖ ﴿ "Dan dikatakan (kepadanya), 'Siapa-kah yang dapat menyembuhkanmu'," yakni, siapa yang meruqyahnya, karena angan-angannya sudah terputus dari berbagai sebab normal, ia pun bergantung pada sebab-sebab ilahiyah. Sayangnya, bila ketentuan dan takdir telah dipastikan dan berlaku, tidak ada yang bisa menangkalnya. ﴾ وَظَنَّ أَنَّهُ ٱلۡفِرَاقُ ﴿ "Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia)," berpisah dengan dunia, ﴾ وَٱلۡتَفَّتِ ٱلسَّاقُ بِٱلسَّاقِ ﴿ "dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan)," yakni segala musibah menyatu dan bertaut, masalah kian membesar, bencana kian memuncak serta menginginkan agar ruh yang menyatu de-ngan raga berpisah tapi ruh tetap saja ada bersamanya. Kemudian ia digiring menuju Allah سبحانه وتعالى agar seluruh amal perbuatannya dibalas dan ditegaskan. Ini adalah peringatan keras dari Allah سبحانه وتعالى dengan tujuan menggiring hati kepada keselamatan dan peringatan keras Allah سبحانه وتعالى dari segala sesuatu yang membinasakannya.
(31-33) Tapi orang yang membangkang yang tidak berguna baginya tanda-tanda kebesaran tetap saja berada dalam kesesatan, kekufuran, dan pembangkangan. ﴾ فَلَا صَدَّقَ ﴿ "Dan ia tidak mau mem-benarkan (Rasul dan al-Qur`an)," yakni, tidak beriman pada Allah سبحانه وتعالى, malaikat, para rasul, Hari Akhir, dan takdir baik maupun buruk, ﴾ وَلَا صَلَّىٰ 31 وَلَٰكِن كَذَّبَ ﴿ "dan tidak mau mengerjakan shalat, tetapi ia mendusta-kan (Rasul)," dan kebenaran, bukan malah membenarkan, ﴾ وَتَوَلَّىٰ ﴿ "dan berpaling (dari kebenaran)," berpaling dari perintah dan larangan. Inilah orang yang hatinya tenang dan tidak takut pada Rabbnya, bahkan ia ﴾ ذَهَبَ إِلَىٰٓ أَهۡلِهِۦ يَتَمَطَّىٰٓ ﴿ "pergi kepada ahlinya dengan berlagak (som-bong)," yakni, tidak ada sesuatu pun di benaknya.
(34-35) Kemudian Allah سبحانه وتعالى mengancamnya dengan Fir-manNya, ﴾ أَوۡلَىٰ لَكَ فَأَوۡلَىٰ 34 ثُمَّ أَوۡلَىٰ لَكَ فَأَوۡلَىٰٓ 35 ﴿ "Kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu, kemudian kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu." Ini adalah kata-kata ancaman. Dan Allah سبحانه وتعالى mengulang untuk menegaskan ancamanNya.
(36-40) Kemudian Allah سبحانه وتعالى mengingatkan manusia pada penciptaan awal seraya berfirman, ﴾ أَيَحۡسَبُ ٱلۡإِنسَٰنُ أَن يُتۡرَكَ سُدًى ﴿ "Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)," yakni, dilalaikan tanpa diberi perintah dan larangan, tidak diberi pahala dan juga siksaan? Ini adalah dugaan keliru dan dugaan terhadap Allah سبحانه وتعالى yang tidak sesuai dengan keMahabijak-sanaanNya. ﴾ أَلَمۡ يَكُ نُطۡفَةٗ مِّن مَّنِيّٖ يُمۡنَىٰ 37 ثُمَّ كَانَ عَلَقَةٗ فَخَلَقَ ﴿ "Bukankah dia dahulu dari setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya," menciptakan makhluk hidup dari air mani dan menyempurnakannya. ﴾ فَجَعَلَ مِنۡهُ ٱلزَّوۡجَيۡنِ ٱلذَّكَرَ وَٱلۡأُنثَىٰٓ 39 أَلَيۡسَ ذَٰلِكَ ﴿ "Lalu Allah menjadikan dari padanya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat) demikian," yakni Yang telah menciptakan manusia dan membuatnya melalui ber-bagai fase ini, ﴾ بِقَٰدِرٍ عَلَىٰٓ أَن يُحۡـِۧيَ ٱلۡمَوۡتَىٰ ﴿ "berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?" Tentu, karena Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Selesai tafsir Surat al-Qiyamah. Segala puji hanya bagi Allah سبحانه وتعالى semata, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpah kepada Nabi Muhammad a.[130]