An-Nur Ayat 26
اَلْخَبِيْثٰتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَالْخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثٰتِۚ وَالطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَالطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبٰتِۚ اُولٰۤىِٕكَ مُبَرَّءُوْنَ مِمَّا يَقُوْلُوْنَۗ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ ࣖ ( النور: ٢٦ )
Al-Khabīthātu Lilkhabīthīna Wa Al-Khabīthūna Lilkhabīthāti Wa Aţ-Ţayyibātu Lilţţayyibīna Wa Aţ-Ţayyibūna Lilţţayyibāti 'Ūlā'ika Mubarra'ūna Mimmā Yaqūlūna Lahum Maghfiratun Wa Rizqun Karīmun. (an-Nūr 24:26)
Artinya:
Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga). (QS. [24] An-Nur : 26)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Pada ayat ketiga dari surah ini Allah menegaskan bahwa pezina tidak layak mengawini kecuali pezina. Sudah menjadi sunatullah bahwa seseorang selalu cenderung kepada orang yang memiliki kesamaan dengannya. Hal itu kembali ditegaskan pada ayat ini. Perempuan-perempuan yang keji jiwanya dan buruk perangainya adalah untuk laki-laki yang keji layaknya perempuan itu, dan laki-laki yang keji jiwanya dan buruk perangainya untuk perempuan-perempuan yang keji seperti itu pula; dan sebaliknya, perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik pula. Rasulullah adalah manusia terbaik, maka istri-istrinya pastilah wanita yang baik dan terhormat. Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan atas kekhilafan mereka dan mendapat rezeki yang mulia di dunia dan akhirat.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa perempuan-perempuan yang tidak baik biasanya menjadi istri laki-laki yang tidak baik pula. Begitu pula laki-laki yang tidak baik adalah untuk perempuan-perempuan yang tidak baik pula, karena bersamaan sifat-sifat dan akhlak itu, mengandung adanya persahabatan yang akrab dan pergaulan yang erat. Perempuan-perempuan yang baik-baik adalah untuk laki-laki yang baik-baik pula sebagaimana diketahui bahwa keramah-tamahan antara satu dengan yang lain terjalin karena adanya persamaan dalam sifat-sifat, akhlak, cara bergaul dan lain-lain. Begitu juga laki-laki yang baik-baik adalah untuk perempuan-perempuan yang baik-baik pula, ketentuan itu tidak akan berubah dari yang demikian itu.
Oleh karena itu, kalau sudah diyakini bahwa Rasulullah adalah laki-laki yang paling baik, dan orang pilihan di antara orang-orang dahulu dan orang kemudian, maka tentulah istri Rasulullah Aisyah r.a. adalah perempuan yang paling baik pula. Ini merupakan kebohongan dan tuduhan yang dilontarkan kepada diri Aisyah r.a. Mereka yang baik-baik, baik laki-laki maupun perempuan termasuk Safwan bin Muattal dan Aisyah r.a. adalah bersih dari tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang yang keji, baik laki-laki maupun perempuan, mereka itu memperoleh ampunan dari Allah dan rezeki yang mulia di sisi Allah dalam surga.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Ibnu Abbas mengatakan bahwa perkataan yang keji hanyalah pantas dilemparkan kepada lelaki yang berwatak keji, dan laki-laki yang keji hanyalah pantas menjadi bahan pembicaraan perkataan yang keji. Perkataan yang baik-baik hanyalah pantas ditujukan kepada lelaki yang baik-baik, dan lelaki yang baik-baik hanyalah pantas menjadi bahan pembicaraan perkataan yang baik-baik. Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Siti Aisyah dan para penyebar berita bohong. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ata, Sa'id ibnu Jubair, Asy-Syabi, Al-Hasan Al-Basri, Habib ibnu Abu Sabit, dan Ad-Dahhak. Ibnu Jarir memilih pendapat ini dan memberikan komentarnya, bahwa perkataan yang keji pantas bila ditujukan kepada orang yang berwatak keji, dan perkataan yang baik pantas bila ditujukan kepada orang yang baik. Dan apa yang dikatakan oleh para penyebar berita dusta terhadap diri Siti Aisyah, sebenarnya merekalah yang lebih utama menyandang predikat itu. Siti Aisyah lebih utama beroleh predikat bersih dan suci daripada diri mereka. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh para penuduhnya. (An Nuur:26)
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan —sehubungan dengan makna ayat ini— bahwa orang-orang yang keji dari kalangan kaum wanita adalah untuk orang-orang yang keji dari kalangan kaum pria. Dan orang-orang yang keji dari kalangan kaum pria adalah untuk orang-orang yang keji dari kalangan kaum wanita. Orang-orang yang baik dari kalangan kaum wanita adalah untuk orang-orang yang baik dari kalangan kaum pria. Dan orang-orang yang baik dari kalangan kaum pria adalah untuk orang-orang yang baik dari kalangan kaum wanita.
