اَلتَّاۤىِٕبُوْنَ الْعٰبِدُوْنَ الْحَامِدُوْنَ السَّاۤىِٕحُوْنَ الرَّاكِعُوْنَ السَّاجِدُوْنَ الْاٰمِرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّاهُوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَالْحٰفِظُوْنَ لِحُدُوْدِ اللّٰهِ ۗوَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ ( التوبة: ١١٢ )
At-Tā'ibūna Al-`Ābidūna Al-Ĥāmidūna As-Sā'iĥūna Ar-Rāki`ūna As-Sājidūna Al-'Āmirūna Bil-Ma`rūfi Wa An-Nāhūna `An Al-Munkari Wa Al-Ĥāfižūna Liĥudūdi Allāhi Wa Bashshir Al-Mu'uminīna. (at-Tawbah 9:112)
Artinya:
Mereka itu adalah orang-orang yang bertobat, beribadah, memuji (Allah), mengembara (demi ilmu dan agama), rukuk, sujud, menyuruh berbuat makruf dan mencegah dari yang mungkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang yang beriman. (QS. [9] At-Taubah : 112)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Mereka itu adalah orang-orang yang bertobat baik karena melakukan dosa maupun tidak melakukan dosa, beribadah secara berkesinambungan, memuji Allah sebagai rasa syukur, mengembara untuk tujuan kebaikan, rukuk, sujud, yakni salat sebagai wujud tunduk dan patuh kepada Allah, menyuruh berbuat makruf dan mencegah dari yang mungkar dan yang memelihara, yakni melaksanakan hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang yang beriman yang mempunyai sifat-sifat yang sudah disebutkan.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Dalam ayat ini disebutkan beberapa sifat dari orang-orang mukmin yang telah mencapai puncak kesempurnaan iman, yang telah mengorbankan harta benda dan jiwa raga mereka dalam berjihad untuk menjunjung tinggi dan menegakkan agama Allah.
Sifat-sifat tersebut ialah:
1. Mereka adalah orang-orang yang bertobat, kembali kepada Allah dengan cara meninggalkan setiap perbuatan yang akan menjauhkan diri dari keridaan-Nya. Maka tobat orang yang pernah menjadi kafir adalah kembalinya mereka kepada jalan Allah, serta melaksanakan perintah syariat-Nya.
Dalam hal ini Allah telah berfirman:
Jika mereka bertobat, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. (at-Taubah/9: 11)
Sedang tobat orang yang pernah menjadi munafik ialah dengan cara meninggalkan kemunafikannya itu. Tobat orang-orang yang durhaka ialah dengan cara meninggalkan kedurhakaannya dengan menyesali apa yang telah diperbuatnya, serta bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan itu lagi, sebagaimana tobat yang telah dilakukan oleh beberapa orang mukmin (Abu Lubabah dengan kawan-kawannya) yang telah mangkir dari Perang Tabuk. Adapun tobat orang yang telah lalai dari melakukan kebajikan, ialah dengan cara berbuat kebajikan lain yang lebih banyak, sedang tobat orang yang lalai dari mengingat Allah ialah dengan cara berzikir dan bersyukur lebih banyak lagi setelah menyadari kelalaiannya.
2. Orang-orang mukmin yang mencapai puncak kesempurnaan iman mempunyai sifat sebagai orang-orang yang beribadat kepada Allah semata-mata dengan ikhlas, tanpa riya maupun syirik. Semua ibadah doa dan harapannya hanya ditujukan kepada Allah semata. Mereka menjauhi segala perbuatan yang dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada selain Allah atau mengharapkan pertolongan dari selain Allah, baik untuk kepentingan duniawi maupun ukhrawi.
3. Orang-orang mukmin disifati sebagai orang-orang yang senantiasa menyampaikan pujian kepada Allah, baik dalam waktu suka maupun pada saat duka.
