يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَرْفَعُوْٓا اَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوْا لَهٗ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ اَنْ تَحْبَطَ اَعْمَالُكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تَشْعُرُوْنَ ( الحجرات: ٢ )
Yā 'Ayyuhā Al-Ladhīna 'Āmanū Lā Tarfa`ū 'Aşwātakum Fawqa Şawti An-Nabīyi Wa Lā Tajharū Lahu Bil-Qawli Kajahri Ba`đikum Liba`đin 'An Taĥbaţa 'A`mālukum Wa 'Antum Lā Tash`urūna. (al-Ḥujurāt 49:2)
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari. (QS. [49] Al-Hujurat : 2)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi pada saat terjadi percakapan antara kamu dengan beliau, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap yang lain. Janganlah kamu memanggilnya dengan namanya, tetapi panggilah beliau dengan panggilan yang disertai penghormatan dan pengagungan. Apabila kamu tidak berlaku hormat kepada Nabi, dikhawatirkan nanti, pahala segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa 'Abdullah bin Zubair memberitahukan kepadanya bahwa telah datang satu rombongan dari Kabilah Bani Tamim kepada Rasulullah saw. Abu Bakar berkata, "Rombongan ini hendaknya diketuai oleh al-Qa'qa' bin Ma'bad." 'Umar bin al-Khaththab berkata, "Hendaknya diketuai oleh al-Aqra' bin habis." Abu Bakar membantah, "Kamu tidak bermaksud lain kecuali menentang aku." 'Umar menjawab, "Saya tidak bermaksud menentangmu." Maka timbullah perbedaan pendapat antara Abu Bakar dan 'Umar sehingga suara mereka kedengarannya bertambah keras, maka turunlah ayat ini. Sejak itu, Abu Bakar bila berkata-kata kepada Nabi Muhammad, suaranya direndahkan sekali seperti bisikan saja demikian pula 'Umar. Oleh karena sangat halus suaranya hampir-hampir tak terdengar sehingga sering ditanyakan lagi apa yang diucapkannya itu.
Mereka sama-sama memahami bahwa ayat-ayat tersebut sengaja diturunkan untuk memelihara kehormatan Nabi Muhammad. Setelah ayat ini turun, maka sabit bin Qais tidak pernah datang lagi menghadiri majelis Rasulullah saw. Ketika ditanya oleh Nabi tentang sebabnya, sabit menjawab, "Ya Rasulullah, telah diturunkan ayat ini dan saya adalah seorang yang selalu berbicara keras dan nyaring. Saya merasa khawatir kalau-kalau pahala saya akan dihapus sebagai akibat kebiasaan saya itu." Nabi Muhammad menjawab, "Engkau lain sekali, engkau hidup dalam kebaikan dan insya Allah akan mati dalam kebaikan pula, engkau termasuk ahli surga." sabit menjawab, "Aku sangat senang karena berita yang menggembirakan itu, dan saya tidak akan mengeraskan suara saya terhadap Nabi untuk selama-lama-nya." (Riwayat al-Bukhari dari Ibnu Abi Mulaikah). Maka turunlah ayat berikutnya yaitu ayat ke 3 dari Surah al-hujurat.