Takwil inipun senada dengan apa yang telah dikatakan oleh para ulama di atas sebagai suatu kepastian. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa tidaklah Allah menjadikan Aisyah r.a. sebagai istri Nabi Saw. melainkan karena dia adalah wanita yang baik, sebab Rasulullah Saw. adalah manusia yang terbaik di antara yang baik. Seandainya Aisyah adalah seorang wanita yang keji tentulah tidak pantas, baik menurut penilaian syari'at maupun penilaian martabat, bila ia menjadi istri Rasulullah Saw. Karena itu Allah Swt. berfirman dalam penghujung ayat ini:
mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka yang melancarkan tuduhan (An Nuur:26)
Maksudnya, mereka jauh sekali dari apa yang dituduhkan oleh para penyiar berita bohong dan musuh-musuhnya.
Bagi mereka ampunan. (An Nuur:26)
Disebabkan kedustaan yang dilemparkan terhadap diri mereka (yang hal itu mencuci dosa mereka).
dan rezeki yang mulia. (An-Nur, 26)
Yakni di sisi Allah yaitu surga yang penuh dengan kenikmatan. Di dalam makna ayat ini terkandung suatu janji yang menyatakan bahwa istri Rasulullah Saw. pasti masuk surga.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Abdus Salam ibnu Harb, dari Yazid ibnu Abdur Rahman, dari Al-Hakam berikut sanadnya sampai kepada Yahya ibnul Jazzar yang mengatakan bahwa Asir ibnu Jabir datang kepada Abdullah, lalu berkata, "Sesungguhnya saya telah mendengar Al-Walid ibnu Uqbah pada hari ini mengatakan suatu pembicaraan yang mengagumkan saya." Maka Abdullah menjawab, "Sesungguhnya seorang lelaki mukmin di dalam kalbunya terbetik kalimat yang baik hingga meresap ke dalam hatinya sampai dalam, hingga manakala dia mengucapkannya dan memperdengarkannya kepada orang lain yang ada di hadapannya, maka lelaki itu akan mendengarkannya dan meresapkannya di dalam hatinya. Sesungguhnya seseorang yang durhaka yang di dalam hatinya terbetik perkataan yang kotor hingga meresap ke dalam relung hatinya, hingga manakala dia mengutarakannya dan memperdengarkannya kepada orang lain yang ada di hadapannya, maka orang itu akan mendengarkannya dan meresapinya di dalam hatinya." Kemudian Abdullah membaca firman-Nya: Perkataan-perkataan yang keji hanyalah untuk orang-orang yang keji, dan orang-orang yang keji hanyalah untuk perkataan-perkataan yang keji, dan perkataan-perkataan yang baik-baik hanyalah untuk orang-orang yang baik-baik, dan orang-orang yang baik-baik hanyalah untuk perkataan-perkataan yang baik-baik (pula). (An Nuur:26)
(Terjemahan ini berdasarkan tafsir yang dimaksudkan oleh sahabat Ibnu Ma'sud r.a., pent.)
Pengertian ini mirip dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya secara marfu', yaitu:
Perumpamaan orang yang mendengar kalimat yang bijak, kemudian ia tidak menceritakannya melainkan kebalikan dari apa yang ia dengar, sama dengan seorang lelaki yang datang kepada pemilik ternak kambing, lalu ia berkata, "Sembelihkanlah seekor kambing untukku.” Lalu dijawab, "Pilihlah sendiri dan peganglah telinga kambing mana yang kamu sukai.” Kemudian ia memilih dan memegang telinga anjing (penjaga) ternak kambingnya.
