An-Nisa' Ayat 113
وَلَوْلَا فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكَ وَرَحْمَتُهٗ لَهَمَّتْ طَّاۤىِٕفَةٌ مِّنْهُمْ اَنْ يُّضِلُّوْكَۗ وَمَا يُضِلُّوْنَ اِلَّآ اَنْفُسَهُمْ وَمَا يَضُرُّوْنَكَ مِنْ شَيْءٍ ۗ وَاَنْزَلَ اللّٰهُ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُۗ وَكَانَ فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكَ عَظِيْمًا ( النساء: ١١٣ )
Wa Lawlā Fađlu Allāhi `Alayka Wa Raĥmatuhu Lahammat Ţā'ifatun Minhum 'An Yuđillūka Wa Mā Yuđillūna 'Illā 'Anfusahum Wa Mā Yađurrūnaka Min Shay'in Wa 'Anzala Allāhu `Alayka Al-Kitāba Wa Al-Ĥikmata Wa `Allamaka Mā Lam Takun Ta`lamu Wa Kāna Fađlu Allāhi `Alayka `Ažīmāan. (an-Nisāʾ 4:113)
Artinya:
Dan kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu (Muhammad), tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka hanya menyesatkan dirinya sendiri, dan tidak membahayakanmu sedikit pun. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) dan Hikmah (Sunnah) kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui. Karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu itu sangat besar. (QS. [4] An-Nisa' : 113)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Ayat ini menggambarkan begitu banyak nikmat dan rahmat yang Allah anugerahkan kepada Nabi Muhammad, termasuk nikmat melindungi beliau dari segala upaya orang-orang munafik untuk menyesatkan beliau. Dan kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya yang beraneka ragam yang dianugerahkan kepadamu, wahai Nabi Muhammad, termasuk memelihara kamu dari kesalahan, tentulah segolongan dari mereka, orang-orang munafik, berkeinginan keras dan berusaha untuk menyesatkanmu dan memalingkan kamu dari kebenaran. Tetapi apa yang mereka inginkan dan usahakan itu hanya menyesatkan diri mereka sendiri, dan tidak membahayakanmu sedikit pun, kapan dan di mana pun. Dan juga karena Allah telah menurunkan Kitab, yaitu AlQur'an yang amat sempurna dengan petunjuk-petunjuk yang ada di dalamnya, yang dengannya engkau dapat mengambil keputusan yang benar dan menjadi petunjuk bagi umatmu dan juga memberikan Hikmah kepadamu, yaitu pemahaman dan pengamalan melalui sunahsunahmu yang dapat diteladani, dijadikan pedoman, dan diikuti oleh umatmu dan Dia juga telah mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui, yaitu hal-hal yang belum disampaikan Allah di dalam Al-Qur'an maupun hikmah. Demikianlah karunia-karunia Allah yang dianugerahkan kepadamu dan karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu itu sangat besar.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Dalam ayat ini dijelaskan anugerah dan nikmat Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw. Dijelaskan bahwa tanpa karunia dan nikmat-Nya kepada Nabi tentulah golongan yang berhasrat untuk menyesatkan beliau akan berhasil. Di antara karunia dan rahmat Allah itu ialah pemberitahuan-Nya kepada Nabi tentang perbuatan Tu'mah dan kerabatnya. Berkat adanya pemberitahuan Allah dan petunjuk-Nya gagallah rencana Bani ¨afar dan pendukung-pendukungnya itu.
Seandainya rencana golongan itu terlaksana tentulah Nabi harus menyediakan waktu dan tenaga untuk mengatasinya. Padahal di hadapan beliau amat banyak perkara dan tugas yang lebih penting yang memerlukan tenaga dan pikiran. Tetapi Allah tidak membiarkan Rasul-Nya dipermainkan oleh orang-orang yang rusak akhlaknya. Mereka sebenarnya menyesalkan diri mereka sendiri karena mereka bertambah jauh dari jalan yang ditunjukkan Allah. Sedikit pun mereka tidak dapat mempersulit Nabi, karena beliau dalam menetapkan putusan tidaklah mengikuti hawa nafsu. Beliau bertindak sesuai dengan kenyataan yang ada. Tidaklah terlintas di hati beliau bahwa keadaan yang sebenarnya berlawanan dengan laporan yang beliau terima.