Dalam hal ini 'Aisyah r.a. menerangkan bahwa Nabi Muhammad saw, apabila menemukan suatu hal yang menggembirakan maka beliau mengucapkan kata-kata pujian yang berbunyi:
Segala pujian hanyalah untuk Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan dapat disempurnakan. (Riwayat Ibnu Majah dan al-hakim)
Dan apabila beliau menghadapi suatu hal yang tidak diinginkannya, maka beliau mengucapkan kata pujian yang berbunyi:
Segala puji hanyalah untuk Allah semata-mata, dalam segala hal. (Riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan lain-lain)
4. Orang-orang mukmin yang mencapai puncak kesempurnan juga memiliki sifat sebagai orang-orang yang suka mengembara untuk tujuan-tujuan yang baik dan benar, misalnya pengembaraan yang dilakukan untuk menuntut ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan agama, maupun ilmu pengetahuan untuk kemajuan duniawi, atau untuk sesuatu yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa dan tanah air. Atau melakukan pengembaraan untuk melihat dan memperhatikan keadaan bangsa-bangsa dan negeri-negeri lain, agar dari semuanya itu dapat diambil pelajaran yang berguna, serta meningkatkan keimanan dan ibadah kita kepada Allah, Pencipta alam semesta. Di dalam Al-Qur'an, terdapat banyak firman Allah yang mendorong manusia agar mengadakan perjalanan di muka bumi ini, untuk mendapatkan pengalaman dan pelajaran, yang akan menambah kuatnya keimanan mereka. Antara lain firman Allah:
Katakanlah (Muhammad), "Jelajahilah bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu." (al-An'am/6: 11)
Dan firman-Nya dalam ayat yang lain:
Tidakkah mereka memperhatikan berapa banyak generasi sebelum mereka yang telah Kami binasakan, padahal (generasi itu), telah kami teguhkan kedudukannya di bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu. (al-An'am/6: 6)
Masih banyak ayat lainnya yang sejiwa dengan ayat-ayat di atas yang menyuruh manusia untuk memperhatikan lebih banyak makhluk Tuhan di dunia ini. Semakin jauh berjalan, semakin banyak yang dilihat, dan memberikan banyak pengetahuan, pengalaman, dan pelajaran, yang akhirnya menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah.
5. Sifat lainnya yang dimiliki orang-orang mukmin sejati ialah senantiasa melakukan ruku dan sujud kepada Allah, yakni mendirikan salat. Sengaja Allah menyebutkan masalah ruku dan sujud dalam ayat ini, karena kedua hal tersebut adalah menunjukkan sifat tunduk tawadu serta penghambaan diri kepada Allah, dan juga untuk menggambarkan bahwa pekerjaan salat itu tidak pernah lepas dari ruku' dan sujud.
6. Dua sifat lainnya dari orang-orang mukmin sejati ialah suka mengajak orang lain untuk berbuat kebajikan, dan mencegahnya dari perbuatan yang mungkar, dengan jalan mengajaknya kepada keimanan dan melakukan perbuatan-perbuatan yang merupakan buah dari keimanan itu, yaitu hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan pribadi dan kehidupan bersama dalam masyarakat.
7. Sifat lainnya yang disebutkan terakhir dalam ayat ini, ialah sebagai orang-orang yang senantiasa menjaga diri untuk tidak melampaui batas dan ketentuan yang telah ditetapkan Allah, seperti syariat dan hukum-hukum-Nya, yang harus diikuti oleh kaum mukmin untuk kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat, dan apa-apa yang harus mereka jauhi, karena bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkannya. Demikian pula, dalam hukum dan syariat tersebut telah dijelaskan pula apa-apa yang harus dilakukan oleh umat Islam dan para pemimpin mereka, baik untuk kepentingan pribadi muslim, maupun untuk kejayaan masyarakat Islam umumnya.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Ayat ini menyebutkan sifat orang-orang mukmin yang pengorbanan jiwa dan harta benda mereka diterima Allah SWT mereka mempunyai sifat-sifat yang baik dan pekerti yang agung, yaitu:
...orang-orang yang bertobat.