Di dalam hadis lain disebutkan:
Hikmah adalah sesuatu yang dicari oleh orang mukmin, di mana pun ia menjumpainya, maka dia boleh mengambilnya.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Wanita-wanita yang keji) baik perbuatannya maupun perkataannya (adalah untuk laki-laki yang keji) pula (dan laki-laki yang keji) di antara manusia (adalah buat wanita-wanita yang keji pula) sebagaimana yang sebelumnya tadi (dan wanita-wanita yang baik) baik perbuatan maupun perkataannya (adalah untuk laki-laki yang baik) di antara manusia (dan laki-laki yang baik) di antara mereka (adalah untuk wanita-wanita yang baik pula) baik perbuatan maupun perkataannya. Maksudnya, hal yang layak adalah orang yang keji berpasangan dengan orang yang keji, dan orang baik berpasangan dengan orang yang baik. (Mereka itu) yaitu kaum laki-laki yang baik dan kaum wanita yang baik, antara lain ialah Siti Aisyah dan Sofwan (bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka) yang keji dari kalangan kaum laki-laki dan wanita. (Bagi mereka) yakni laki-laki yang baik dan wanita yang baik itu (ampunan dan rezeki yang mulia) di surga. Siti Aisyah merasa puas dan bangga dengan beberapa hal yang ia peroleh, antara lain, ia diciptakan dalam keadaan baik, dan dijanjikan mendapat ampunan dari Allah, serta diberi rezeki yang mulia.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji; dan sebaliknya, laki-laki yang keji adalah untuk wanita yang keji. Begitu pula, wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik; dan sebaliknya, laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik. Jika demikian, maka bagaimana mungkin dapat terbayang suatu kekejian dapat terjadi pada diri seorang wanita yang terjaga, istri seorang lelaki yang baik lagi terpercaya, yaitu Rasulullah? Orang-orang yang baik itu bebas dari tuduhan yang dilontarkan orang-orang yang keji. Dosa- dosa kecil mereka--yang tak seorang manusia pun luput darinya--akan mendapat ampunan dari Allah. Bagi mereka juga penghormatan yang agung, berupa kenikmatan dan kebaikan surga.
6 Tafsir as-Saadi
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu mendapat-kan azab yang besar. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu, orang-orang Mukminin dan Mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata, 'Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.' Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi, maka mereka itu pada sisi Allah adalah orang-orang yang dusta. Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmatNya kepada kamu semua di dunia dan akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu sesuatu yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal ia pada sisi Allah adalah besar. Dan me-ngapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu, 'Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha-suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar.' Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman, dan Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. Dan sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmatNya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar). Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti lang-kah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan per-buatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmatNya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa me-reka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Se-sungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka mendapat-kan laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah Yang Benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenar-nya). Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang di-tuduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Mereka mendapatkan ampunan dan rizki yang mulia (surga)." (An-Nur: 11-26).
(11) Firman Allah, ﴾ إِنَّ ٱلَّذِينَ جَآءُو بِٱلۡإِفۡكِ ﴿ "Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu," yaitu kedustaan yang keji, berupa tuduhan kepada Ummul Mukminin, ﴾ عُصۡبَةٞ مِّنكُمۡۚ ﴿ "adalah dari golongan kamu juga," maksudnya sekelompok orang yang menisbat-kan diri kepada kalian, wahai kaum Mukminin. Di antara mereka, ada seorang Mukmin yang sejati dalam keimanannya, akan tetapi termakan oleh isu yang dihembuskan oleh orang-orang munafik. Sebagian lagi adalah orang-orang munafik.
﴾ لَا تَحۡسَبُوهُ شَرّٗا لَّكُمۖ بَلۡ هُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۚ ﴿ "Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu," karena mengandung (keterangan) tentang rehabilitasi nama Ummul Mukminin dari tuduhan keji, kesucian pribadi dan pengangkatan citranya. Pujian yang umum ini pun mencakup juga seluruh istri Nabi. (Kejadian ini baik buat kalian) lantaran memuat (juga) penge-tengahan ayat-ayat yang sangat dibutuhkan oleh para hamba, yang akan terus berlaku sampai Hari Kiamat.
Ini semua merupakan kebaikan yang sungguh besar, seandai-nya tidak ada isu komentar yang dilontarkan penyulut berita dusta ini, niscaya kebaikan-kebaikan itu tidak teraih. Bilamana Allah menghendaki suatu perkara, maka Dia akan menciptakan sebab kausalitas ke arahnya. Oleh karena itu, Allah menjadikan arah pembicaraan bersifat umum bagi seluruh kaum Mukminin. Allah mengabarkan bahwa celaan kepada sebagian kaum Mukminin hakikatnya seperti mencela dirinya sendiri.
Dalam ayat ini, terdapat keterangan bahwasanya kaum Muk-minin dalam kecintaan, kasih sayang, kelembutan dan kebersama-an mereka sesuai dengan kemaslahatan mereka ibarat jasad yang satu, dan seorang Mukmin dengan orang Mukmin lainnya, bak bangunan yang saling menguatkan. Sebagaimana seseorang tidak suka menodai kehormatannya sendiri, maka hendaknya dia tidak menyukai siapa pun melukai kehormatan saudaranya yang Mukmin yang sudah seperti dirinya sendiri. Bila ternyata seorang hamba belum sampai kepada keadaan ini, maka sesungguhnya itu terjadi karena imannya kurang dan tidak mau bersikap baik terhadap dirinya.