Dengan rahmat dan karunia Allah, Nabi telah terpelihara dari membuat keputusan yang tidak benar. Selanjutnya diterangkan bahwa Allah telah melimpahkan anugerah-Nya kepada Nabi-Nya dengan menurunkan Al-Qur'an dan al-Hikmah untuk digunakan dalam menetapkan suatu keputusan. Dia mengajarkan kepadanya apa yang tidak diketahuinya sebelumnya. Karunia Allah kepada Nabi Muhammad saw sangat besar, karena beliau diutus kepada seluruh umat manusia untuk sepanjang masa.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka telah bermaksud untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat memberi mudarat sedikit pun kepadamu.
Imam Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim Al-Harrani dalam surat yang ditujukannya kepadaku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Asim ibnu Umar ibnu Qatadah Al-Ansari, dari ayahnya, dari kakeknya Qatadah ibnun Nu'man, lalu ia menyebutkan kisah Bani Ubairiq, dan Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
...tentulah segolongan dari mereka telah bermaksud untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat memberi mudarat sedikit pun kepadamu.
Yang dimaksud dengan 'mereka' adalah Usaid ibnu Urwah dan kawan-kawannya.
Dengan kata lain, ketika Usaid ibnu Urwah dan kawan-kawannya memuji tindakan Bani Ubairiq dan mencela Qatadah ibnu Nu'man karena ia menuduh mereka yang mereka anggap sebagai orang baik-baik dan tidak bersalah, padahal duduk perkaranya tidaklah seperti apa yang mereka sampaikan kepada Rasulullah Saw. Karena itulah maka Allah menurunkan penyelesaian masalah tersebut dan membukakannya kepada Rasulullah Saw.
Kemudian Allah menganugerahkan kepadanya dukungan-Nya dalam semua keadaan dan memelihara dirinya. Allah menganugerahkan pula kepadanya Al-Qur'an dan hikmah, yakni sunnah.
Dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.
Yakni sebelum hal tersebut diturunkan kepadamu. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur'an) itu? (Asy Syuura:52), hingga akhir ayat.
Dan kamu tidak pernah mengharap agar Al-Qur'an diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu. (Al-Qasas: 86)
Karena itu dalam ayat ini Allah Swt. berfirman:
Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Dan kalau bukanlah karena karunia dan rahmat Allah kepadamu) hai Muhammad (tentulah segolongan mereka bertekad) yakni kaum Thu`mah (akan menyesatkanmu) sehingga dengan penipuan mereka kamu menyimpang dari pengadilan yang benar. (Tetapi yang mereka sesatkan hanyalah diri mereka sendiri sedangkan mereka tidak dapat memberi mudarat kepadamu) min merupakan tambahan (sedikit pun juga) karena bencana perbuatan mereka yang menyesatkan itu kembali pada diri mereka sendiri (Allah telah menurunkan kepadamu kitab) Alquran (dan hikmah) maksudnya hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya (dan mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui) berupa hukum-hukum dan berita-berita gaib. (Dan karunia Allah padamu) disebabkan demikian dan karena lain-lainnya (amat besar).
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Seandainya Allah tidak mengaruniakan wahyu kepadamu dan tidak menyayangimu dengan ketepatan daya pikirmu, tentu segolongan dari mereka bermaksud untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka itu tidak akan dapat menyesatkan siapa pun selain diri mereka sendiri, karena Allah selalu mengawasimu, dan akal pikiranmu selalu tertuju kepada kebenaran. Kesesatan dan rencana mereka tidak dapat mendatangkan mudarat sedikit pun kepadamu, karena Allah telah menurunkan al-Qur'ân sebagai ukuran kebenaran, menanamkan sifat bijak di dalam hatimu, dan mengajarkanmu syariat dan ketentuan-ketentuan yang hanya dapat kamu ketahui melalui wahyu. Sungguh, karunia Allah kepadamu selamanya sangat besar.