Dari paparan di atas, dapat dipahami bagaimana Allah mengajarkan kepada kaum Mukminin kesopanan dalam percakapan ketika berhadapan dengan Nabi Muhammad. Allah melarang kaum Mukminin meninggikan suara mereka lebih dari suara Nabi. Mereka dilarang untuk berkata-kata kepada Nabi dengan suara keras karena perbuatan seperti itu tidak layak menurut kesopanan dan dapat menyinggung perasaan Nabi. Terutama jika dalam ucapan-ucapan yang tidak sopan itu tersimpan unsur-unsur cemoohan atau penghinaan yang menyakitkan hati Nabi dan dapat menyeret serta menjerumuskan orangnya kepada kekafiran, sehingga mengakibatkan hilang dan gugurnya segala pahala kebaikan mereka itu di masa lampau, padahal semuanya itu terjadi tanpa disadarinya.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. (Al-Hujurat: 2)
Ini merupakan etika lainnya yang melaluinya Allah mendidik hamba-hamba-Nya yang beriman agar mereka jangan meninggikan suaranya di hadapan Nabi Saw. lebih tinggi daripada suaranya. Menurut suatu riwayat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang syekh, yakni Abu Bakar dan Umar.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Busrah ibnu Safwan Al-Lakhami, telah menceritakan kepada kami Nafi' ibnu Umar, dari Ibnu Abu Mulaikah yang mengatakan bahwa hampir saja kedua orang yang terbaik binasa (yaitu Abu Bakar dan Umar) karena keduanya meninggikan suaranya di hadapan Nabi Saw. di saat datang kepada beliau kafilah Bani Tamim. Lalu salah seorang dari keduanya berisyarat kepada Al-Aqra' ibnu Habis r.a. saudara lelaki Bani Mujasyi', sedangkan yang lain berisyarat kepada lelaki lainnya. Nafi' mengatakan bahwa dia tidak ingat lagi nama lelaki itu. Maka Abu Bakar berkata, "Engkau ini tidak lain kecuali bersikap berbeda denganku." Umar menjawab, "Aku tidak berniat berbeda denganmu." Maka suara keduanya kuat sekali memperdebatkan hal tersebut, lalu sehubungan dengan peristiwa itu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. (Al-Hujurat: 2)
Ibnuz Zubair r.a. mengatakan bahwa sesudah turunnya ayat ini Umar r.a. tidak berani lagi angkat bicara di hadapan Rasulullah Saw. melainkan mendengarnya lebih dahulu sampai mengerti. Akan tetapi, Ibnuz Zubair tidak menyebutkan dari ayahnya tentang Abu Bakar r.a. Hadis ini diriwayatkan secara tunggal oleh Imam Muslim.
Kemudian Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Mulaikah, bahwa Abdullah ibnuz Zubair r.a. pernah menceritakan kepadanya bahwa pernah datang iringan kafilah dari Bani Tamim kepada Nabi Saw. Maka Abu Bakar r a berkata, "Angkatlah Al-Qa'qa' ibnu Ma'bad sebagai pemimpin mereka " Dan Umar r.a. berkata, "Angkatlah Al-Aqra' ibnu Habis sebagai pemimpin mereka." Maka Abu Bakar r.a. berkata, "Tiada lain tujuanmu hanya menentangku." Umar berkata, "Aku tidak bermaksud menentangmu." Akhirnya keduanya perang mulut hingga suara mereka gaduh di hadapan Nabi Saw. Maka turunlah firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu. mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat: 1) sampai dengan firman Allah Swt.: Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka. (Al-Hujurat: 5), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari dalam kitab tafsirnya secara munfarid dengan sanad yang sama.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Umar, dari Mukhariq, dari Tariq ibnu Syihab, dari Abu Bakar As-Siddiq r.a. yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. (Al-Hujurat: 2) Aku (Abu Bakar) berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah, aku tidak akan berbicara lagi kepadamu melainkan dengan suara yang rendah (pelan).
Husain ibnu Umar sekalipun predikatnya daif, tetapi hadis ini telah kami kemukakan pula melalui riwayat Abdur Rahman ibnu Auf dan Abu Hurairah r.a. dengan lafaz yang semisal; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Abdur Rahman ibnu Auf dan Abu Hurairah pun telah mengatakan hal yang semisal; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Azar ibnu Sa'd, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Anas, dari Anas ibnu Malik r.a., bahwa Nabi Saw. kehilangan Sabit ibnu Qais r.a. Maka seorang lelaki berkata, "Wahai Rasulullah, saya mengetahui di mana ia berada." Lalu lelaki itu mendatanginya, dan menjumpainya di rumahnya sedang menundukkan kepalanya. Maka lelaki itu bertanya kepadanya, "Mengapa kamu?" Ia menjawab, bahwa dirinya celaka karena telah meninggikan suaranya di hadapan Nabi Saw. lebih dari suara Nabi Saw. Dan ia beranggapan bahwa amal baiknya telah dihapuskan, maka dia termasuk ahli neraka. Lelaki itu kembali kepada Nabi Saw. dan menceritakan kepada beliau apa yang dikatakan oleh orang yang dicarinya itu, bahwa dia telah mengatakan anu dan anu. Musa ibnu Anas melanjutkan kisahnya. bahwa lalu felaki itu kembali menemuinya seraya membawa benta gemb.ra dan Nabi Saw. yang telah bersabda:
Kembalilah kamu kepadanya dan katakanlah kepadanya, "Sesungguhnya engkau bukan ahli neraka, tetapi engkau adalah termasuk ahli surga.”