﴾ لِكُلِّ ٱمۡرِيٕٖ مِّنۡهُم مَّا ٱكۡتَسَبَ مِنَ ٱلۡإِثۡمِۚ ﴿ "Tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya." Ini adalah ancaman bagi orang-orang yang telah membawa cerita dusta, bahwa mereka akan dihu-kum sesuai dengan materi yang telah mereka katakan. Nabi telah menjatuhkan hukum had kepada sebagian mereka.
﴾ وَٱلَّذِي تَوَلَّىٰ كِبۡرَهُۥ ﴿ "Dan siapa (di antara mereka) yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu," yakni penyulut berita dusta, seorang munafik yang keji, 'Abdullah bin Ubay bin Salul, semoga laknat Allah tertuju kepadanya, ﴾ لَهُۥ عَذَابٌ عَظِيمٞ ﴿ "baginya azab yang besar." Ketahuilah, azabnya adalah kekal abadi di neraka yang paling bawah.
(12) Kemudian Allah memberikan petunjuk kepada para hambaNya bila mendengar perkataan seperti ini. FirmanNya, ﴾ لَّوۡلَآ إِذۡ سَمِعۡتُمُوهُ ظَنَّ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ بِأَنفُسِهِمۡ خَيۡرٗا ﴿ "Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu, orang-orang Mukminin dan Mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri," maksudnya kaum Mukminin me-nyangka sebagian mereka dengan prasangka yang baik, yaitu bebas dari tuduhan mereka. Sesungguhnya keimanan yang mereka punya akan menyingkirkan tuduhan dusta yang batil tentang mereka. ﴾ وَقَالُواْ ﴿ "Dan mereka mengatakan," karena prasangka tersebut, ﴾ سُبۡحَٰنَكَ ﴿ "Mahasuci Engkau," yakni untuk menyucikanMu dari segala keje-lekan serta menyucikanMu dari penetapan ujian kepada hamba-hambaMu yang setia dengan segala perbuatan yang keji. ﴾ هَٰذَآ إِفۡكٞ مُّبِينٞ ﴿ "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata," maksudnya dusta dan kebohongan termasuk perkara yang paling besar dan paling jelas. Ini adalah prasangka yang wajib dilakukan tatkala seorang Mukmin mendengar saudaranya seiman tertimpa tuduhan sema-cam ini, menjauhkannya dari lisannya dan mendustakan orang yang telah melontarkan itu.
(13) ﴾ لَّوۡلَا جَآءُو عَلَيۡهِ بِأَرۡبَعَةِ شُهَدَآءَۚ ﴿ "Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu?" maksudnya, mengapa orang-orang yang telah menuduh tidak mendatangkan empat orang saksi, yaitu saksi-saksi yang adil lagi dipercaya. ﴾ فَإِذۡ لَمۡ يَأۡتُواْ بِٱلشُّهَدَآءِ فَأُوْلَٰٓئِكَ عِندَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلۡكَٰذِبُونَ ﴿ "Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi, maka mereka itu pada sisi Allah adalah orang-orang yang dusta," walaupun mereka itu yakin dengan hal tersebut, namun sesungguhnya mereka termasuk telah mendusta-kan hukum Allah. Karena Allah telah melarang mereka untuk mengatakan yang demikian tanpa ada empat saksi. Karena itu, Allah mengatakan, ﴾ فَأُوْلَٰٓئِكَ عِندَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلۡكَٰذِبُونَ ﴿ "Mereka itu pada sisi Allah adalah orang-orang yang dusta," dan Allah tidak mengatakan, "Me-reka adalah para pendusta." Ini semua adalah untuk memuliakan kehormatan seorang Muslim, lantaran tidak boleh lancang untuk menuduh tanpa membawa saksi yang jujur.
(14) ﴾ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِ ﴿ "Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmatNya kepada kamu semua di dunia dan akhirat," di mana kebaikan Allah telah melingkupi kalian di dunia dan akhirat pada urusan agama dan dunia kalian ﴾ لَمَسَّكُمۡ فِي مَآ أَفَضۡتُمۡ ﴿ "niscaya kamu ditimpa karena pembicaraan kamu," maksudnya karena kalian larut (dalam pembicaraan itu) ﴾ فِيهِ ﴿ "di dalamnya," berkaitan de-ngan berita bohong itu ﴾ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿ "azab yang besar," kalian pantas mendapatkannya disebabkan ucapan yang telah kalian katakan. Akan tetapi, karena karunia Allah dan rahmatNya atas kalian, maka Dia mensyariatkan taubat atas kalian dan menjadikan hukuman sebagai pembersih dosa kalian.
