قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَاۖ ( الشمس: ٩ )
Qad 'Aflaĥa Man Zakkāhā. (aš-Šams 91:9)
Artinya:
sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), (QS. [91] Asy-Syams : 9)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Sungguh beruntung orang yang membersihkan jiwa itu dan menyucikannya dari segala kekotoran seperti syirik, kufur, takabur, iri, dengki, kikir, tamak, dan sebagainya, lalu menghiasinya dengan sifat-sifat baik seperti iman, ikhlas, sabar, syukur, dan sebagainya.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Dalam ayat-ayat ini, Allah menegaskan pesan yang begitu pentingnya sehingga untuk itu Ia perlu bersumpah. Pesan itu adalah bahwa orang yang membersihkan dirinya, yaitu mengendalikan dirinya sehingga hanya mengerjakan perbuatan-perbuatan baik, akan beruntung, yaitu bahagia di dunia dan terutama di akhirat. Sedangkan orang yang mengotori dirinya, yaitu mengikuti hawa nafsunya sehingga melakukan perbuatan-perbuatan dosa, akan celaka, yaitu tidak bahagia di dunia dan di akhirat masuk neraka.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (Asy-Syams: 8)
Yakni Allah menerangkan kepadanya jalan kefasikan dan ketakwaan, kemudian memberinya petunjuk kepadanya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan Allah untuknya.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (Asy-Syams: 8) Allah telah menjelaskan kepadanya kebaikan dan keburukan.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, Ad-Dahhak, dan As-Sauri. SaMd ibnu Jubair mengatakan bahwa Allah mengilhamkan (menginspirasikan) kepadanya jalan kebaikan dan keburukan. Ibnu Zaid mengatakan bahwa Allah Swt. menjadikan dalam jiwa itu kefasikan dan ketakwaannya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Isa dan Abu Asim An-Nabil, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Azrah ibnu Sabit, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Aqil, dari Yahya ibnu Ya'mur, dari Abul Aswad Ad-Daili yang mengatakan bahwa Imran ibnu Husain mengatakan kepadanya, "Bagaimanakah pendapatmu tentang apa yang dikerjakan oleh manusia sehingga mereka bersusah payah melakukannya? Apakah hal itu merupakan sesuatu yang telah ditetapkan atas mereka dan telah digariskan oleh takdir yang terdahulu atas mereka. Ataukah merupakan sesuatu yang bergantung kepada penerimaan mereka terhadap apa yang disampaikan oleh Nabi Saw. kepada mereka dan yang telah diperkuat oleh hujjah sebagai alasan terhadap mereka?" Maka Abul Aswad Ad-Daili menjawab, "Tidak demikian, sebenarnya hal itu merupakan sesuatu yang telah ditetapkan atas diri mereka oleh takdir Allah.'" Imran ibnu Husain bertanya, "Maka apakah hal itu bukan termasuk perbuatan aniaya?"
Abul Aswad Ad-Daili mengatakan bahwa ia merasa sangat terkejut terhadap pertanyaan itu. Maka ia menjawab, "Tiada sesuatu pun melainkan dia adalah makhluk-Nya dan menjadi milik-Nya, tiada seorang pun yang menanyakan apa yang diperbuat-Nya, sedangkan mereka akan dimintai pertanggungjawaban dari apa yang telah mereka kerjakan."
Imran ibnu Husain berkata, "Semoga Allah meluruskanmu, sesungguhnya aku bertanya kepadamu tiada lain untuk memberitahukan kepadamu bahwa pernah ada seorang lelaki dari Bani Muzayyanah atau Bani Juhainah datang kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, 'Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurutmu tentang apa yang dikerjakan oleh manusia yang mereka bersusah payah menanggulanginya. Apakah hal itu merupakan sesuatu yang telah ditetapkan atas mereka dalam takdir yang terdahulu, ataukah hal itu merupakan sesuatu yang mereka terima dari apa yang disampaikan oleh Nabi mereka kepada mereka, lalu diperkuat dengan hujah atas diri mereka?"
Maka Rasulullah Saw. menjawab:
Tidak demikian, sebenarnya hal itu adalah sesuatu yang telah ditetapkan atas diri mereka.
Lelaki itu bertanya lagi, "Lalu apakah gunanya kita beramal?" Rasulullah Saw. menjawab, bahwa barang siapa yang diciptakan oleh Allah untuk mengerjakan salah satu di antara keduanya, maka Allah menyiapkannya untuk itu, dan hal yang membenarkan ini dalam Kitabullah adalah firman-Nya yang mengatakan: dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (Asy-Syams: 7-8)
Imam Ahmad dan Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Azrah ibnu Sabit dengan sanad yang sama.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Sesungguhnya beruntunglah) pada lafal Qad Aflaha ini sengaja tidak disebutkan huruf Lam Taukidnya karena mengingat panjangnya pembicaraan (orang yang menyucikannya) yakni menyucikan jiwanya dari dosa-dosa.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Orang-orang yang menyucikan dirinya dengan selalu taat dan berbuat baik sungguh sangat beruntung.