6 Tafsir as-Saadi
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang-orang yang khianat, dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak me-nyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa. Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembu-nyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan Allah Maha Meliputi (ilmuNya) terhadap apa yang mereka kerjakan. Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (mem-bela) mereka pada Hari Kiamat? Atau siapakah yang menjadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)? Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudaratan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemu-dian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata. Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmatNya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melain-kan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikit pun. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan karunia Allah sangat besar kepadamu." (An-Nisa`: 105-113).
(105) Allah سبحانه وتعالى mengabarkan bahwa Dia telah menurunkan kepada hamba dan RasulNya sebuah kitab dengan kebenaran, maksudnya, terjaga dari setan yang hendak mencampurnya dengan kebatilan ketika turunnya, akan tetapi ia turun dengan kebenaran dan mencakup hal-hal yang benar pula, kabar-kabarNya adalah benar, perintah dan laranganNya adalah adil,
﴾ وَتَمَّتۡ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدۡقٗا وَعَدۡلٗاۚ ﴿
"Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (al-Qur`an) sebagai kalimat yang benar dan adil." (Al-An'am: 115).
Dan Allah mengabarkan bahwa Dia menurunkannya untuk dijadikan sebagai hukum di antara manusia, dan dalam ayat lain-nya,
﴾ وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلذِّكۡرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيۡهِمۡ ﴿
"Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur`an, agar kamu menerang-kan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka." (An-Nahl: 44).
Kemungkinan ayat ini adalah tentang posisi kitab ini sebagai hakim di antara manusia dalam perkara-perkara yang diperselisih-kan dan diperdebatkan, dan hal tersebut adalah dalam menjelaskan seluruh perkara agama, dasar-dasarnya, dan cabang-cabangnya. Kemungkinan lain bahwa kedua ayat tersebut memiliki makna yang sama, maka sebagai hakim di sini maksudnya adalah meliputi hukum tentang darah, kehormatan, harta, seluruh hak, akidah, dan seluruh permasalahan-permasalahan hukum, dan FirmanNya, ﴾ بِمَآ أَرَىٰكَ ٱللَّهُۚ ﴿ "Dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu" yaitu bukan dengan hawa nafsumu, akan tetapi dengan apa yang telah Allah ajarkan dan Allah ilhamkan kepadamu, sebagaimana Firman Allah تعالى,
﴾ وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ 3 إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡيٞ يُوحَىٰ 4 ﴿
"Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur`an) menurut ke-mauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (An-Najm: 3-4).
Ayat ini mengandung dalil tentang kema'shuman Nabi ﷺ pada apa pun yang disampaikannya dari Allah berupa segenap hukum-hukum atau selainnya, dan bahwa disyaratkan untuk menjadi hakim itu adalah ilmu dan adil, karena Firman Allah, ﴾ بِمَآ أَرَىٰكَ ٱللَّهُۚ ﴿ "Dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu" dan Allah tidak berfirman; "dengan pendapatan," dan Allah juga mengharuskan hakim di antara manusia agar mengetahui tentang kitab.
Dan tatkala Allah memerintahkan untuk mengadili perkara di antara manusia dengan hukum yang mengandung keadilan, lalu Allah melarangnya dari kezhaliman dan kesewenang-wenangan yang merupakan suatu hal yang bertentangan dengan keadilan seraya berfirman, ﴾ وَلَا تَكُن لِّلۡخَآئِنِينَ خَصِيمٗا ﴿ "Dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang-orang yang khianat," maksudnya, janganlah kamu membela orang yang kalian ketahui pengkhianatan mereka yaitu seorang yang menga-kui suatu barang yang bukan miliknya atau seorang yang meng-ingkari suatu hak yang harus dipenuhinya, baik ia ketahui dengan pasti ataupun hanya dengan prasangkanya saja. Ayat ini menun-jukkan haramnya pertikaian dalam kebatilan, dan menjadi pembela bagi orang yang bersalah dalam perkara agama maupun hak-hak duniawi, dan pemahaman terbalik dari ayat ini adalah bahwa boleh membela seseorang dalam perkara persidangan yang mana orang tersebut tidak diketahui memiliki kezhaliman.
