Man Kafara Billāhi Min Ba`di 'Īmānihi 'Illā Man 'Ukriha Wa Qalbuhu Muţma'innun Bil-'Īmāni Wa Lakin Man Sharaĥa Bil-Kufri Şadrāan Fa`alayhim Ghađabun Mina Allāhi Wa Lahum `Adhābun `Ažīmun. (an-Naḥl 16:106)
Barangsiapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab yang besar. (QS. [16] An-Nahl : 106)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Barang siapa kembali kafir kepada Allah setelah dia beriman kepada ajaran-Nya dengan bukti-bukti kebenaran-Nya-kecuali orang yang dipaksa kafir lalu menyatakan kekafirannya di bawah paksaan itu, padahal hatinya tetap tenang dalam beriman, maka dia tidaklah berdosa-tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran dan menyatakannya dengan suka rela, maka kemurkaan Allah yang amat besar akan menimpanya di dunia, dan mereka pun akan mendapat azab yang besar berupa siksa neraka di akhirat.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Dalam ayat ini, Allah swt menerangkan tentang ancaman keras terhadap riddah (murtad) yakni kufur kembali sesudah beriman, mengutama-kan kesesatan dari petunjuk (hidayah)-Nya. Mereka mendapat kemurkaan dan azab Allah, kecuali dalam kondisi terpaksa. Misalnya, mereka menyatakan murtad dengan lidah karena jiwanya terancam, namun hati mereka tetap penuh dengan keimanan. Tidak ada dosa dan tuntutan hukum kepadanya, selama ia tetap beriman. Rasulullah bersabda: Tidak dicatat amal umatku (karena) kekeliruan, lupa, dan mereka terpaksa. (Riwayat ath-thabrani dari sauban)
3 Tafsir Ibnu Katsir
Allah Swt. menyebutkan perihal orang yang kafir sesudah beriman dan menyaksikan kebenaran, lalu ia melegakan dadanya untuk kekafiran dan merasa tenang dengan kekafirannya. Allah Swt. murka terhadap orang tersebut, karena ia telah beriman, tetapi kemudian menggantikannya dengan kekafiran. Di hari akhirat nanti mereka akan mendapat siksa yang besar, disebabkan mereka lebih menyukai kehidupan dunia daripada akhirat. Sebagai buktinya ialah mereka rela murtad dari Islam demi memperoleh imbalan duniawi. Allah tidak memberi petunjuk kepada hati mereka serta tidak mengukuhkan mereka pada agama yang hak, karenanya hati mereka terkunci mati, dan mereka tidak dapat memikirkan sesuatu pun yang bermanfaat bagi diri mereka (di hari kemudian), pendengaran serta penglihatan mereka terkunci pula, sehingga mereka tidak dapat memanfaatkan secara semestinya, dan pendengaran serta penglihatan mereka tidak dapat memberikan suatu manfaat pun kepada mereka. Mereka dalam keadaan lalai akan akibat buruk yang ditakdirkan atas diri mereka.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman, kecuali orang yang dipaksa) untuk mengucapkan kalimat kekafiran kemudian ia terpaksa mengucapkannya (padahal hatinya tetap tenang dalam beriman) lafal man dianggap sebagai mubtada, atau syarthiyah sedangkan khabar atau jawabnya ialah: maka bagi mereka ancaman yang keras. Pengertian ini ditunjukkan oleh firman selanjutnya, yaitu: (akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran) yakni hatinya menerima kekafiran dengan lapang (maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar).
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Sesungguhnya orang-orang yang mengikrarkan kekufuran setelah mereka beriman, akan mendapatkan murka Allah. Kecuali orang yang diperintah secara paksa untuk mengucapkan ikrar itu sementara hati mereka penuh dengan keimanan. Orang seperti itu akan selamat dari murka Allah. Akan tetapi orang-orang yang merasa lega hatinya dengan kekufuran itu, dan ikrar lisannya sesuai dengan apa yang ada dalam hati, maka mereka itu akan mendapat murka besar dari Allah. Dan di akhirat kelak, Dia akan menurunkan pada mereka siksa yang besar.