Yasin Ayat 83
فَسُبْحٰنَ الَّذِيْ بِيَدِهٖ مَلَكُوْتُ كُلِّ شَيْءٍ وَّاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ࣖ ( يس: ٨٣ )
Fasubĥāna Al-Ladhī Biyadihi Malakūtu Kulli Shay'in Wa 'Ilayhi Turja`ūna (Yāʾ Sīn 36:83)
Artinya:
Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya kamu dikembalikan. (QS. [36] Yasin : 83)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Itulah Allah Yang Mahakuasa. Maka Mahasuci Allah yang di tangan-Nya kekuasaan penuh atas segala sesuatu di alam ini. Dialah yang menciptakan, mengatur, serta memeliharanya, dan kepada-Nya juga kamu dikembalikan. Keyakinan akan kekuasaan Allah akan timbul dalam hati apabila manusia mau menggunakan akal sehatnya untuk memperhatikan alam semesta ini.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Orang-orang yang beriman pasti berkata bahwa Allah Mahasuci. Di tangan-Nya kekuasaan penuh atas segala sesuatu di alam ini. Dialah yang menciptakan, mengatur, dan memeliharanya. Kepada-Nya jualah semua makhluk dikembalikan.
Pengakuan dan keyakinan semacam ini pasti timbul apabila manusia menggunakan pikiran sehat untuk memperhatikan isi alam ini semuanya yang menjadi bukti bagi kekuasaan Allah.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
Maka Mahasuci (Allah) yang ditangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Yaa Siin:83)
Yakni Mahasuci dan Mahabersih Allah, sebagai ungkapan memahasucikan dan memahabersihkan Tuhan Yang Hidup, Yang terus menerus mengatur makhluk-Nya dari semua keburukan. Di tangan kekuasaan-Nyalah terletak semua kendali kekuasaan di langit dan di bumi, dan hanya kepada-Nyalah dikembalikan semua utusan. Dialah Yang Menciptakan dan Yang Memerintah, dan kepada-Nyalah dikembalikan semua hamba pada hari mereka dibangkitkan, lalu Dia membalas setiap orang sesuai dengan amal perbuatannya. Dia Mahaadil, Pemberi Nikmat dan Pemberi Karunia. Maka firman Allah Swt.: Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu. (Yaa Siin:83)
Semakna dengan firman Allah Swt.:
Katakanlah, "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu ?” (Al-Mu-minun: 88)
Dan firman Allah Swt.:
Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan. (Al Mulk:1)
Lafaz al-mulk dan al-malakut sama, seperti halnya lafaz rahmah dan rahmut, rahbah, dan rahbut, dan jabar dan jabarut.
Di antara ulama ada yang menduga bahwa al-mulk adalah alam jasad, sedangkan al-malakut alam roh. Pendapat yang benar adalah yang pertama, pendapat itulah yang dipegang oleh kebanyakan ulama tafsir dan lain-lainnya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad dari Abdul Malik ibnu Umair, telah menceritakan kepadaku saudara sepupu Huzaifah, dari Huzaifah ibnul Yaman r.a. yang menceritakan bahwa ia salat bersama Rasulullah Saw. di suatu malam. Maka beliau Saw. membaca tujuh surat yang panjang-panjang dalam beberapa rakaat. Dan beliau bila mengangkat kepalanya dari rukuk mengucapkan: Allah mendengar orang yang memuji-Nya. Kemudian dilanjutkan: Segala puji bagi Allah Yang mempunyai segala kerajaan, keperkasaan, kebesaran, dan keagungan. Dan lama rukuknya sama dengan lama berdirinya, dan lama sujudnya sama dengan lama rukuknya. Ketika beliau bersalam, kedua kakiku terasa hampir patah (karena lamanya salat).