(106) ﴾ وَٱسۡتَغۡفِرِ ٱللَّهَۖ ﴿ "Dan mohonlah ampun kepada Allah" dari segala hal yang engkau perbuat bila memang ada, ﴾ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورٗا رَّحِيمٗا ﴿ "Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" yaitu Allah Maha Mengampuni dosa yang besar bagi orang yang me-mohon ampunan kepadaNya, bertaubat, dan kembali kepadaNya, dan akan membimbingnya kepada perbuatan shalih setelah itu yang mengakibatkan adanya pahala dan terlepas dari siksaanNya.
(107) ﴾ وَلَا تُجَٰدِلۡ عَنِ ٱلَّذِينَ يَخۡتَانُونَ أَنفُسَهُمۡۚ ﴿ "Dan janganlah kamu ber-debat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya," kata al-Ikhtiyan dan al-Khiyanah maknanya kejahatan, kezhaliman, dan perbuatan dosa, dan ini mencakup larangan dari perdebatan untuk membela orang yang berdosa dan dihadapkan kepadanya sebuah hukuman berupa had ataupun hukuman lainnya, sesungguhnya orang seperti itu tidaklah diperdebatkan untuk membela apa yang telah dilakukannya berupa pengkhianatan atau untuk menolak perkara yang seharusnya menjadi akibat dari perbuatannya berupa hukuman syariat. ﴾ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ خَوَّانًا أَثِيمٗا ﴿ "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa," yaitu banyak khianatnya dan dosanya. Dan apabila kecintaan itu lenyap, niscaya yang ada adalah perkara yang sebaliknya yaitu kebencian, yang demikian ini adalah seperti alasan dari larangan yang terdahulu.
(108) Kemudian Allah menyebutkan tentang orang-orang yang berkhianat tersebut bahwa ﴾ يَسۡتَخۡفُونَ مِنَ ٱلنَّاسِ وَلَا يَسۡتَخۡفُونَ مِنَ ٱللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمۡ إِذۡ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرۡضَىٰ مِنَ ٱلۡقَوۡلِۚ ﴿ "mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai," yang demikian ini adalah karena lemahnya iman dan ku-rangnya keyakinan, yaitu rasa takut mereka kepada makhluk lebih besar daripada takut mereka kepada Allah hingga mereka sangat suka memakai jalan-jalan yang mubah dan yang haram agar tidak memiliki aib di sisi manusia, dan di samping hal tersebut mereka telah menantang Allah dengan berbuat dosa-dosa besar, mereka tidak mempedulikan pengawasan dan pemantauan Allah atas mereka, padahal Allah selalu bersama mereka dengan pengetahuan-Nya سبحانه وتعالى tentang seluruh keadaan mereka, khususnya pada saat mereka mengadakan tipu daya pada malam hari dalam perkara yang tidak diridhai oleh Allah berupa perkataan untuk menyela-matkan seorang penjahat dan menuduh seorang yang tidak bersalah dengan suatu kejahatan yang tidak diperbuatnya, dan berusaha keras untuk dihadapkan kepada Rasulullah ﷺ agar beliau melaku-kan apa yang telah mereka sepakati dalam tipu daya mereka pada malam hari tersebut. Sesungguhnya mereka telah mengumpulkan beberapa kejahatan, mereka tidak merasa diawasi oleh Rabb langit dan bumi Yang mengawasi rahasia-rahasia mereka dan hati-hati mereka, karena itulah Allah سبحانه وتعالى mengancam mereka dengan Firman-Nya, ﴾ وَكَانَ ٱللَّهُ بِمَا يَعۡمَلُونَ مُحِيطًا ﴿ "Dan Allah Maha Meliputi (ilmuNya) terhadap apa yang mereka kerjakan," yaitu sesungguhnya Allah telah mengetahui semua perkara tersebut, walaupun demikian Allah tidak menyegerakan untuk mereka hukuman atas hal tersebut, akan tetapi Dia menangguhkannya untuk mereka dan menawarkan kepada mereka agar bertaubat, mengingatkan mereka untuk tidak kembali melakukan kemaksiatan mereka yang mengakibatkan hukuman yang pedih.
