Firman Allah Swt.:
Kemudian Kami berikan kepada kalian giliran untuk mengalahkan mereka., hingga akhir ayat.
Telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair bahwa orang yang dimaksud adalah Raja Sanjarib dan bala tentaranya.
Diriwayatkan pula dari Sa'id ibnu Jubair, dan dari selainnya, bahwa orang yang dimaksud adalah Bukhtanasar, Raja negeri Babilonia.
Sehubungan dengan hal ini Ibnu Abu Hatim telah menuturkan kisah yang aneh dari Sa'id ibnu Jubair tentang fase-fase peningkatan yang dialami oleh Bukhtanasar dari suatu tingkatan ke tingkatan lain yang lebih tinggi, hingga berhasil menempati kedudukan raja. Asalnya Bukhtanasar adalah seorang yang miskin, pengangguran lagi lemah ekonominya, kerjanya hanya meminta-minta kepada orang lain untuk mendapatkan sesuap nasi. Kemudian setapak demi setapak keadaannya meningkat, hingga sampailah ia pada kedudukan yang tinggi dan berhasil menjadi raja. Setelah menjadi raja, ia berjalan bersama pasukannya menyerang negeri-negeri yang ada di sekitar Baitul Maqdis dan membunuh banyak manusia dari kalangan Bani Israil yang mendiaminya.
Ibnu Jarir dalam bab ini telah meriwayatkan sebuah kisah yang ia sandarkan kepada Huzaifah secara marfu'. Kisahnya cukup panjang, tetapi kisah ini dikategorikan sebagai hadis maudu' yang tidak diragukan lagi ke-maudu '-annya. Tidaklah pantas bila hadis seperti ini diketengahkan oleh seorang yang berpengetahuan minim, sekalipun dalam riwayat hadis. Terlebih lagi bila hadis ini diriwayatkan oleh seorang yang berkedudukan tinggi dan berpredikat sebagai imam seperti Ibnu Jarir.
Guru kami — Al-Hafiz Al-Allamah Abul Hajjaj Al-Mazi — telah mengatakan bahwa hadis tersebut berpredikat maudu' (dibuat-buat) dan mak'zub (dusta). Predikat ini dicatatkan olehnya dalam catatan kaki dari kitabnya.
Sehubungan dengan hal ini banyak kisah israiliyat yang menceritakannya. Menurut kami tidak ada gunanya diketengahkan dalam kitab tafsir ini, mengingat sebagian di antaranya ada yang maudu' buatan orang-orang kafir zindiq dari kalangan Bani Israil, dan sebagian lainnya ada kemungkinan berpredikat sahih. Akan tetapi, kita tidak memerlukannya lagi.
Apa yang telah dikisahkan kepada kita oleh Allah di dalam kitab Al-Qur'an sudah cukup tanpa memerlukan informasi dari kitab-kitab lain yang sebelumnya. Allah dan Rasul-Nya telah membuat kita tidak memerlukan berita dari mereka. Allah Swt. telah menceritakan tentang keadaan mereka, bahwa ketika mereka berlaku melampaui batas dan sewenang-wenang, Allah menguasakan diri mereka kepada musuh-musuh mereka yang menghalalkan kehormatannya dan merajalela di kampung-kampung serta rumah-rumah mereka, juga menindas dan menghinakan mereka. Hal itu dilakukan oleh Allah atas mereka sebagai pembalasan yang setimpal dari perbuatan mereka sendiri — Allah sekali-kali tidak pernah berbuat aniaya terhadap hamba-hamba-Nya — karena sesungguhnya sebelum itu mereka telah berbuat sewenang-wenang dan membunuh banyak orang dari kalangan nabi-nabi dan para ulama.
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Bilal, dari Yahya ibnu Sa'id yang mengatakan, ia pernah mendengar Sa'id ibnul Musayyab bercerita bahwa Bukhtanasar menguasai negeri Syam dan merusak Baitul Maqdis serta membunuh para penghuninya. Kemudian Bukhtanasar datang ke Damaskus. Di Damaskus itu ia menjumpai darah yang mendidih di atas buih air. Kemudian raja Bukhtanasar menanyakan kepada penduduk kota itu tentang darah tersebut, "Darah apakah ini?" Mereka menjawab, "Kami telah menjumpainya dalam keadaan seperti ini sejak bapak-bapak kami dahulu." Setiap kali Bukhtanasar memasuki kota itu, ia melihat darah itu mendidih. Maka Bukhtanasar melakukan pembantaian atas darah itu yang memakan korban sebanyak tujuh puluh ribu orang dari kalangan orang-orang muslim dan lain-lainnya. Setelah itu barulah darah tersebut tenang, tidak mendidih lagi.
Kisah ini sahih sampai kepada Sa'id ibnul Musayyab dan kisah inilah yang terkenal, yaitu yang menyebutkan bahwa Bukhtanasar telah membunuh orang-orang terpandang dan para ulamanya sehingga tiada seorang pun yang dibiarkan hidup dari kalangan mereka yang menghafal kitab Taurat. Selain dari itu Bukhtanasar menahan anak-anak para nabi dan lain-lainnya, kemudian terjadilah banyak peristiwa dan kejadian yang sangat panjang bila disebutkan. Seandainya kami menjumpai hal yang sahih atau yang mendekati kesahihan, tentulah diperbolehkan mencatat dan meriwayatkannya.