dari Abu Hamzah maula Al-Ansar, dari seorang lelaki dari Bani Abs, dari Huzaifah r.a., bahwa ia pernah melihat Rasulullah Saw. sedang salat di malam hari, dan beliau Saw. mengucapkan: Allahu Akbar —tiga kali— Yang memiliki semua kerajaan, kebesaran dan keagungan. Setelah itu beliau membuka salatnya (membaca Al-Fatihah), dan membaca surat Al-Baqarah, lalu rukuk, dan lama rukuknya sama dengan lamanya berdiri. Dalam rukuknya itu beliau membaca: Mahasuci Tuhanku Yang Mahabesar. Beliau mengangkat kepalanya dari rukuk, dan i'tidal yang dilakukannya hampir sama dengan rukuknya. Dalam i'tidalnya beliau membaca: Bagi Tuhanku segala puji. Kemudian sujud, dan lama sujudnya itu sama dengan lama berdirinya. Dalam sujudnya beliau membaca: Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dari sujud, lalu melakukan duduk di antara dua sujud dalam waktu yang lamanya sama dengan sujudnya. Dalam duduknya itu beliau mengucapkan: Tuhanku, berilah ampunan bagiku. Tuhanku, berilah ampunan bagiku. Rasulullah Saw. melakukan salatnya itu empat rakaat, yang padanya beliau membaca surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa, Al-Maidah atau Al-An'am —di sini Syu'bah ragu—. Demikianlah menurut lafaz yang ada pada Imam Abu Daud.
Imam Nasai mengatakan bahwa Abu Hamzah menurut kami adalah Talhah ibnu Yazid, dan lelaki ini diduga kuat adalah Silah, demikianlah menurut Imam Nasai. Tetapi yang lebih kuat lagi diduga dia adalah saudara sepupu Huzaifah, seperti yang telah disebutkan di dalam riwayat Imam Ahmad, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Adapun riwayat Silah ibnu Zufar, dari Huzaifah r.a., maka sesungguhnya riwayat ini berada di dalam kitab Sahih Muslim, tetapi di dalam teksnya tidak disebutkan penuturan kata al-malakut, wal jabarut, wal kibriya wal 'azamah.
Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Amr ibnu Qais, dari Asim ibnu Humaid, dari Auf ibnu Malik Al-Asyja'i r.a. yang mengatakan bahwa ia ikut salat bersama Rasulullah Saw. di suatu malam, maka Rasulullah Saw. berdiri dan membaca surat Al-Baqarah. Dan tidak sekali-kali beliau melalui ayat rahmat, melainkan berhenti dan meminta, dan tidak sekali-kali bacaannya melewati ayat azab, melainkan beliau berhenti, lalu memohon perlindungan. Kemudian beliau rukuk dengan lama yang hampir sama dengan berdirinya. Dalam rukuknya itu beliau mengucapkan: Mahasuci Tuhan Yang mempunyai keperkasaan, kerajaan, kebesaran, dan keagungan. Kemudian sujud dengan lama yang sama dengan lama berdirinya, dan dalam sujudnya beliau mengucapkan doa yang semisal. Lalu berdiri (setelah membaca Al-Fatihah) membaca surat Ali Imran, lalu Al-Baqarah.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Maka Maha Suci Allah Yang dalam genggaman-Nya kekuasaan) lafal Malakuutu pada asalnya adalah Mulki kemudian ditambahkan huruf Wawu dan Ta untuk menunjukkan makna mubalaghah, artinya kekuasaan atas (segala sesuatu dan kepada-Nyalah kalian dikembalikan) kelak di akhirat.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Maka Tuhan yang, dengan kemahakuasaan-Nya, mempunyai hak mencipta dan mengatur segala sesuatu, itu sungguh Mahasuci dari segala sifat yang tidak pantas disandang-Nya. Dan hanya kepada- Nyalah kalian semua akan dikembalikan, lalu Dia akan memperhitungkan amal perbuatan kalian.
6 Tafsir as-Saadi
"Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air, maka tiba-tiba ia menjadi pe-nantang yang nyata! Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata, 'Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?' Katakanlah, 'Ia akan dihidupkan oleh Rabb yang menciptakan-nya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk, yaitu Rabb yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan api dari kayu itu.' Tidakkah Rabb yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? Benar. Dia berkuasa. Dan Dia-lah Maha Pencipta lagi Maha Me-ngetahui. Sesungguhnya perintahNya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah!' Maka terjadilah ia. Maka Mahasuci (Dzat) Yang di TanganNya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepadaNya-lah kamu dikembalikan." (Yasin: 77-83).