Imam Bukhari meriwayatkannya melalui jalur ini secara tunggal.
Imam Ahmad mengatakan telah menceritakan kepada kami Hasyim telah menceritakan kepada kami Sulaiman Ibnul Mughirah, dari Sabit, dari Anas Ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. (Al-Hujurat: 2) sampai dengan firman-Nya: sedangkan kamu tidak menyadari. (Al-Hujurat: 2) Tersebutlah bahwa Sabit ibnu Qais ibnu Syammas seorang yang memiliki suara yang keras. Maka ia berkata, "Akulah yang sering meninggikan suaraku diatas suara Rasulullah Saw. Maka aku termasuk ahli neraka, Semua amalku dihapus." Lalu ia duduk di tempat tinggal keluarganya dengan hati yang sedih dan tidak mau keluar lagi. Maka Rasulullah Saw. merasa kehilangan dia, lalu sebagian orang berangkat menemuinya di rumahnya. Mereka berkata kepadanya bahwa Rasulullah Saw. merasa kehilangan dia, dan mereka menanyakan mengenai penyebabnya. Sabit ibnu Qais menjawab, "Akulah orang yang sering meninggikan suaraku di atas suara Nabi Saw. dan aku sering berkata dengan suara yang keras kepada beliau; maka semua amalku dihapuskan dan aku termasuk ahli neraka." Lalu mereka kembali kepada Nabi Saw dan menceritakan kepadanya apa yang telah dikatakan olehSabit ibnu Qais. Maka Nabi Saw. bersabda:
Tidak, bahkan dia termasuk penghuni surga.
Anas r.a. mengatakan, "Sejak saat itu kami melihatnya berjalan di antara kami, sedangkan kami mengetahui bahwa dia termasuk ahli surga. Ketika Perang Yamamah terjadi, kami mengalami tekanan dari pihak musuh hingga terpukul mundur. Maka datanglah Sabit ibnu Qais ibnu Syammas dalam keadaan telah memakai kapur barus dan mengenakan kain kafan lalu berkata, "Alangkah buruknya apa yang dianjurkan oleh teman-teman kalian," Kemudian ia maju ke barisan musuh dan memerangi mereka hingga ia gugur sebagai syuhada, semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepadanya.
Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Musa telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit Al-Bannani, dari Anas ibnu malik r.a. yang mengatakan bahwa setelah ayat berikut diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. (Al-Hujurat: 2), hingga akhir ayat. Sabit r.a. mengurung diri di dalam rumahnya, dan mengatakan "Aku termasuk ahli neraka," dan ia tidak lagi mau keluar menemui Nabi Saw Maka Nabi Saw. bertanya kepada Sa'd ibnu Mu'az, "Hai Abu Amr ke mana Sabit, apakah dia sakit?" Sa'd r.a. menjawab, "Dia memang tetanggaku, tetapi aku tidak mengetahui bahwa dia sedang sakit." Lalu Sa'd r.a. mendatanginya dan menceritakan kepadanya perkataan Rasulullah Saw. Maka Sabit r.a. mengatakan, "Ayat ini telah diturunkan, dan seperti yang telah kamu ketahui bahwa aku adalah orang yang paling tinggi nada suaranya di antara kalian melebihi suara Nabi Saw. Karena itu, aku adalah ahli neraka." Sa'd r.a. menceritakan kepada Nabi Saw. apa yang dikatakan oleh Sabit itu. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Tidak, bahkan dia termasuk ahli surga.