(109) ﴾ هَٰٓأَنتُمۡ هَٰٓؤُلَآءِ جَٰدَلۡتُمۡ عَنۡهُمۡ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا فَمَن يُجَٰدِلُ ٱللَّهَ عَنۡهُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ أَم مَّن يَكُونُ عَلَيۡهِمۡ وَكِيلٗا ﴿ "Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada Hari Kiamat? Atau siapakah yang menjadi pelindung mereka (ter-hadap siksa Allah)?" Maksudnya terserah kalian, kalian berdebat untuk membela mereka dalam kehidupan dunia ini dan perdebatan kalian itu dapat menolong mereka dari beberapa perkara yang mereka khawatirkan berupa rasa aib dan hilangnya kehormatan di hadapan manusia, lalu apa yang berguna dan yang bermanfaat untuk mereka? dan siapakah yang mendebat Allah untuk meno-long mereka pada Hari Kiamat kelak, ketika hujjah dihadapkan kepada mereka, sedang lisan, tangan, dan kaki mereka bersaksi atas mereka sendiri tentang apa yang telah mereka perbuat? Pada hari itu Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menu-rut semestinya, dan mereka mengetahui bahwa Allah-lah Yang benar lagi Yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya), maka siapakah yang (bisa atau mampu) berdebat untuk menolong mereka terhadap Dzat Yang mengetahui rahasia dan perkara yang tersembunyi dan Dzat Yang menegakkan untuk mereka saksi-saksi yang tidak mungkin lagi diingkari?
Ayat ini menyimpan arahan dalam perkara untuk menim-bang-nimbang antara suatu hal yang diperkirakan merupakan kemaslahatan duniawi yang mengakibatkan ditinggalkannya pe-rintah-perintah Allah atau dikerjakannya larangan-laranganNya dengan perkara yang mengakibatkan hilangnya pahala atau men-dapat siksaan dan hukuman di akhirat, sehingga hendaknya orang yang nafsunya memerintahkan dirinya untuk meninggalkan perintah Allah, berkata (pada dirinya), "Inilah dirimu yang telah meninggalkan perintah Allah karena malas dan lalai, lalu faidah apa yang telah kamu peroleh darinya? Dan apa yang telah hilang darimu berupa pahala akhirat? Dan apa yang dihasilkan dari tin-dakanmu meninggalkan perintah itu kecuali kesengsaraan, kehi-langan, kegagalan, dan kerugian?" Demikian juga bila nafsunya mengajaknya kepada hal-hal yang disukainya dari syahwat-syah-wat yang haram, ia berkata kepadanya, "Terserah dirimu melaku-kan apa yang kamu sukai, karena kenikmatannya akan lenyap lalu diikuti kegelisahan, kebimbangan, penyesalan, hilangnya pahala, hadirnya hukuman, di mana sebagian dari akibat itu mencukup-kan seorang yang berakal agar mengendalikan nafsu tersebut," hal seperti ini adalah di antara perkara yang paling berguna bagi hamba untuk direnungkan olehnya, yaitu fungsi akal yang hakiki, berbeda dengan seseorang yang mengaku berakal padahal tidak seperti itu, sesungguhnya dengan kebodohan dan kezhalimannya, ia mendahulukan kenikmatan yang sesaat dan ketenangan yang sebentar walaupun mengakibatkan apa yang akan diterimanya dari hukuman-hukuman, dan hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan.