(15) ﴾ إِذۡ تَلَقَّوۡنَهُۥ بِأَلۡسِنَتِكُمۡ ﴿ "(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut," maksudnya kalian menerima, meng-gunjingkannya antara kalian dan menggencarkan pembicaraan itu, padahal merupakan perkataan yang batil. ﴾ وَتَقُولُونَ بِأَفۡوَاهِكُم مَّا لَيۡسَ لَكُم بِهِۦ عِلۡمٞ ﴿ "Dan kamu katakan dengan mulutmu sesuatu yang tidak kamu ketahui sedikit pun juga." Dua perkara ini terlarang; pembicaraan yang batil dan berkata tanpa dasar ilmu. ﴾ وَتَحۡسَبُونَهُۥ هَيِّنٗا ﴿ "Dan kamu menganggap-nya suatu yang ringan saja." Oleh sebab itu, orang yang lancang telah berani melakukannya dari kalangan kaum Mukminin yang telah bertaubat darinya, dan mereka membersihkan diri setelahnya. ﴾ وَهُوَ عِندَ ٱللَّهِ عَظِيمٞ ﴿ "Padahal ia pada sisi Allah adalah besar." Ini mengan-dung peringatan yang keras tentang membiasakan berbuat seba-gian dosa dengan menganggapnya sebagai sesuatu yang sepele. Sesungguhnya, persepsi seorang hamba tidak memberikan man-faat baginya sama sekali dan tidak (pula) meringankan hukuman dosanya, bahkan akan melipatgandakan dosanya dan dimudahkan untuk tergelincir melakukannya lagi.
(16) ﴾ وَلَوۡلَآ إِذۡ سَمِعۡتُمُوهُ ﴿ "Dan mengapa kamu tidak pada waktu men-dengar berita bohong itu," maksudnya, tidakkah kalian, wahai kaum Mukminin ketika mendengar berita bohong itu ﴾ قُلۡتُم ﴿ "kalian kata-kan," untuk mengingkari hal itu dan menganggapnya sebagai persoalan yang besar, ﴾ مَّا يَكُونُ لَنَآ أَن نَّتَكَلَّمَ بِهَٰذَا ﴿ "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita mengatakan ini," maksudnya, tidak patut dan tidak layak bagi kami untuk mengucapkan perkataan yang sangat jelas kedusta-annya ini. Karena seorang Mukmin, keimanannya akan mencegah dirinya untuk melakukan kenistaan-kenistaan ini. ﴾ هَٰذَا بُهۡتَٰنٌ ﴿ "Ini adalah dusta," kebohongan ﴾ عَظِيمٞ ﴿ "yang besar."
(17) ﴾ يَعِظُكُمُ ٱللَّهُ أَن تَعُودُواْ لِمِثۡلِهِۦٓ ﴿ "Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali melakukan yang seperti itu," yaitu perbuatan serupa, seperti menuduh kaum Mukminin dengan perbuatan jahat. Allah menasihati dan memperingatkan kalian dari perkara itu. Sebaik-baik nasihat dan peringatan adalah dari Rabb kita. Maka wajib atas kita untuk meresponnya dengan penuh penerimaan, tulus, tunduk, pasrah dan rasa syukur atas keterangan yang sudah dijelaskan kepada kita. Sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik Dzat yang memberi nasihat kepada kalian ﴾ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ﴿ "jika kalian orang-orang yang beriman." Ini mengindikasikan bahwa keimanan yang benar akan menghalangi pemiliknya dari melakukan perbuatan haram.
(18) ﴾ وَيُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِۚ ﴿ "Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada kamu," yang mencakup keterangan hukum-hukum, nasihat, ancaman, anjuran dan peringatan, dan menjelaskan kepada kalian dengan sejelas-jelasnya ﴾ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿ "Dan Allah Maha Mengetahui lagi (Mahabijaksana)[15]," maksudnya, ilmuNya sempurna dan sifat hikmahNya merata. Di antara (cerminan) ilmu dan hikmahNya, bahwa Allah mengajarkan kalian sebagian ilmuNya, walaupun hal ini, kembali pada maslahat yang akan kalian rasakan pada setiap waktu.
(19) ﴾ إِنَّ ٱلَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ ٱلۡفَٰحِشَةُ ﴿ "Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar," yaitu perkara yang keji lagi buruk, lalu mereka menyukai kejelekan lebih menyebar ﴾ فِي ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٞ ﴿ "di kalangan orang-orang yang beriman, maka mereka mendapatkan azab yang pedih," yaitu, azab yang memedihkan hati dan badan, lantaran tipuan mereka terhadap saudaranya sesama kaum Muslimin, gembira dengan keburukan yang menimpa mereka dan lancang menodai kehormatan mereka.
