Al-Furqan Ayat 44
اَمْ تَحْسَبُ اَنَّ اَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُوْنَ اَوْ يَعْقِلُوْنَۗ اِنْ هُمْ اِلَّا كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ سَبِيْلًا ࣖ ( الفرقان: ٤٤ )
'Am Taĥsabu 'Anna 'Aktharahum Yasma`ūna 'Aw Ya`qilūna 'In Hum 'Illā Kāl'an`ām Bal Hum 'Ađallu Sabīlāan. (al-Furq̈ān 25:44)
Artinya:
Atau apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu hanyalah seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat jalannya. (QS. [25] Al-Furqan : 44)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Atau apakah engkau, wahai Rasul, mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar apa yang engkau katakan kepada mereka berupa petunjuk ke jalan yang benar? Atau, apakah mereka memahami maksud dari apa yang kau katakan, dengan pemahaman yang benar, dan dari hati sanubari mereka, sehingga mereka bersedia melakukan apa yang kau katakan? Mereka itu hanyalah seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat jalannya. Bahkan hewan ternak lebih baik lagi, karena hewan akan loyal kepada yang berbuat baik kepadanya. Sementara kaum musyrik sama sekali tidak tahu diri terhadap Zat Yang memberikan kehidupan dan rezeki kepada mereka.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Pada ayat ini, Allah menasihati Nabi Muhammad supaya jangan menganggap bahwa kebanyakan orang-orang musyrik mendengarkan ayat dan memahami kebenaran yang terkandung dalam ayat itu sehingga mereka dapat mengamalkan petunjuknya untuk melakukan amal saleh dan memperbaiki akhlak. Allah mengingatkan yang demikian karena mereka itu seperti hewan ternak, bahkan mereka lebih sesat. Jika dibandingkan dengan hewan ternak, maka binatang tunduk kepada majikannya, yang dirasakan mencintainya, tahu siapa yang berbuat kebaikan dan yang berbuat kejahatan kepadanya, dapat mencari sendiri tempat di mana ada rumput makanannya dan air minumannya, dan jika malam hari tahu kembali ke kandangnya, berbeda sekali dengan kaum musyrikin itu sendiri. Mereka tidak mau mengenal Pencipta dan Pemberi rezeki, mereka tidak merasakan berbagai nikmat yang dilimpahkan Tuhan kepadanya.
Orang-orang musyrik tidak merasa tertipu oleh setan, yang selalu memandang baik bujukan hawa nafsunya. Kebodohan binatang ternak terbatas hanya pada dirinya sendiri, tetapi kebodohan mereka menjalar sampai menimbulkan berbagai fitnah dan kebinasaan serta menghalangi orang lain dari jalan kebenaran, sampai menimbulkan perpecahan dan peperangan di antara sesama manusia. Walaupun binatang itu tidak mengetahui ketauhidan dan kenabian, namun mereka tidak menentangnya, berbeda dengan orang-orang musyrik yang mengingkari ketauhidan karena kesombongan dan kefanatikan terhadap ajaran keliru yang diwarisi dari nenek moyangnya. Binatang ternak tidak menyia-nyiakan insting yang dikaruniakan Allah kepadanya. Lain halnya dengan kaum musyrikin, mereka dianugerahi akal dan naluri yang baik sejak lahir, tetapi mereka menyia-nyiakan akal yang sehat itu untuk membedakan mana yang baik dan mana yang tidak.
Di dalam ayat disebutkan bahwa sebagian besar mereka tidak mendengar atau memahami kebenaran. Memang ada sebagian kecil di antara mereka yang mengakui kebenaran, tetapi tidak sanggup mengikutinya karena khawatir akan kehilangan kedudukan.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Kemudian Allah Swt. berfirman:
Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? (Al Furqaan:44), hingga akhir ayat.