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dari Ahmad ibnu Sa'id Ad-Darimi, dari Hayyan ibnu Hilal, dari Sulaiman ibnul Mugirah dengan sanad yang sama- tetapi di dalam riwayat ini tidak disebutkan nama Sa'd ibnu Mu'az r a Telah diriwayatkan pula dari Qatn ibnu Basyir, dari Ja'far ibnu Sulaiman, dari Sabit, dari Anas r.a. hal yang semisal; Imam Muslim menyebutkan bahwa di dalam riwayatnya ini tidak disebutkan Sa'd ibnu Mu'az r.a. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku Hudah ibnu Abdul Ala Al-Asadi, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar ayahnya bercerita dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan (Al-Hujurat ayat 2), lalu disebutkan hal yang semisal, tetapi tidak disebutkan nama Sa'd ibnu Mu'az. Ditambahkan pula bahwa kami menyaksikannya berjalan di antara kami dan kami beranggapan bahwa dia termasuk ahli surga. Ketiga jalur periwayatan ini berbeda dengan riwayat Hammad ibnu Salamah yang diriwayatkannya secara munfarid (tunggal) dan yang di dalamnya disebutkan nama Sa'd ibnu Mu'az r.a.
Menurut pendapat yang benar, di saat turunnya ayat ini Sa'd ibnu Mu'ai r.a. tidak ada lagi. Dia telah gugur beberapa hari sesudah perang dengan Bani Quraizah karena luka yang dideritanya, yaitu pada tahun lima Hijriah. Sedangkan ayat ini diturunkan berkenaan dengan delegasi Bani Tamim. Dan menurut riwayat yang mutawatir, para ulama menyebutkan bahwa peristiwa ini terjadi pada tahun sembilan Hijriah. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Abu Sabit ibnu Sabit ibnu Qais ibnu Syammas, telah menceritakan kepadaku pamanku Ismail ibnu Muhammad ibnu Sabit ibnu Qais ibnu Syammas, dari ayahnya yang mengatakan bahwa setelah ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras. (Al-Hujurat: 2) Maka Sabit ibnu Qais r.a. duduk di pinggir jalan seraya menangis. Lalu lewatlah kepadanya Asim ibnu Addi, dari Bani Ajlan dan bertanya kepadanya, "Mengapa engkau menangis, hai Sabit?" Sabit r.a. menjawab, "Ayat inilah yang membuat aku takut, bilamana ia diturunkan berkenaan dengan diriku, karena aku adalah orang yang tinggi suaranya." Asim ibnu Addi r.a. melanjutkan perjalanannya menemui Rasulullah Saw. Tangisan Sabit semakin menjadi-jadi, lalu ia mendatangi istrinya (Jamilah binti Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul) dan berkata, "Jika aku masuk kamarku, maka gemboklah pintunya dari luar dengan paku." Maka istrinya melaksanakan apa yang diperintahkan suaminya itu, lalu Sabit berkata, "Aku tidak akan keluar hingga Allah mewafatkan diriku atau Rasulullah Saw. meridaiku."
Asim r.a. datang kepada Rasulullah Saw., lalu menceritakan kepadanya apa yang dialami oleh Sabit. Maka beliau Saw. bersabda, "Pergilah kepadanya dan undanglah dia untuk datang kepadaku." Asim r.a. datang ke tempat ia menemui Sabit, tetapi ia tidak menjumpainya. Lalu ia datang ke rumah keluarga Sabit, dan ia menjumpainya berada di dalam kamar sedang mengunci dirinya, lalu ia berkata kepadanya bahwa Rasulullah Saw. memanggilnya. Maka Sabit berkata, "Patahkan saja kuncinya."
