Firman Allah Swt.:
Allah berfirman, "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu."
yang telah Aku janjikan keselamatan mereka, karena sesungguhnya Aku hanya menjanjikan kepadamu keselamatan orang-orang yang beriman saja dari kalangan keluargamu. Karena itulah dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:
dan (juga) keluargamu, kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa azab) di antara mereka. (Huud:40 , (Al Mu'minun:27)
Putra Nabi Nuh itu termasuk di antara mereka yang telah ditakdirkan harus ditenggelamkan karena kekafirannya dan menentang perintah ayahnya sebagai Nabi Allah. Banyak dari kalangan para imam yang me-nas-kan kekeliruan orang yang berpendapat bahwa anak yang ditenggelamkan tersebut bukanlah putranya, dalam tafsir ayat ini. Dan ia mengatakan bahwa anak tersebut adalah anak zina. Dan menurut pendapat yang lainnya lagi, anak yang ditenggelamkan tersebut adalah anak istri Nabi Nuh, yaitu anak tirinya. Demikianlah menurut riwayat yang bersumberkan dari Mujahid, Al-Hasan, Ubaid ibnu Umair, Abu Ja'far Al-Baqir, dan Ibnu Juraij. Sebagian dari mereka berdalilkan kepada firman Allah Swt. yang mengatakan:
...sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik.
lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya. (At Tahriim:10)
Di antara orang yang mengatakan pendapat tersebut adalah Al-Hasan Al-Basri yang berdalilkan kepada kedua ayat di atas. Sebagian dari mereka mengatakan anak istrinya, yakni anak tiri Nuh a.s. Pendapat ini dapat diartikan sependapat dengan apa yang dimaksudkan oleh Al-Hasan, atau dia bermaksud bahwa anak tersebut dinisbatkan kepada Nuh a.s. secara majaz, karena anak tersebut dipelihara di rumah Nuh a.s.
Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa tidak ada seorang istri nabi yang berbuat zina. Mengenai firman-Nya yang mengatakan:
...sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu.
yang telah Aku janjikan kepadamu keselamatan mereka.
Pendapat Ibnu Abbas dalam tafsir ayat ini adalah benar, dan tidak ada jalan untuk menghindar darinya. Karena sesungguhnya Allah Swt. sangat pencemburu dan tidak akan mungkin Dia biarkan ada seorang istri nabi yang berbuat zina. Karena itulah Allah Swt. sangat murka terhadap orang-orang yang menuduh hal yang tidak senonoh terhadap Ummul Mu’minin Siti Aisyah putri Abu Bakar As-Siddiq, istri Nabi Saw. Dan Dia mengingkari orang-orang mukmin yang mempergunjingkan hal ini serta menyiarkannya. Untuk itulah disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kalian juga. Janganlah kalian kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kalian, tetapi hal itu mengandung kebaikan bagi kalian. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya azab yang besar. (An Nuur:11)
sampai dengan firman-Nya:
(Ingatlah) di waktu kalian menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kalian katakan dengan mulut kalian apa yang tidak kalian ketahui sedikit juga, dan kalian menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. (An Nuur:15)
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah dan lain-lainnya, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa anak itu memang anaknya, hanya dia bertentangan dengan ayahnya dalam hal amal dan niat (akidah).
Dalam sebagian qiraatnya Ikrimah mengatakan bahwa sesungguhnya anak itu telah melakukan suatu perbuatan yang tidak baik, dan perbuatan khianat (seperti yang disebutkan di atas) bukanlah pada tempatnya. Telah disebutkan pula di dalam hadis bahwa Rasulullah Saw. membacanya dengan bacaan tersebut.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Asma binti Yazid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. membacakan ayat ini dengan bacaan berikut: Sesungguhnya perbuatannya perbuatan yang tidak baik. (Huud:46) Ia pernah pula mendengar Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. (Az Zumar:53) Yakni tanpa mempedulikannya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Az Zumar:53)
Imam Ahmad mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Harun An-Nahwi, dari Sabit Al-Bannani, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ummu Salamah, bahwa Rasulullah Saw. membacanya dengan bacaan berikut: Sesungguhnya perbuatannya perbuatan yang tidak baik. (Huud:46)
Imam Ahmad mengulangi pula riwayat ini dalam kitab Musnad-nya. Ummu Salamah adalah Ummul Mu’minin, tetapi menurut makna lahiriahnya —hanya Allah yang lebih mengetahui— dia adalah Asma binti Yazid, karena Asma binti Yazid pun dijuluki dengan nama panggilan itu (yakni Ummu Salamah).
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Ibnu Uyaynah, dari Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sulaiman ibnu Qubbah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas ketika berada di sisi Ka'bah ditanya mengenai firman Allah Swt.: lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya. (At Tahriim:10) Maka Ibnu Abbas menjawab, "Ingatlah, sesungguhnya bukan karena zina, melainkan si istri tersebut menceritakan kepada orang-orang bahwa suaminya gila." Dan hal ini tentu saja menunjukkan kepada pengertian perbuatan khianat. Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: sesungguhnya perbuatannya perbuatan yang tidak baik. (Huud:46)
Ibnu Uyaynah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ammar Az-Zahabi, bahwa ia pernah bertanya kepada Sa'id ibnu Jubair mengenai hal tersebut. Maka Sa'id ibnu Jubair menjawab bahwa dia memang anak Nabi Nuh, Allah tidak pernah berdusta.
Firman Allah Swt.:
Dan Nuh berseru memanggil anaknya.
Sebagian ulama mengatakan bahwa tiada seorang istri nabi yang berbuat fasik. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ikrimah, Ad-Dahhak, Maimun ibnu Mahran, dan Sabit ibnul Hajjaj. Pendapat inilah yang dipilih oleh Abu Ja'far ibnu Jarir, dan pendapat inilah yang benar, tidak diragukan lagi.