فَمَا بَكَتْ عَلَيْهِمُ السَّمَاۤءُ وَالْاَرْضُۗ وَمَا كَانُوْا مُنْظَرِيْنَ ࣖ ( الدخان: ٢٩ )
Famā Bakat `Alayhimu As-Samā'u Wa Al-'Arđu Wa Mā Kānū Munžarīna. (ad-Dukhān 44:29)
Artinya:
Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi penangguhan waktu. (QS. [44] Ad-Dukhan : 29)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Maka langit dan bumi yang menyaksikan azab dan balasan yang di timpakan oleh Allah kepada Fir‘aun dan pengikut-pengikutnya tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak di beri penangguhan waktu, yakni kesempatan untuk memperbaiki diri mereka.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Langit dan bumi tidak menangisi kepergian dan kehancuran Fir'aun dan kaumnya. Tidak sesuatu pun baik di langit maupun di bumi yang menghiraukan kematian Fir'aun dan kaumnya yang jahat dan durjana itu. Mereka tidak mau bertobat memperbaiki kesalahan-kesalahan mereka, oleh karenanya azab disegerakan tanpa ada penangguhan. Abu Ya'la meriwayatkan, demikian pula Abu Nu'aim dalam kitab hiyah al-Auliya:
Dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda: Setiap muslim mempunyai dua pintu di langit; pintu tempat turun rezekinya dan pintu tempat masuk amal dan ucapannya, bila keduanya tidak ada maka menangislah kedua pintu tersebut.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka. (Ad-Dukhan: 29)
Yakni mereka tidak mempunyai amal saleh yang dinaikkan ke pintu-pintu langit, karena itu langit menangisi kehilangan mereka. Dan mereka tidak mempunyai satu petak tanah pun di bumi ini yang padanya dilakukan pemyembahan kepada Allah Swt. yang karenanya tanah tersebut menangisi kehilangan mereka. Karena itulah maka mereka berhak untuk tidak mendapat masa tangguh karena kekafiran mereka, kejahatan mereka, dan sikap mereka yang angkuh lagi pengingkar.
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan di dalam kitab musnadnya:
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Makki ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, telah menceritakan keapdaku Yazid Ar-Raqqasyi, telah menceritakan kepadaku Anas ibnu Malik r.a. dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tiada seorang hamba pun melainkan mempunyai dua buah pintu di langit; sebuah pintu untuk jalan turun rezekinya, dan sebuah pintu lagi untuk masuk amal dan ucapannya. Apabila hamba yang bersangkutan meninggal dunia, maka kedua pintu itu merasa kehilangan dia dan menangisi kepergiannya. Lalu Nabi Saw. membaca ayat ini: Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka. (Ad-Dukhan: 29)
Menurut suatu riwayat, mereka tidak pernah mengerjakan suatu amal saleh pun di muka bumi ini yang menyebabkan bumi menangisi kepergian mereka. Dan tiada ucapan dan amal perbuatan mereka yang dinaikkan ke langit, yaitu ucapan yang baik dan amal yang saleh, yang karenanya langit merasa kehilangan mereka, lalu menangisi kepergian mereka. Imam Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal ini melalui Musa ibnu Ubaidah Ar-Rabzi.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Talhah, telah menceritakan kepadaku Isa ibnu Yunus, dari Safwan ibnu Amr, dari Syuraih ibnu Ubaid Al-Hadrami yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw, pernah bersabda: Sesungguhnya Islam itu asing permulaannya dan kelak akan kembali asing seperti semula. Ingatlah, tiada keterasingan bagi orang mukmin. Tidak sekali-kali seorang mukmin meninggal dunia di pengasingan yang padanya tiada seorang pun yang menangisi kepergiannya, melainkan langit dan bumi menangisi kepergiannya. Kemudian Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka. (Ad-Dukhan: 29) Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya langit dan bumi tidak akan menangisi kematian orang kafir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan,- telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isam, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad (Yakni Az Zubairi), telah menceritakan kepada kami Al-Ala ibnu Saleh, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Abbad ibnu Abdullah yang telah menceritakan, bahwa pernah ada seorang lelaki bertanya kepada sahabat Ali r.a, "Apakah langit dan bumi menangisi seseorang?" maka Ali r.a. menjawab, "Sesungguhnya engkau menanyakan kepadaku sesuatu hal yang belum pernah ditanyakan oleh seorang pun sebelummu. Sesungguhnya tiada seorang hamba pun melainkan mempunyai tempat salat di bumi dan tempat naik amalnya di langit. Dan sesungguhnya Fir'aun dan kaumnya tidak mempunyai suatu amal saleh pun di bumi ini dan tidak pula mereka memiliki suatu amal pun yang dinaikkan ke langit." Kemudian Ali r.a. membaca firman-Nya: Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh. (Ad-Dukhhan: 29)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Talq ibnu Ganam, dari Zaidah, dari Mansur, dari Minhal, dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa pernah seorang lelaki datang kepada Ibnu Abbas r.a, lalu bertanya, "Hai Abul Abbas, bagaimanakah pendapatmu tentang firman Allah Swt.: 'Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh.' (Al-Dukhan: 29) Maka apakah langit dan bumi itu dapat menangisi kematian seseorang?" Ibnu Abbas menjawab, "Ya, sesungguhnya tiada seorang makhluk pun melainkan mempunyai pintu di langit yang darinya turun rezekinya dan dengan melaluinya amal perbuatannya dinaikkan. Maka apabila seorang mukmin meninggal dunia pintunya yang di langit tempat naik amalnya dan tempat turun rezekinya ditutup, lalu ia merasa kehilangan dia dan menangisinya. Dan tempat dia biasa mengerjakan salatnya di bumi dan tempat ia biasa berzikir kepada Allah Swt. bila dia meninggal, merasa kehilangan dia dan menangisinya. Dan sesungguhnya kaum Fir'aun itu tidak mempunyai jekak-jejak yang baik di bumi, tidak pula memiliki kebaikan yang dinaikkan ke langit kepada Allah Swt. Maka langit dan bumi tidak menangisi kematian mereka."