Yakni bertobat dari semua dosa dan meninggalkan semua perbuatan yang keji.
...orang-orang yang ahli ibadah.
Yaitu mereka menegakkan ibadahnya kepada Tuhan mereka dan memeliharanya dengan baik, baik ibadah yang berkaitan dengan ucapan maupun pekerjaan. Secara khusus ibadah lisan ialah membaca hamdalah (pujian) kepada Allah. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:
...orang-orang yang memuji (Allah).
Di antara amal yang paling utama ialah berpuasa, yaitu meninggalkan kelezatan makan dan minum serta bersetubuh. Pengertian inilah yang dimaksud dengan istilah siyahah dalam ayat ini, yaitu firman-Nya:
...orang-orang yang berpuasa.
Sama halnya dengan sifat yang dimiliki oleh istri-istri Nabi Saw. yang disebutkan di dalam firman-Nya:
Yakni wanita-wanita yang berpuasa. (At Tahrim: 5)
Mengenai rukuk dan sujud, keduanya merupakan bagian dari salat, dan makna yang dimaksud adalah salat itu sendiri, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
...yang rukuk dan yang sujud.
Sekalipun demikian, mereka memberikan manfaat kepada makhluk Allah, membimbing mereka untuk taat kepada Allah, dan memerintahkan mereka untuk mengerjakan hal yang makruf dan melarang mereka dari perbuatan yang mungkar. Mereka juga mengetahui semua hal yang harus mereka kerjakan dan semua hal yang wajib mereka tinggalkan, yakni mereka selalu memelihara hukum-hukum Allah dalam pengharaman dan penghalalan-Nya secara teori dan pengamalannya. Dengan demikian, berarti mereka telah menegakkan ibadah kepada Yang Mahabenar dan memberikan nasihat kepada makhluk-Nya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
Dan gembirakanlah orang-orang yang mukmin itu.
Dikatakan demikian karena iman mencakup semua sifat tersebut, dan kebahagiaan yang paling puncak ialah bagi orang yang memiliki sifat-sifat itu.
Keterangan mengenai makna Siyahah dalam ayat ini adalah puasa
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Asim, dari Zar, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan sehubungan dengan makna lafaz as-saihuna, bahwa makna yang dimaksud adalah orang-orang yang berpuasa. Hal yang sama telah dikatakan oleh riwayat Sa'id ibnu Jubair dan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa semua lafaz siyahah yang disebutkan oleh Allah SWT dalam Al Quran artinya puasa. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak rahimahullah.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Yazid, dari Al-Walid ibnu Abdullah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa siyahah (pesiar)nya umat ini adalah puasa.
Hal yang sama telah dikatakan ojeh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ata, Abdur Rahman As-Sulami, Ad-Dahhak ibnu Muzahim, Sufyan ibnu Uyaynah, dan lain-lainnya. Mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan as-saihun ialah orang-orang yang berpuasa.
Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
...orang-orang yang berpuasa.
Menurutnya, mereka adalah orang-orang yang mengerjakan puasa di bulan Ramadan.
Abu Amr Al-Abdi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.:
...orang-orang yang berpuasa.
Mereka adalah orang-orang mukmin yang menjalankan puasanya secara terus-menerus.
Di dalam sebuah hadis marfu' telah disebutkan hal yang semisal.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bazi', telah menceritakan kepada kami Hakim ibnu Hizam, telah menceritakan kepada kami Sulaiman, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang-orang yang ber-siyahah adalah orang-orang yang berpuasa
Tetapi predikat mauquf hadis ini lebih sahih.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Ibnu Wahb, dari Umar ibnul Hari s, dari Amr ibnu Dinar, dari Ubaid ibnu Umair yang mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah ditanya mengenai makna as-saihun. Maka beliau menjawab: Mereka adalah orang-orang yang berpuasa.