Bilamana ancaman ini ditujukan hanya atas perasaan senang agar kekejian tersebar dan menikmatinya dengan hati mereka, lalu bagaimana (hukumannya) atas perbuatan yang lebih parah dari itu, dengan memunculkan dan menyebarkannya? Sama saja, apa-kah kekejian itu terjadi ataupun tidak terjadi. Semua ini berasal dari rahmat Allah untuk para hambaNya yang beriman, menjaga kehormatan-kehormatan mereka, sebagaimana Allah telah menjaga harta dan darah mereka, menyuruh mereka untuk menjalin soli-daritas, agar salah seorang di antara mereka mencintai kebaikan untuk saudaranya yang dia sukai bagi dirinya, serta membenci keburukan untuk saudaranya yang dia benci buat dirinya. ﴾ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ ﴿ "Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." Oleh karena itu, Allah memberitahu kalian dan menerangkan ke-pada kalian dengan apa yang tidak kalian ketahui.
(20) ﴾ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ ﴿ "Dan sekiranya tidaklah karena karu-nia Allah kepada kamu semua," yang telah melingkupi kalian dari segala sisi ﴾ وَرَحۡمَتُهُۥ ﴿ "dan rahmatNya," atas kalian ﴾ وَأَنَّ ٱللَّهَ رَءُوفٞ رَّحِيمٞ ﴿ "dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang," niscaya Allah tidak menerangkan hukum-hukum, nasihat-nasihat, hikmah-hikmah yang berharga, dan niscaya Dia tidak akan memberikan kesem-patan bagi orang-orang yang menyelisihi perintahNya, akan tetapi (semuanya) karena karunia dan rahmat Allah. Inilah sifat yang melekat pada Allah yang membuahkan kebaikan dunia dan akhirat bagi kalian yang tidak dapat kalian hitung dan kalian membilang-nya.
(21) Setelah melarang dosa ini secara khusus, Allah juga melarang (kalian) dari dosa secara umum. Dia berfirman, ﴾ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ ﴿ "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan," maksudnya jalan-jalan dan godaan-godaannya. Langkah-langkah setan ini mencakup seluruh perbuatan maksiat yang berhubungan dengan hati, lisan, dan badan.
Di antara hikmah Allah تعالى, dalam menerangkan hukum ini –yakni larangan untuk mengikuti langkah-langkah setan– adalah, penjelasan mengenai kejelekan yang ditimbulkan dan motivator untuk meninggalkan larangan itu. Allah berfirman, ﴾ وَمَن يَتَّبِعۡ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَإِنَّهُۥ ﴿ "Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya dia," yaitu setan ﴾ يَأۡمُرُ بِٱلۡفَحۡشَآءِ ﴿ "menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji," yaitu segala perbuatan yang dianggap jelek oleh akal dan syariat berupa dosa-dosa besar disertai adanya kecon-dongan hati kepadanya ﴾ وَٱلۡمُنكَرِۚ ﴿ "dan yang mungkar" yaitu segala yang diingkari oleh akal dan tidak dikenal (sebagai perbuatan baik). Jadi, perbuatan-perbuatan maksiat yang merupakan langkah-langkah setan, tidak keluar dari bingkai ini. Maka Allah melarang hambaNya dari hal tersebut sebagai wujud kenikmatanNya atas mereka, supaya bersyukur dan mengingatNya. Karena yang demi-kian merupakan tameng penjagaan bagi mereka dari noda, kenis-taan, dan kejelekan-kejelekan mereka. Dan termasuk dari kebaikan Allah atas mereka, adalah melarang mereka dari semua itu seba-gaimana Allah melarang mereka dari (makan) racun-racun pem-bunuh dan semacamnya.
﴾ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنۡ أَحَدٍ أَبَدٗا ﴿ "Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmatNya kepada kamu sekalian, niscaya tidak se-orang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya," maksudnya tidak ada seorang pun yang bersih (selamat) dari mengikuti langkah-langkah setan. Karena setan ber-sama tentaranya itu akan selalu berupaya untuk menyeru kepada-nya dan memolesnya menjadi indah. Sementara itu, jiwa selalu cenderung kepada keburukan dan menyeru kepadanya. Keku-rangan terus menguasai diri seorang hamba dari segala penjuru, sementara iman tidak kuat. Bila ia dibiarkan terpengaruh oleh faktor-faktor itu, niscaya tidak ada seorang pun yang suci dengan membersihkan diri dari dosa-dosa dan kejelekan-kejelekannya serta (tidak mampu) meningkatkan amal kebaikannya. Sesungguhnya penyucian diri itu memuat unsur pembersihan dan peningkatan diri. Akan tetapi, karunia dan rahmatNya-lah yang menjadikan seseorang menyucikan dirinya.
