Al-An'am Ayat 153
وَاَنَّ هٰذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ ۚوَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهٖ ۗذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ ( الأنعام: ١٥٣ )
Wa 'Anna Hādhā Şirāţī Mustaqīmāan Fa Attabi`ūhu Wa Lā Tattabi`ū As-Subula Fatafarraqa Bikum `An Sabīlihi Dhālikum Waşşākum Bihi La`allakum Tattaqūna. (al-ʾAnʿām 6:153)
Artinya:
Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa. (QS. [6] Al-An'am : 153)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Allah menjelaskan bahwa semua perintah dan larangan yang telah disebut dua ayat sebelum ini adalah jalan kebenaran yang harus diikuti. Jika tidak, maka akan menimbulkan petaka dalam kehidupan. Inilah wasiat yang kesepuluh: dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus, yaitu agama Islam yang diridai Allah dengan semua kelengkapan ajarannya, mulai dari akidah, kekeluargaan, dan kemasyarakatan. Maka ikutilah jalan ini, karena inilah jalan yang benar yang bisa memberikan jaminan kebahagiaan dan ketenteraman hidup di dunia dan di akhirat. Jangan kamu ikuti jalan-jalan yang lain seperti agama-agama selain Islam, kelompok-kelompok yang mengajarkan ajaran yang menyimpang dan sesat yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Setan terus berusaha untuk membelokkan manusia dari jalan lurus ini dengan segala cara. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa dengan selalu menjaga diri agar jangan sampai celaka, yaitu dengan melaksanakan ajaran Islam dengan baik dan benar, baik itu kewajiban atau larangan. Inilah bentuk kasih sayang Allah kepada manusia agar mereka bahagia.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Ayat ini menerangkan bahwa Rasulullah saw diperintahkan untuk menjelaskan kepada kaumnya bahwa Al-Qur'an yang mengajak kepada jalan yang benar, menghimbau mereka agar mengikuti ajaran Al-Qur'an demi kepentingan hidup mereka, karena Al-Qur'an adalah pedoman dan petunjuk dari Allah untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat yang diridai-Nya. Inilah jalan yang lurus, ikutilah dia, dan jangan mengikuti jalan yang lain yang akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Dalam Sunan Ahmad, an-Nasa'i, Abu Syaikh dan al-Hakim dari Abdullah bin Mas'ud, diriwayatkan dalam sebuah hadis yang maksudnya: Aku dan beberapa sahabat lainnya duduk bersama Rasulullah, lalu Rasulullah, membuat garis lurus dengan tangannya dan bersabda, "Ini jalan Allah yang lurus", kemudian beliau menggariskan beberapa garis lagi dari kanan-kiri garis pertama tadi lalu bersabda, "ini jalan-jalan yang sesat." Pada setiap ujung jalan dari jalan-jalan itu ada setan yang mengajak manusia untuk menempuhnya, kemudian Rasulullah membaca ayat ini (al-An'am/6: 152).
Para ahli tafsir mengatakan, bahwa bercerai-berai dalam agama Islam, karena perbedaan pendapat dan mazhab dilarang oleh Allah, karena melemahkan persatuan mereka dan sangat membahayakan agama itu sendiri. Kemudian ayat 153 ini, diakhiri dengan anjuran bertakwa karena dengan bertakwalah dapat dicapai kebahagiaan dunia dan akhirat yang diridai Allah.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya.
Juga mengenai firman-Nya: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah belah tentangnya. (Asy Syuura:13) dan ayat lainnya yang semakna dalam Al-Qur'an. Ibnu Abbas berkata bahwa Allah memerintahkan kepada kaum mukmin untuk berjamaah (bersatu) dan melarang mereka berselisih pendapat dan bercerai-berai. Kemudian Allah memberitahukan kepada mereka, sesungguhnya telah binasa orang-orang sebelum mereka hanyalah karena pertikaian dan permusuhan mereka dalam agama Allah. Hal yang semisal disebutkan pula oleh Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Aswad ibnu Amir Syazan. telah menceritakan kepada kami Abu Bakar (yaitu Ibnu Ayyasy), dari Asim (yaitu Ibnu Abun Nujud), dari Abu Wail, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw, membuat sebuah garis dengan tangannya (di tanah), kemudian bersabda: "Ini jalan Allah yang lurus.” Lalu beliau Saw. membuat garis di sebelah kanan dan kirinya, kemudian bersabda, "Ini jalan-jalan lain, tiada suatu jalan pun darinya melainkan terdapat setan yang menyerukan kepadanya." Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya:
dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Kuyang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalanNya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim, dari Al-Asam, dari Ahmad ibnu Abdul Jabbar, dari Abu Bakar ibnu Ayyasy dengan sanad yang sama. Selanjutnya Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Ja'far Ar-Razi, Warqa, dan Amr ibnu Abu Qaus, dari Asim, dari Abu Wail (yaitu Syaqiq ibnu Salamah), dari Ibnu Mas'ud secara marfu’ dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Yazid ibnu Harun dan Musaddad serta An-Nasai, dari Yahya ibnu Habib ibnu Arabi dan Ibnu Hibban melalui hadis Ibnu Wahb, keempat-empatnya dari Hammad ibnu Zaid, dari Asim, dari Abu Wail, dari Ibnu Mas'ud dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Al-Musanna, dari Al-Hammani, dari Hammad ibnu Zaid dengan lafaz yang semisal. Imam Hakim meriwayatkannya dari Abu Bakar ibnu Ishaq, dari Ismail ibnu Ishaq Al-Qadi, dari Sulaiman ibnu Harb, dari Hammad ibnu Zaid dengan lafaz yang sama pula, dan Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Imam Nasai dan Imam Hakim telah meriwayatkan hadis ini melalui hadis Ahmad ibnu Abdullah ibnu Yunus, dari Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Asim, dari Zurr, dari Abdullah ibnu Mas'ud dengan lafaz yang sama secara marfu.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih melalui hadis Yahya Al-Hammani, dari Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Asim, dari Zurr dengan lafaz yang semisal.