(77) Maka Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ أَوَلَمۡ يَرَ ٱلۡإِنسَٰنُ ﴿ "Dan apakah manusia tidak memperhatikan" yaitu manusia yang mengingkari kebangkitan atau ragu padanya, (memperhatikan) suatu perkara yang memberinya keyakinan sempurna kepada kepastiannya, yaitu awal mula penciptaannya ﴾ مِن نُّطۡفَةٖ ﴿ "dari setitik air," kemudian berubah-ubahnya dalam beberapa fase sedikit demi sedikit hingga menjadi besar dan menjadi anak remaja dan akalnya pun menjadi sempurna dan dewasa, ﴾ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٞ مُّبِينٞ ﴿ "lalu tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata," setelah sebelumnya penciptaannya dari setetes air.
Cobalah perhatikan perbedaan antara dua kondisi ini. Dan hendaknya ia mengetahui bahwa yang telah menciptakannya dari ketiadaan itu lebih kuasa lagi mengulangi penciptaannya kembali setelah ia tercerai berai dan hancur luluh!
(78) ﴾ وَضَرَبَ لَنَا مَثَلٗا ﴿ "Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami," yang tidak pantas bagi siapa pun untuk membuatnya, yaitu meng-analogikan kekuasaan sang Pencipta dengan kekuasaan makhluk, yaitu bahwa perkara yang tidak mungkin bagi kekuasaan makhluk juga tidak mungkin bagi kekuasaan Pencipta. Allah mengurai pe-rumpamaan tersebut dengan perkataanNya, ﴾ قَالَ ﴿ "ia berkata," mak-sudnya, orang (yang mengingkari) itu berkata, ﴾ مَن يُحۡيِ ٱلۡعِظَٰمَ وَهِيَ رَمِيمٞ ﴿ "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?" Maksudnya, apakah seseorang bisa menghidupkannya? Ini adalah bentuk pertanyaan menyangkal. Maka artinya, tidak akan ada seseorang pun yang dapat menghidupkannya setelah ia hancur luluh dan binasa.
Inilah sisi keserupaan dan perumpamaannya. Yakni bahwa hal itu merupakan perkara yang sangat tidak mungkin (mustahil) berdasarkan kelaziman kemampuan manusia. Ucapan yang muncul dari manusia seperti ini adalah merupakan ketidak-sadaran dari-nya dan kelupaannya terhadap awal mula penciptaannya. Kalau saja ia menyadari akan penciptaannya setelah sebelumnya ia tidak pernah menjadi sesuatu apa pun yang bisa disebut, lalu kemudian menjadi ada secara kasat mata, tentu ia tidak akan memberikan perumpamaan ini!
(79) Kemudian Allah سبحانه وتعالى menjawab anggapan tidak mungkin tersebut dengan jawaban yang sangat memuaskan, seraya berfir-man, ﴾ قُلۡ يُحۡيِيهَا ٱلَّذِيٓ أَنشَأَهَآ أَوَّلَ مَرَّةٖۖ ﴿ "Katakanlah, 'Ia akan dihidupkan oleh Rabb yang menciptakannya kali yang pertama'." Yang demikian itu, hanya dengan merenungkannya (saja) seseorang pasti tahu dengan yakin, tanpa ada syubhat sedikitpun bahwa yang telah menciptakan-nya pada kali yang pertama itu kuasa untuk mengulangi pencipta-annya untuk kali yang kedua, dan ini lebih mudah bagi kekuasaan-Nya apabila direnungkan oleh orang yang mau merenungkan.
﴾ وَهُوَ بِكُلِّ خَلۡقٍ عَلِيمٌ ﴿ "Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk." Ini juga dalil yang kedua yang bersumber dari sifat-sifat Allah سبحانه وتعالى, yaitu bahwa ilmu Allah سبحانه وتعالى meliputi segala makhlukNya dalam seluruh kondisinya sepanjang waktu dan apa yang masih tersisa; dan Dia mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Apabila seorang manusia telah mengakui ilmu yang luar biasa ini, maka niscaya dia tahu bahwasanya ia lebih agung dan lebih tinggi dari hanya sekedar menghidupkan kembali orang-orang mati dari dalam kubur.