Lalu keduanya berangkat menuju rumah Nabi Saw. Sesampainya di hadapan Nabi Saw., beliau bertanya kepadanya, "Apakah yang menyebabkan kamu menangis, hai Sabit?" Sabit menjawab, "Saya orang yang tinggi suaranya, dan saya merasa khawatir bila ayat ini diturunkan berkenaan dengan diri saya," maksudnya adalah firman Allah Swt.: Janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras. (Al-Hujurat: 2) Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya: Tidakkah kamu puas bila kamu hidup dalam keadaan terpuji, gugur sebagai syuhada, dan masuk ke dalam surga? Lalu Sabit menjawab, "Aku rela dengan berita gembira dari Allah Swt. dan Rasul-Nya, dan aku tidak akan meninggikan suaraku lagi selamanya lebih dari suara Rasulullah Saw." Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. (Al-Hujurat: 3), hingga akhir ayat.
Kisah ini telah diriwayatkan bukan hanya oleh seorang dari kalangan Tabi'in. Allah Swt. telah melarang orang-orang mukmin meninggikan suaranya di hadapan Rasulullah Saw. Telah diriwayatkan pula kepada kami dari Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab r.a. bahwa ia mendengar suara dua orang lelaki di dalam Masjid Nabawi sedang bertengkar hingga suara keduanya tinggi dan gaduh. Maka datanglah Umar, lalu berkata, "Tahukah kamu berdua, di manakah kamu berada?" Kemudian Umar r.a. bertanya pula, "Dari manakah kamu berdua?" Keduanya menjawab, "Dari Taif" Maka Umar berkata, "Seandainya kamu berdua dari kalangan penduduk Madinah, tentulah aku pukuli kamu berdua sampai kesakitan."
Para ulama mengatakan bahwa makruh meninggikan suara di hadapan kuburan Nabi Saw. sebagaimana hal tersebut dimakruhkan saat beliau Saw. masih hidup. Karena sesungguhnya beliau Saw. tetap dimuliakan, baik semasa hidupnya maupun sesudah wafatnya untuk selamanya.
Kemudian Allah Swt. melarang orang-orang mukmin berbicara kepadanya dengan suara yang keras sebagaimana seseorang berbicara dengan temannya, bahkan dia harus bersikap tenang, menghormati, dan memuliakannya saat berbicara kepada beliau Saw. dan tentunya dengan suara yang tidak keras. Karena itulah Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya:
dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain. (Al-Hujurat: 2)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). (An-Nur: 63)
Adapun firman Allah Swt.:
supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. (Al-Hujurat: 2)
Yakni sesungguhnya Kami melarang kalian meninggikan suara di hadapan Nabi Saw. lebih dari suaranya tiada lain karena dikhawatirkan beliau akan marah, yang karenanya Allah pun marah disebabkan kemarahannya. Dan karenanya maka dihapuslah amal baik orang yang membuatnya marah, sedangkan dia tidak menyadarinya. Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis sahih yang menyebutkan:
Sesungguhnya seseorang benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang diridai Allah Swt., sedangkan dia tidak menyadarinya, hingga ditetapkan baginya surga karenanya. Dan sesungguhnya seseorang benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang dimurkai Allah Swt. tanpa ia sadari, hingga menjerumuskan dirinya ke dalam neraka karenanya, lebih jauh dari jarak antara langit dan bumi.
4 Tafsir Al-Jalalain
("Hai orang-orang beriman janganlah kalian meninggikan suara kalian) bila kalian berbicara (lebih dari suara Nabi) bila ia berbicara (dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan suara keras) bila kalian berbicara dengannya (sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian terhadap sebagian yang lain) tetapi rendahkanlah suara kalian di bawah suaranya demi untuk menghormati dan mengagungkannya (supaya tidak dihapus pahala amal kalian sedangkan kalian tidak menyadarinya") maksudnya, takutlah kalian akan hal tersebut disebabkan suara kalian yang tinggi dan keras di hadapannya. Ayat berikutnya diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang merendahkan suaranya di hadapan Nabi saw.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengangkat suara lebih tinggi dari suara Nabi, apabila ia dan kalian sedang berbicara. Jangan pula menyamakan suara kalian dengan suaranya, seperti kalian berbicara antarsesama, supaya pahala amal perbuatan kalian tidak hilang tanpa kalian sadari.