Yakni mereka lebih buruk keadaannya daripada hewan ternak yang dilepas bebas, karena sesungguhnya hewan ternak itu hanyalah melakukan sesuai dengan naluri kehewanannya. Sedangkan mereka diciptakan untuk beribadah kepada Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, lalu mengapa mereka tidak menyembah-Nya? Bahkan mereka menyembah selain-Nya dan mempersekutukan-Nya dengan yang lain, padahal hujah telah ditegakkan terhadap mereka dengan diutus-Nya para rasul kepada mereka.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar) dengan pendengaran yang dibarengi dengan pengertian (atau memahami) apa yang kamu katakan kepada mereka. (Tiada lain) (mereka itu hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi jalannya) daripada binatang ternak itu, karena binatang ternak mau menurut dan patuh kepada penggembalanya, sedangkan mereka tidak mau menaati Pemeliharanya, yaitu Allah, yang telah memberikan kenikmatan kepada mereka.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka telah mendengar dengan seksama dan menggunakan akal mereka untuk mendapatkan petunjuk? Sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti perintah mimpi- mimpi kosong mereka. Mereka telah menjadi seperti binatang ternak yang tidak memiliki keinginan sama sekali selain makan, minum dan mengejar kesenangan duniawi. Mereka tidak berfikir apa-apa yang ada di balik itu semua. Bahkan posisi mereka lebih jelek dari binatang ternak. Sebab, binatang ternak tunduk mengikuti tuannya yang menggiring kepada kebaikan dan menjauhkannya dari yang mencelakakannya. Sementara mereka mencampakkan diri mereka kepada kehancuran.
6 Tafsir as-Saadi
"Dan apabila mereka melihat kamu, (maka) tidaklah mereka melihatmu melainkan sebagai ejekan, 'Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai Rasul? Sesungguhnya hampirlah dia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya.' Dan mereka kelak akan mengetahui di saat mereka melihat azab, siapa yang paling sesat jalannya. Terang-kanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya dari binatang ternak itu." (Al-Furqan: 41-44).
(41) Maksudnya, ﴾ وَإِذَا رَأَوۡكَ ﴿ "Dan apabila mereka melihat kamu" wahai Muhammad, mereka yang mendustakanmu, para penen-tang ayat-ayat Allah, yang menyombongkan diri di muka bumi, mereka memperolok-olokkanmu, menghinamu dan mengatakan dengan nada menghina dan menyepelekan, ﴾ أَهَٰذَا ٱلَّذِي بَعَثَ ٱللَّهُ رَسُولًا ﴿ "Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai Rasul?" Maksudnya, tidak pantas dan tidak layak kalau Allah mengutus si lelaki ini! Ini semua karena sangat memuncaknya kezhaliman dan keras kepala mereka. Mereka memutarbalikkan kenyataan. Sebab perkataan mereka ter-sebut memberikan pengertian bahwa Rasulullah a, –dan ini tidak mungkin–, berada dalam jurang kehinaan dan kenistaan, dan bahwa kalau saja kerasulan itu diberikan kepada selainnya, maka yang demikian itu tentu lebih cocok.
﴾ وَقَالُواْ لَوۡلَا نُزِّلَ هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانُ عَلَىٰ رَجُلٖ مِّنَ ٱلۡقَرۡيَتَيۡنِ عَظِيمٍ 31 ﴿
"Dan mereka berkata, 'Mengapa al-Qur`an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Makkah dan Tha`if) ini'." (Az-Zukhruf: 31).
Perkataan seperti ini tidak akan keluar kecuali dari (mulut) manusia yang paling bodoh, paling sesat atau paling keras kepala, dan dia berpura-pura bodoh yang tujuannya adalah mempropa-gandakan kebatilan yang dibawanya dengan mendiskriditkan (mencemoohkan) kebenaran dan orang yang membawanya.
Kalau tidak demikian, maka siapa saja yang memperhatikan perihal keadaan Muhammad bin Abdillah a, niscaya dia menjum-painya sebagai sosok manusia alim, unggul di dalam kecerdasan akal, ilmu, kepribadian, ketangguhan, akhlak mulia, budi pekerti luhur, kehormatan diri, keberanian, kemurahan hati, dan segala akhlak mulia; sementara orang yang menghina dan mencercanya adalah orang yang penuh dengan sifat kedunguan, kebodohan, kesesatan, kontradiksi, zhalim dan melampaui batas yang tidak ada bandingannya. Cukup (untuk mewakili) kebodohan dan kese-satannya adalah sikapnya yang selalu mencemoohkan Rasul yang agung ini, rasul yang penuh semangat dan mulia. Tujuan cemoohan dan ejekan mereka terhadapnya adalah sikap keras mereka (berpe-gang teguh) pada kebatilan dan untuk memperdaya orang-orang yang kurang berakal.