(80) Kemudian Allah mengemukakan dalil ketiga, seraya berfirman, ﴾ ٱلَّذِي جَعَلَ لَكُم مِّنَ ٱلشَّجَرِ ٱلۡأَخۡضَرِ نَارٗا فَإِذَآ أَنتُم مِّنۡهُ تُوقِدُونَ ﴿ "Yaitu Rabb yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan api dari kayu itu." Apabila Dia mampu mengeluarkan api yang kering dari pohon yang hijau yang masih sangat basah, pa-dahal sangat berlawanan dan sangat kontras, maka mengeluarkan kembali orang-orang yang mati dari kuburnya juga adalah seperti itu.
(81) Kemudian Allah menyebutkan dalil yang keempat, seraya berfirman, ﴾ أَوَلَيۡسَ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ ﴿ "Tidakkah Rabb yang menciptakan langit dan bumi" yang begitu luas dan besar ini ﴾ بِقَٰدِرٍ عَلَىٰٓ أَن يَخۡلُقَ مِثۡلَهُمۚ ﴿ "berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka?" Mak-sudnya, Dia akan mengembalikan mereka dengan raga mereka. ﴾ بَلَىٰ ﴿ "Benar," Dia kuasa melakukan itu! Sebab penciptaan langit dan bumi itu lebih besar daripada penciptaan manusia.
﴾ وَهُوَ ٱلۡخَلَّٰقُ ٱلۡعَلِيمُ ﴿ "Dan Dia-lah Maha Pencipta lagi Maha Menge-tahui." Ini adalah dalil kelima. Yaitu bahwa sesungguhnya Allah سبحانه وتعالى Maha Pencipta semua makhluk, dalam proses awalnya dan kemu-diannya, yang kecil dan yang besarnya. Semuanya adalah bekas (tanda) dari bekas-bekas penciptaan dan kekuasaanNya, dan se-sungguhnya tidak ada satu pun makhluk yang sulit bagiNya apa-bila Dia berkehendak menciptakannya. Jadi, menciptakan kembali orang-orang yang sudah mati merupakan salah satu dari bentuk bekas ciptaanNya.
(82) Maka dari itu Dia berfirman, ﴾ إِنَّمَآ أَمۡرُهُۥٓ إِذَآ أَرَادَ شَيۡـًٔا ﴿ "Se-sungguhnya perintahNya apabila Dia menghendaki sesuatu." (شَيْئًا) adalah kata nakirah (indifinit) dalam konteks syarat, maka maknanya men-cakup segala sesuatu.
﴾ أَن يَقُولَ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ ﴿ "Hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah!' maka terjadilah ia." Maksudnya: Terjadi pada saat itu juga tanpa ada jeda waktu atau penghalang.
(83) ﴾ فَسُبۡحَٰنَ ٱلَّذِي بِيَدِهِۦ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيۡءٖ ﴿ "Maka Mahasuci Allah yang di TanganNya kekuasaan atas segala sesuatu." Ini adalah dalil keenam. Sebab sesungguhnya Allah سبحانه وتعالى adalah Maharaja lagi Maha Pemilik segala sesuatu, yang semua apa yang tinggal di alam atas dan alam bawah adalah milikNya, hamba yang ditundukkan lagi dikendali-kan, Dia berbuat apa saja terhadap mereka berdasarkan ketetapan-ketetapanNya yang bersifat kebijaksanaan dan hukum-hukumnya yang bersifat syar'i serta yang bersifat jaza`i (balasan). Maka peng-hidupan kembali orang-orang yang sudah mati untuk member-lakukan hukum balasanNya terhadap mereka merupakan bagian dari kesempurnaan kemaharajaanNya. Maka dari itu Allah berfir-man, ﴾ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ ﴿ "Dan kepadaNya-lah kamu dikembalikan," tidak bisa diragukan dan tidak pula bisa dielakkan lagi karena sudah sangat banyak argumen-argumen yang pasti (telak) dan dalil-dalil yang tegas yang membuktikan semua itu. Maka Mahasuci Allah yang telah menjadikan petunjuk, penawar, dan cahaya di dalam Firman-Nya.
Selesailah tafsir surat Yasin.
Maka segala puji bagi Allah سبحانه وتعالى sebagaimana mestinya yang sesuai dengan kebesaranNya, bagiNya segala sanjungan sebagai-mana pantas bagi kesempurnaanNya, dan hanya bagiNya-lah kemu-liaan sebagaimana tuntutan keaguangan dan kebesaranNya. Semoga shalawat dan salam Dia limpahkan kepada Nabi Muhammad a.