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. hal yang semisal dengan atsar di atas.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Yahya Al-Qattat, dari Mujahid, dari Ibnu 'Abbas r.a. yang menceritakan bahwa menurut suatu pendapat, bumi menangisi kematian seorang mukmin selama empat puluh hari. Mujahid mengatakan, bahwa lalu ia bertanya kepada Ibnu Abbas, "Apakah bumi dapat menangis?" Ibnu Abbas menjawab, "Apakah engkau merasa heran?" mengapa bumi tidak menangisi kematian seseorang yang telah meramaikannya dengan rukuk, dan sujud padanya? dan mengapa langit tidak menangisi kematian seseorang hamba yang takbir dan tasbihnya berkumandang seperti suara lebah?"
Qatadah mengatakan bahwa kematian Fir'aun dan kaumnya dinilai sangat hina untuk ditangisi oleh langit dan bumi.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Abdus Salam ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ismail telah menceritakan kepada kami Al-Mustawrid ibnu Sabiq dari Ubaidul Maktab dari Ibrahim yang mengatakan bahwa langit sejak dunia ada belum pernah menangis kecuali karena kematian dua orang. Aku bertanya kepada Ubaid, "Bukankah langit dan bumi menangisi kematian orang mukmin?" Ubaid menjawab, "Yang menangisinya adalah tempat naik amalnya saja". Ubaid bertanya, "Tahukah kamu, apakah pertanda langit menangis?" Aku menjawab "Tidak tahu". Ubaid mengatakan, "Pertanda langit menangis ialah kelihatan memerah bagaikan bunga mawar seperti kilapan minyak. Sesungguhnya ketika Nabi Yahya ibnu Zakaria dibunuh, langit tampak memerah dan meneteskan darah. Dan sesungguhnya ketika Al-Husain ibnu Ali r.a. dibunuh langit tampak memerah.
Telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Abu Gassan Muhammad ibnu Amr Zanij, telah menceritakan kepada kami Jarir, Dari Yazid ibnu Abu Ziad yang mengatakan bahwa ketika Al-Husain ibnu Ali r.a. dibunuh, langit kelihatan memerah selama empat bulan. Yazid mengatakan bahwa menangisnya langit itu bila ia tampak memerah.
Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Sadiyyul Kabir. Ata Al-Khurrasani mengatakan bahwa menangisnya langit itu bila semua ujungnya tampak memerah.
Mereka (kaum Syi'ah) menyebutkan pula sehubungan dengan peristiwa terbunuhnya Husain ibnu Ali r.a, bahwa tiada suatu batu pun yang dibalikkan pada hari terbunuhnya Al-Husain, melainkan ditemukan di bawahnya darah berserakan. Dan di hari itu matahari mengalami gerhana dan ufuk langit kelihatan memerah serta batu-batu banyak yang berjatuhan.
Semua pendapat tentang ini masih diragukan dan perlu diteliti lagi kebenarannya, yang jelas semua riwayat di atas merupakan buatan golongan Syi'ah dan kedustaan mereka untuk membesar-besarkan peristiwa itu.
Memang benar peristiwa terbunuhnya Al-Husain ibnu Ali termasuk peristiwa yang besar, tetapi tidaklah terjadi apa yang dibuat-buat oleh mereka ini. Padahal telah terjadi peristiwa yang lebih besar dari terbunuhnya Al-Husain ibnu Ali r.a, tetapi tidak terjadi sesuatu pun yang disebutkan oleh mereka itu. Karena sesungguhnya ayah Al-Husain sendiri (yaitu Ali ibnu Abu Talib r.a.) yang jelas lebih utama daripadanya menurut kesepakatan semuanya, tetapi ternyata tiada sesuatu pun dari hal itu yang terjadi. Dan ketika Usman ibnu Affan r.a. terbunuh secara aniaya dalam kepungan, ternyata tidak terjadi pula sesuatu dari hal tersebut. Begitu pula ketika Umar ibnul Khattab r.a. terbunuh di mihrab dalam salat subuhnya, yang kaum muslim belum pernah tertimpa musibah apa pun sebelum perisitwa tersebut, tetapi ternyata tidak terjadi sesuatu pun dari hal tersebut.
Berikut ini Rasulullah Saw. penghulu manusia di dunia dan akhirat, di hari kewafatannya tiada sesuatu pun dari hal itu yang terjadi. Dan di hari kewafatan putranya (yaitu Sayyid Ibrahim) matahari mengalami gerhana. Maka orang-orang mengatakan, bahwa matahari gerhana karena kematian Ibrahim. Lalu Rasulullah Saw. mengajak mereka Salat gerhana dan berkhotbah kepada mereka, antara lain beliau Saw. menjelaskan bahwa sesungguhnya matahari dan rembulan tidaklah mengalami gerhana karena kematian seseorang atau kelahirannya.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka) berbeda dengan orang-orang yang beriman, jika mereka mati tanah tempat salat mereka menangisinya dan langit tempat naiknya amal mereka menangisinya pula (dan mereka pun tidak diberi tangguh) diakhirkan tobatnya.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Langit dan bumi pun tak bersedih ketka mereka ditimpa siksaan itu, karena mereka memang hina. Mereka tidak diberi tenggang waktu untuk dapat bertobat dan untuk dapat menyadari kesalahannya, sebagai bentuk penghinaan terhadap mereka."