Termasuk doa nabi,
اَللّٰهُمَّ آتِ نَفْسِيْ تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا، أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا.
"Ya Allah, berikanlah kepada diriku ketakwaan, dan sucikanlah ia, karena Engkau-lah sebaik-baik yang menyucikannya. Engkau adalah pe-nolong dan penguasanya."[16]
Oleh karena itu, Allah berfirman, ﴾ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يُزَكِّي مَن يَشَآءُۗ ﴿ "Tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendakiNya," yaitu orang yang Allah ketahui akan membersihkan diri dengan menyucikan jiwanya. Oleh sebab itu, Allah تعالى berfirman, ﴾ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٞ ﴿ "Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
(22) ﴾ وَلَا يَأۡتَلِ ﴿ "Dan janganlah bersumpah," maksudnya me-ngeluarkan sumpah ﴾ أُوْلُواْ ٱلۡفَضۡلِ مِنكُمۡ وَٱلسَّعَةِ أَن يُؤۡتُوٓاْ أُوْلِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱلۡمُهَٰجِرِينَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِۖ وَلۡيَعۡفُواْ وَلۡيَصۡفَحُوٓاْۗ ﴿ "orang-orang yang mempunyai kelebihan dan ke-lapangan di antara kamu bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada." Di antara orang yang larut dalam berita dusta ini adalah Misthah bin Utsasah, dia masih kerabat Abu Bakar ash-Shiddiq. Misthah seorang yang fakir dari golongan Muhajirin di jalan Allah. Abu Bakar bersumpah untuk tidak memberikan nafkah lagi kepada Misthah, karena ia telah mengatakan kabar dusta.
Maka turunlah ayat ini, [Allah melarangnya] dari sumpah (yang mengandung substansi) menghentikan pemberian nafkah baginya, menganjurkan Abu Bakar untuk memaafkan dan berlapang dada dan menjanjikan kepadanya ampunan bila ia berkenan mema-afkannya. Lalu Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٌ ﴿ "Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Bila kalian memperlakukan ham-baNya dengan sikap maaf dan lapang dada, niscaya Allah akan memperlakukan kalian seperti itu. Mendengar ayat ini, Abu Bakar berkata, "Ya, demi Allah, sungguh aku benar-benar senang bila Allah mengampuniku." Selanjutnya, Abu Bakar kembali memberi-kan nafkah kepada Misthah.
Dalam ayat ini, termuat dalil tentang pemberian nafkah ke-pada kerabat, dan bahwa pemberian nafkah dan curahan kebaikan (dari seseorang) tidak boleh diputus disebabkan perbuatan maksiat yang dia lakukan, serta anjuran untuk memberikan maaf dan ber-lapang dada, walaupun para pelaku kejelekan tersebut (masih terus) melakukan kejelekannya.
(23) Kemudian Allah menyebutkan ancaman yang keras atas tindakan penuduhan kepada para wanita Mukminah yang menjaga kehormatannya (dari zina). Allah berfirman, ﴾ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَرۡمُونَ ٱلۡمُحۡصَنَٰتِ ﴿ "Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik," maksudnya wanita-wanita yang menjaga kehormatannya dari perbuatan maksiat (zina) ﴾ ٱلۡغَٰفِلَٰتِ ﴿ "yang lengah," yang tidak terlintas dalam hati mereka ﴾ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ لُعِنُواْ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِ ﴿ "lagi beriman (berbuat zina) mereka mendapat laknat di dunia dan akhirat," laknat tidak jatuh kecuali pada perbuatan dosa besar. Kemudian, Allah menegaskan jatuhnya laknat dengan (memberitahukan) bahwa laknat tersebut berlangsung kontinyu pada mereka di dunia dan akhirat, ﴾ وَلَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيمٞ ﴿ "dan mereka mendapatkan azab yang besar." Ini sebagai tambahan atas laknat. Allah menjauhkan mereka dari rahmatNya dan menurunkan dahsyatnya hukumanNya kepada mereka. Inilah azab yang terjadi pada Hari Kiamat.
(24) ﴾ يَوۡمَ تَشۡهَدُ عَلَيۡهِمۡ أَلۡسِنَتُهُمۡ وَأَيۡدِيهِمۡ وَأَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ﴿ "Pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap amal yang dahulu mereka kerjakan," maksudnya setiap anggota badan bersaksi atas amal yang telah dilakukannya. Dzat yang membuat-nya berbicara adalah Dzat yang memberikan kemampuan komuni-kasi kepada segala sesuatu (yaitu Allah), sehingga tidak mungkin ia dapat mengingkarinya. Allah telah berbuat adil kepada hamba-Nya dengan menjadikan saksi dari diri mereka sendiri.