(42) Maka dari itu mereka mengatakan, ﴾ إِن كَادَ لَيُضِلُّنَا عَنۡ ءَالِهَتِنَا ﴿ "Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita." [Si lelaki ini] dengan menjadikan sembahan-sembahan itu hanya satu sembahan saja, ﴾ لَوۡلَآ أَن صَبَرۡنَا عَلَيۡهَاۚ ﴿ "seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya," tentu dia telah menyesatkan kita. Mereka beranggapan, –semoga Allah memperburuk mereka–, bahwa kese-satan itu adalah tauhid, dan bahwa petunjuk (kebenaran) itu adalah kesyirikan yang mereka anut. Maka dari itu mereka saling meng-ingatkan agar selalu sabar dalam kesyirikan itu,
﴾ وَٱنطَلَقَ ٱلۡمَلَأُ مِنۡهُمۡ أَنِ ٱمۡشُواْ وَٱصۡبِرُواْ عَلَىٰٓ ءَالِهَتِكُمۡۖ ﴿
"Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata), 'Pergi-lah kamu dan tetaplah (menyembah) ilah-ilahmu'." (Shad: 6).
Dan di sini mereka mengatakan, ﴾ لَوۡلَآ أَن صَبَرۡنَا عَلَيۡهَاۚ ﴿ "Seandai-nya kita tidak sabar (menyembah)nya," sabar itu terpuji dalam segala kondisi, kecuali dalam kondisi seperti ini. Sebab kondisi yang satu ini adalah sabar atas sebab kausalitas yang dapat menimbulkan murka, dan sabar atas perbuatan menumpuk kayu bakar Neraka Jahanam.
Sedangkan orang-orang beriman, mereka seperti yang difir-mankan oleh Allah سبحانه وتعالى tentang mereka,
﴾ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ 3 ﴿
"Nasihat menasihatilah supaya menaati kebenaran dan nasihat me-nasihatilah supaya menetapi kesabaran." (Al-Ashr: 3).
Ketika ini merupakan klaim mereka bahwa merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk, sedangkan Rasulullah adalah sesat, padahal sudah pasti bahwa mereka sudah tidak mempunyai alasan lagi, maka Allah mengancam mereka dengan azab, dan Dia informasikan bahwa mereka pada saat itu ﴾ حِينَ يَرَوۡنَ ٱلۡعَذَابَ ﴿ "di saat mereka melihat azab" mereka akan mengetahui dengan pengetahuan yang hakiki ﴾ مَنۡ ﴿ "siapa" dia ﴾ أَضَلُّ سَبِيلًا ﴿ "yang paling sesat jalannya."
﴾ وَيَوۡمَ يَعَضُّ ٱلظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيۡهِ يَقُولُ يَٰلَيۡتَنِي ٱتَّخَذۡتُ مَعَ ٱلرَّسُولِ سَبِيلٗا 27 ﴿
"Dan (ingatlah) hari (ketika) orang yang zhalim itu menggigit dua tangannya, seraya berkata, 'Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul'." (Al-Furqan: 27).
(43) Apakah ada kesesatan yang lebih tinggi daripada orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai sembahannya, keinginan-nya selalu diaplikasikan? Maka dari itu Allah berfirman,﴾ أَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ ﴿ "Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya." Tidakkah kamu heran kepada ke-adaan orang itu, dan kamu perhatikan kesesatan yang ada padanya, sedangkan dia menilai dirinya dengan kedudukan-kedudukan tinggi, ﴾ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيۡهِ وَكِيلًا ﴿ "maka apakah kamu dapat menjadi peme-lihara atasnya?" Maksudnya, kamu bukanlah orang yang mengua-sainya, akan tetapi kamu adalah seorang pemberi peringatan, dan kamu telah melakukan tugasmu, sedangkan perkara orang itu di-serahkan kepada Allah.
(44) Kemudian Allah سبحانه وتعالى mencatat kesesatan mereka yang sangat jauh itu dengan menanggalkan akal dan pendengaran mereka; dan Allah juga menyamakan mereka di dalam kesesatan dengan binatang-binatang ternak yang sedang berkeliaran di pa-dang rumput, yang tidak mendengar kecuali seruan dan panggilan,
﴾ صُمُّۢ بُكۡمٌ عُمۡيٞ فَهُمۡ لَا يَعۡقِلُونَ 171 ﴿
"Mereka tuli, bisu, dan buta, maka mereka tidak mengerti." (Al-Baqarah: 171).
Bahkan mereka lebih sesat daripada hewan ternak. Sebab binatang ternak digiring oleh sang penggembalanya lalu hewan-hewan itu menurut, dan mengetahui jalan kebinasaannya, maka ia menghindarinya. Dan hewan-hewan ternak itu juga lebih selamat akhir urusannya daripada mereka. Dengan demikian sudah jelas bahwa orang yang mencap Rasulullah a dengan kesesatan lebih berhak mendapat cap tersebut, dan bahwa setiap hewan ternak lebih mendapat petunjuk daripadanya.