(110) Kemudian Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ وَمَن يَعۡمَلۡ سُوٓءًا أَوۡ يَظۡلِمۡ نَفۡسَهُۥ ثُمَّ يَسۡتَغۡفِرِ ٱللَّهَ يَجِدِ ٱللَّهَ غَفُورٗا رَّحِيمٗا ﴿ "Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang," yaitu barangsiapa yang berani melakukan maksiat dan menerjang dosa, kemudian ia memohon ampun kepada Allah dengan permohonan yang total yang mengharuskan adanya pengakuan akan dosa yang telah dilakukan, menyesalinya, dan berlepas diri dari kesalahan tersebut, serta bertekad kuat untuk tidak mengulanginya, orang yang seperti ini telah dijanjikan ampunan dan rahmat oleh Dzat Yang tidak menyalahi janji, lalu Dia mengampuni apa yang telah ia perbuat berupa dosa dan maksiat, menghilangkan darinya per-kara yang dihasilkan olehnya berupa aib dan cela, mengembalikan kepadanya apa-apa yang telah lalu berupa amalan-amalan yang shalih, membimbingnya dalam sisa umurnya di masa depan, tidak menjadikan dosanya itu sebagai penghalang dari taufikNya, karena sesungguhnya Dia telah mengampuninya, dan bila Dia telah meng-ampuninya, maka pastilah Dia mengampuni apa yang menjadi konsekuensi darinya.
Ketahuilah bahwa perbuatan buruk itu secara umum menca-kup kemaksiatan yang kecil maupun yang besar, dan hal itu disebut buruk karena ia akan merugikan pelakunya dengan adanya hu-kuman untuknya, dan karena pada dzatnya sendiri adalah buruk dan tidak baik, demikian juga secara umum menganiaya diri sendiri mencakup penganiayaan dirinya dengan kesyirikan atau selainnya, namun bila kedua hal tersebut saling berdampingan satu sama lain, terkadang setiap hal itu ditafsirkan dengan perkara yang sesuai dengannya, maka perbuatan buruk diartikan dengan kezhaliman yang merugikan manusia, yaitu kezhaliman mereka terhadap darah, harta, dan kehormatan mereka, sedangkan peng-aniayaan diri sendiri adalah dengan kezhaliman dan kemaksiatan yang merupakan perbuatan (yang harus dipertanggungjawabkan) antara Allah dan hambaNya, dan penganiayaan diri sendiri itu di-namakan sebagai kezhaliman karena jiwa seseorang itu bukanlah milik dirinya yang biasa ia atur semaunya, akan tetapi jiwa itu adalah milik Allah سبحانه وتعالى yang telah Dia jadikan sebagai amanah pada manusia dan Dia perintahkan kepada manusia agar membawanya dengan adil dengan mengharuskannya berjalan di atas jalan yang lurus dalam ilmu dan amal perbuatan, berusaha mengajarkannya tentang apa yang diperintahkan oleh Allah, berusaha menunaikan hal-hal yang telah diwajibkan atasnya, maka usahanya dalam hal yang lain dari perkara di atas adalah suatu penganiayaan akan diri sendiri, sebuah pengkhianatan dan penyelewengan dari keadilan yang seharusnya kebalikan dari kesewenang-wenangan dan ke-zhaliman.
(111) Kemudian Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ وَمَن يَكۡسِبۡ إِثۡمٗا فَإِنَّمَا يَكۡسِبُهُۥ عَلَىٰ نَفۡسِهِۦۚ ﴿ "Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia me-ngerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri," hal ini mencakup seluruh perkara dosa, baik kecil maupun besar, maka barangsiapa yang mengerjakan sebuah kemaksiatan, sesungguhnya hukuman-nya adalah atas dirinya sendiri dan tidak berpindah kepada orang lain, baik dunia maupun akhirat, sebagaimana Allah سبحانه وتعالى berfirman,
﴾ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٞ وِزۡرَ أُخۡرَىٰۚ ﴿
"Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain." (Al-An'am: 164).