(25) ﴾ يَوۡمَئِذٖ يُوَفِّيهِمُ ٱللَّهُ دِينَهُمُ ٱلۡحَقَّ ﴿ "Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya," maksudnya Allah memberi balasan atas perbuatan mereka dengan penuh keadilan dan tidak berat sebelah. Mereka mendapatkan balasan yang penuh, sedikit pun tidak ada yang dirasa hilang oleh mereka.
﴾ وَيَقُولُونَ يَٰوَيۡلَتَنَا مَالِ هَٰذَا ٱلۡكِتَٰبِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةٗ وَلَا كَبِيرَةً إِلَّآ أَحۡصَىٰهَاۚ وَوَجَدُواْ مَا عَمِلُواْ حَاضِرٗاۗ وَلَا يَظۡلِمُ رَبُّكَ أَحَدٗا 49 ﴿
"Dan mereka berkata, 'Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia (pasti) mencatat semuanya,' dan mereka mendapatkan apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang pun." (Al-Kahfi: 49).
﴾ وَيَعۡلَمُونَ ﴿ "Dan tahulah mereka," di tempat yang dahsyat itu ﴾ أَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡحَقُّ ٱلۡمُبِينُ ﴿ "bahwa Allah-lah yang benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya)," mereka mengetahui bahwa kebenaran yang nyata terbatas pada Allah تعالى saja, sifat-sifatNya yang agung adalah benar, perbuatan-perbuatanNya merupakan kebenaran, peribadahan kepadaNya adalah kebenaran, pertemuan denganNya (juga) benar, [janjiNya] dan ancamanNya adalah benar, hukum agama dan ketetapan balasanNya benar, RasulNya adalah benar, dan tidaklah di sana ada kebenaran melainkan pada Dzat Allah dan segala sesuatu yang datang dariNya.
(26) ﴾ ٱلۡخَبِيثَٰتُ لِلۡخَبِيثِينَ وَٱلۡخَبِيثُونَ لِلۡخَبِيثَٰتِۖ ﴿ "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wa-nita-wanita yang keji (pula)," maksudnya, setiap yang keji dari kaum lelaki dan wanita (berupa) kata-kata dan perbuatan-perbuatan akan bersesuaian, sejalan dan serupa dengan yang keji. Dan setiap yang baik, dari kalangan lelaki dan wanita (berupa) kata-kata dan perbuatan-perbuatan akan selaras, bertalian dan menyerupai de-ngan kebaikan. Ini adalah ungkapan umum, dan pembingkaian yang tidak ada sesuatu pun yang keluar darinya. Dan komponen-nya yang paling agung adalah bahwa para nabi, (khususnya dari kalangan ulul 'azmi, terutama penghulu mereka, Nabi Muhammad, yang merupakan sebaik-baik insan secara mutlak) mereka tidak sederajat kecuali dengan wanita-wanita yang baik. Jadi, mencoreng kehormatan Aisyah dengan tuduhan ini (perzinaan) berarti telah mencoreng Nabi. Sebenarnya, beliaulah yang dibidik oleh orang-orang munafik dengan dusta mereka.
Dengan status Aisyah sebagai istri Rasulullah semata sudah dapat diketahui bahwa Aisyah adalah wanita yang baik lagi bersih dari perkara nista itu. Bagaimana mungkin (fitnah) itu terjadi sedangkan dia adalah wanita yang paling besar kepercayaannya (kepada Nabi), paling utama, paling berilmu dan terbaik, seorang kekasih bagi utusan Allah yang tidak pernah terjadi wahyu ditu-runkan kepada beliau ketika berada dalam selimut bersama para istri-istri selain dia?![17]
Kemudian Allah menegaskan hal ini, di mana tidak menyisa-kan komentar lagi bagi para penolak, dan tidak ada ruang untuk ragu-ragu dan syubhat. Allah berfirman, ﴾ أُوْلَٰٓئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَۖ ﴿ "Me-reka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu)," pada asalnya, isyarat ini mengarah kepada Aisyah, sedangkan para wanita Mukminah yang baik-baik, yang tidak pernah berpikir untuk berbuat tak senonoh ikut masuk ke dalam konteksnya yaitu mendapatkan ﴾ مَّغۡفِرَةٞ ﴿ "ampunan," yang meng-hapuskan semua dosa ﴾ وَرِزۡقٞ كَرِيمٞ ﴿ "dan rizki yang mulia," di surga, yang berasal dari Rabb Yang Mahamulia.