Hadis ini berpredikat mursal lagi jayyid. Pendapat ini adalah pendapat yang paling sahih dan paling terkenal.
Akan tetapi, ada pendapat yang menunjukkan bahwa makna siyahah adalah jihad, seperti apa yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud di dalam kitab Sunan-nya melalui hadis Abu Umamah, bahwa ada seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, izinkanlah saya untuk ber-siyahah." Maka Nabi Saw. menjawab melalui sabdanya:
Siyahah umatku adalah berjihad di jalan Allah.
Ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Ibnu Lahi'ah, bahwa telah menceritakan kepadaku Imarah ibnu Gazyah, pernah disebutkan masalah siyahah di hadapan Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. bersabda:
Allah telah menggantikannya buat kita dengan berjihad di jalan Allah dan bertakbir di atas setiap tanjakan (tempat yang tinggi).
Dari Ikrimah, disebutkan bahwa orang-orang yang ber-siyahah adalah nara penuntut ilmu.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang berhijrah.
Kedua riwayat di atas diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Tetapi bukanlah yang dimaksud dengan siyahah apa yang dipahami oleh sebagian orang, bahwa mereka adalah orang-orang yang melakukan ibadah seraya ber-siyahah di muka bumi dengan menyendiri di puncak-puncak bukit, atau di gua-gua, atau di tempat-tempat yang sepi. Karena sesungguhnya hal ini tidaklah disyariatkan kecuali hanya dalam masa fitnah sedang melanda umat dan terjadi keguncangan dalam agama.
Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan sebuah hadis melalui Abu Sa'id Al-Khudri r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Hampir tiba masanya di mana sebaik-baik harta seseorang berupa ternak kambing yang ia ikuti sampai ke lereng-lereng bukit dan tempat-tempat yang berhujan, seraya melarikan diri menyelamatkan agamanya dari fitnah-fitnah (yang sedang melanda).
Al-Aufi dan Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
...dan orang-orang yang memelihara hukum-hukum Allah.
Maksudnya adalah orang-orang yang menjalankan ketaatan kepada Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri.
Dan dari Al-Hasan Al-Basri dalam riwayat yang lain sehubungan dengan makna firman-Nya:
...orang-orang yang memelihara hukum-hukum Allah.
Dalam riwayat itu disebutkan bahwa yang dimaksud adalah memelihara hal-hal yang difardukan oleh Allah Swt. Dan dalam riwayat lainnya lagi disebutkan orang-orang yang menegakkan perintah Allah.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Mereka itu adalah orang-orang yang bertobat) lafal at-taa'ibuuna dirafa'kan untuk tujuan memuji, yaitu dengan memperkirakan adanya mubtada sebelumnya; artinya mereka itu adalah orang-orang yang bertobat dari kemusyrikan dan kemunafikan (yang beribadah) orang-orang yang ikhlas karena Allah dalam beribadah (yang memuji) kepada Allah dalam semua kondisi (yang melawat) makna yang dimaksud adalah mereka selalu mengerjakan shaum/puasa (yang rukuk, yang sujud) artinya mereka adalah orang-orang yang salat (yang menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara batasan-batasan Allah) yakni hukum-hukum-Nya dengan cara mengamalkannya. (Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu) dengan surga.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Di antar ciri orang-orang yang mengorbankan diri mereka di jalan Allah untuk mendapatkan surga adalah bahwa mereka memperbanyak tobat kepada Allah atas kesalahan-kesalahan mereka, memuji Allah dalam keadaan apa pun, berusaha melakukan kebaikan untuk diri mereka dan orang lain, memelihara salat dan menjalankannya dengan sempurna dan penuh khusuk, menyuruh melakukan segala kebaikan yang sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh syariat, mencegah segala keburukan yang tidak diperbolehkan agama, dan teguh menjalankan syariat Islam. Oleh karena itu, Muhammad, berilah kabar gembira kepada orang-orang Mukmin.