Akan tetapi bila kemaksiatan itu terlihat lalu tidak diingkari, maka hukuman dan dosanya akan menimpa seluruhnya, dan tidak akan keluar dari ketetapan ayat yang mulia ini, karena barangsiapa yang meninggalkan pengingkaran yang wajib, maka sesungguhnya ia telah melakukan suatu keburukan, hal ini menunjukkan akan keadilan Allah dan hikmahNya, yaitu bahwa Dia tidak akan meng-hukum seseorang karena dosa orang lain, dan tidak menyiksa seseorang lebih dari kemaksiatan yang telah diperbuatnya, karena itulah Allah berfirman, ﴾ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمٗا ﴿ "Dan Allah Maha Mengeta-hui lagi Mahabijaksana" yaitu Dia memiliki ilmu dan hikmah yang sempurna, dan di antara ilmu dan hikmahNya adalah bahwa Dia mengetahui dosa dan akibatnya, sebab-sebab yang mendorong dalam melakukannya, dan hukuman yang disiapkan karenanya, dan Dia mengetahui kondisi pelaku dosa bahwa sebuah dosa yang dilakukannya adalah karena didorong oleh jiwanya yang selalu mengajak kepada keburukan, padahal ia selalu kembali kepada Rabbnya pada kebanyakan waktunya, sesungguhnya Allah akan mengampuninya dan membimbingnya kepada taubat, namun bila telah terjadi darinya dosa itu dengan kelancangan dirinya atas hal-hal yang diharamkan dengan mengabaikan pengawasan Rabbnya dan meremehkan hukumanNya, maka sesungguhnya orang yang seperti ini adalah jauh dari ampunan dan jauh dari bimbingan kepada taubat.
(112) Kemudian Allah berfirman, ﴾ وَمَن يَكۡسِبۡ خَطِيٓـَٔةً ﴿ "Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan" yaitu dosa yang besar, ﴾ أَوۡ إِثۡمٗا ﴿ "atau dosa" selain dosa besar, ﴾ ثُمَّ يَرۡمِ بِهِۦ ﴿ "kemudian dituduhkannya" yakni, menuduhkan dosa yang ia lakukan itu ﴾ بَرِيٓـٔٗا ﴿ "kepada orang yang tidak bersalah" dari dosa tersebut walaupun dia juga melakukan dosa yang lain, ﴾ فَقَدِ ٱحۡتَمَلَ بُهۡتَٰنٗا وَإِثۡمٗا مُّبِينٗا ﴿ "maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata," yaitu sesungguhnya ia telah memikul di atas punggungnya kebohongan terhadap orang yang tidak bersalah dan dosa yang jelas lagi nyata. Hal ini menun-jukkan bahwa hal tersebut merupakan dosa besar dan maksiat yang membinasakan, karena sesungguhnya ia telah mengumpul-kan beberapa kemudharatan, yaitu melakukan kesalahan dan dosa, lalu menuduh seseorang sebagai pelakunya padahal ia tidak melakukannya, kemudian melakukan kebohongan keji dengan berlepas diri dari dosa itu dan dituduhkan kepada orang yang tidak bersalah tersebut, kemudian hukuman duniawi yang diakibatkan dari perbuatannya itu terhindar dari pelaku sebenarnya yang berhak mendapatkan hukuman tersebut, lalu dijatuhkan kepada orang yang tidak berhak dihukum. Kemudian apa yang diakibat-kan juga darinya berupa pembicaraan orang terhadap tertuduh tersebut dan juga kerusakan-kerusakan lainnya yang kita harap-kan agar Allah memberikan keselamatan darinya dan dari segala keburukan.
(113) Kemudian Allah menyebutkan karuniaNya atas RasulNya dengan menjaga dan melindunginya dari orang yang hendak menyesatkannya dengan berfirman,﴾ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكَ وَرَحۡمَتُهُۥ لَهَمَّت طَّآئِفَةٞ مِّنۡهُمۡ أَن يُضِلُّوكَ ﴿ "Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmatNya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu," yang demikian itu adalah bahwa ayat-ayat yang mulia ini telah disebutkan oleh para ahli tafsir[39] tentang sebab turunnya, yaitu bahwa sebuah keluarga telah mencuri di Madinah, dan ketika pencurian mereka hendak diperiksa, mereka khawatir aib dan cela mereka terbongkar lalu mereka mengambil barang curian itu dan meletakkannya di rumah orang yang tidak bersalah, lalu pelaku pencurian itu meminta bantuan kepada kaum-nya untuk datang kepada Rasulullah ﷺ dan memohon kepada beliau agar membebaskan tuduhan percurian dari teman mereka tersebut di tengah-tengah masyarakat, dan mereka berkata, bahwa ia tidaklah mencuri, namun yang mencuri itu adalah orang yang didapatkan pada rumahnya barang curian, padahal dia tidak melakukannya, lalu Rasulullah ﷺ hendak membebaskan tuduhan dari teman mereka itu, namun Allah segera menurunkan ayat-ayat ini kepada beliau sebagai peringatan dan penjelasan akan kejadian tersebut serta ancaman buat Rasulullah ﷺ karena membela orang-orang yang berkhianat, dan berseteru demi membela orang yang salah merupakan kesesatan, karena sesungguhnya kesesatan itu ada dua macam: kesesatan dalam pengetahuan yaitu tidak menge-tahui kebenaran, dan kesesatan dalam perbuatan yaitu melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan, karena itu Allah telah memelihara RasulNya dari bentuk yang pertama sebagaimana Allah juga menjaga beliau dari kesesatan dalam perbuatan.
Lalu Allah mengabarkan bahwa tipu daya dan makar mereka akan kembali kepada diri mereka sendiri seperti halnya setiap pe-laku tipu daya, yaitu FirmanNya, ﴾ وَمَا يُضِلُّونَ إِلَّآ أَنفُسَهُمۡۖ ﴿ "Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri," karena tipu daya dan siasat mereka itu tidaklah mampu memenuhi apa yang mereka inginkan dan tidak memberikan mereka kecuali hanya kegagalan, kefakiran, dosa, dan kerugian. Hal ini adalah sebuah nikmat yang besar atas Rasulullah ﷺ, yang meliputi nikmat dengan perbuatan yaitu bimbingan untuk melakukan apa yang harus dilakukan dan perlindungan dari hal-hal yang diharamkan, kemudian Allah me-nyebutkan nikmatNya kepadanya dengan ilmu seraya berfirman, ﴾ وَأَنزَلَ ٱللَّهُ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ ﴿ "Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu" yaitu Allah menurunkan kepadamu al-Qur`an yang agung dan penuh hikmah yang mengandung penje-lasan akan segala sesuatu dan pengetahuan tentang orang dahulu maupun yang akan datang.
Adapun hikmah yang berarti sunnah adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh para ulama salaf, "Sesungguhnya sunnah itu diturunkan juga kepadanya sebagaimana al-Qur`an diturunkan," atau pengetahuan akan rahasia-rahasia syariat di luar dari penge-tahuan hukum-hukumnya, menempatkan sesuatu pada tempatnya dan mengatur segala perkara menurut yang semestinya, ﴾ وَعَلَّمَكَ مَا لَمۡ تَكُن تَعۡلَمُۚ ﴿ "dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui," hal ini mencakup segala hal yang diajarkan oleh Allah kepada beliau, dan sesungguhnya Nabi ﷺ sebagaimana yang Allah gambarkan tentang beliau, sebelum kerasulan beliau,
﴾ مَا كُنتَ تَدۡرِي مَا ٱلۡكِتَٰبُ وَلَا ٱلۡإِيمَٰنُ ﴿
"Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al-Kitab (al-Qur`an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu." (Asy-Syura': 52).
Dan FirmanNya,
﴾ وَوَجَدَكَ ضَآلّٗا فَهَدَىٰ 7 ﴿
"Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk." (Adh-Dhuha: 7),
kemudian Allah tetap selalu memberikan wahyu kepadanya, me-ngajarkannya dan menyempurnakannya hingga beliau meningkat kepada kedudukan yang tinggi berupa ilmu yang tidak akan mampu dicapai oleh orang-orang terdahulu maupun yang akan datang, maka beliau adalah manusia yang paling berilmu secara mutlak, manusia yang paling banyak sifat-sifat kesempurnaannya dan paling sempurna dalam hal tersebut, karena itulah Allah ber-firman, ﴾ وَكَانَ فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكَ عَظِيمٗا ﴿ "Dan karunia Allah sangat besar atas-mu," karunia Allah terhadap Rasulullah Muhammad ﷺ adalah lebih agung daripada karuniaNya terhadap setiap makhluk (selainnya), bentuk karunia yang diberikan Allah kepadanya tidaklah mungkin dapat diteliti dan tidak mudah untuk dihitung.