Imam Hakim menilainya sahih, seperti yang Anda ketahui melalui dua jalur. Barangkali hadis ini bersumberkan dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Zurr, juga dari Abu Wail Syaqiq ibnu Salamah, kedua-duanya dari Ibnu Mas'ud dengan lafaz yang sama.
Imam Hakim mengatakan bahwa syahid (bukti) dari hadis ini diperkuat oleh hadis Asy-Sya'bi, dari Jabir melalui jalur yang tidak dikukuhkan. Imam Hakim seakan-akan mengisyaratkan kepada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abdu ibnu Humaid, sedangkan lafaznya berdasarkan Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad (yaitu Abu Bakar ibnu Abu Syaibah), telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al-Ahmar, dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir yang mengatakan, "Ketika kami sedang duduk di dekat Nabi Saw., maka beliau membuat suatu garis seperti ini di hadapannya, lalu bersabda: 'Ini adalah jalan Allah,’ lalu membuat dua garis di sebelah kanan dan dua garis lagi di sebelah kiri garis pertama, lalu bersabda, 'Ini jalan-jalan setan.' Sesudah itu Nabi Saw. meletakkan tangannya pada garis yang paling tengah seraya membacakan firman-Nya: '
dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa'
Imam Ibnu Majah meriwayatkannya di dalam kitab sunnah dari Sunan-nya, begitu juga Imam Al-Bazzar, semuanya dari Abu Sa'id (yaitu Abdullah ibnu Sa'id), dari Abu Khalid Al-Ahmar dengan lafaz yang sama.
Menurut kami, Al-Hafiz ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya melalui dua jalur, dari Abu Sa'id Al-Kindi, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid, dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membuat suatu garis, lalu membuat garis lagi di sebelah kanan dan sebelah kirinya masing-masing satu garis. Kemudian beliau meletakkan tangan (tongkat)nya pada garis yang paling tengah, lalu membacakan firman-Nya:
...dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia.
Tetapi yang dijadikan pegangan adalah hadis Ibnu Mas'ud, sekalipun di dalamnya ada hal yang diperselisihkan, jika dianggap sebagai asar, dan memang telah diriwayatkan secara mauquf hanya sampai pada dia.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul A'la, menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saur, dari Ma'mar, dari Aban ibnu Usman, bahwa pernah seorang lelaki berkata kepada Ibnu Mas'ud, "Apakah siratal mustaqim (jalan yang lurus) itu?" Ibnu Mas'ud menjawab, "Nabi Muhammad Saw. meninggalkan kami di bawahnya, sedangkan di ujung jalan yang lurus itu terdapat surga. Tetapi di sebelah kanannya terdapat jembatan dan di sebelah kirinya terdapat jembatan lagi. Kemudian dipanggillah semua orang yang harus melewatinya. Barang siapa yang mengambil jalan jembatan tersebut, maka jembatan itu mengantarkannya ke neraka. Tetapi barang siapa yang mengambil jalan yang lurus itu, maka jalan yang lurus itu menghantarkannya ke surga." Kemudian Ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia: dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya (Al-An’am: 153), hingga akhir ayat.
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amr, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Wahab, telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kaini Ismail ibnu Ayyasy, telah menceritakan kepada kami Aban ibnu Ayyasy, dari Muslim ibnu Abu Imran, dari Abdullah ibnu Amr, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Mas'ud mengenai makna jalan yang lurus. Maka Ibnu Mas'ud menjawab, "Nabi Muhammad Saw. meninggalkan kita di bawahnya yang ujungnya berakhir sampai ke surga," hingga akhir hadis, sama dengan sebelumnya.
Telah diriwayatkan melalui hadis An-Nuwwas ibnu Sam'an hal yang semisal.
Firman Allah Swt.:
maka ikutilah dia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain.
Sesungguhnya lafaz sirat atau jalan-Nya dikemukakan dalam bentuk tunggal karena perkara yang hak itu hanyalah satu. Mengingat hal itu, maka lafaz sabil dikemukakan dalam bentuk jamak (yaitu subul) karena berbeda-beda dan bercabang-cabang, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
Allah Pelindung orang-orang yang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Al Baqarah:257)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Husain, dari Az-Zuhri, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Ubadah ibnus Samit yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Siapakah di antara kalian yang mau berbaiat (berjanji setia) kepadaku untuk berpegang teguh kepada ketiga ayat ini?" Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Katakanlah, "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian." (Al An'am:151) hingga selesai sampai akhir ketiga ayat berikutnya. Setelah itu Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang menunaikan ketiganya, maka pahalanya ada pada Allah. Dan barang siapa yang mengurangi sesuatu darinya, lalu Allah menimpakan musibah di dunia, maka hal itu adalah hukumannya. Barang siapa yang menangguhkannya sampai hari akhirat, maka urusannya terserah kepada Allah. Jika Allah berkehendak menyiksanya, niscaya Dia menyiksanya, dan jika Dia berkehendak memaafkannya, niscaya Dia memaafkannya.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Dan bahwa) dengan memakai harakat fatah mentakdirkan lam, dan dengan memakai harakat kasrah sebagai jumlah isti'naf/permulaan (hal ini) apa yang Kami pesankan kepada kamu (adalah jalan-Ku yang lurus) menjadi hal (maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan) cara-cara yang bertentangan dengannya (karena jalan itu mencerai-beraikan) dengan membuang salah satu di antara dua huruf ta, yakni akan menyelewengkan (kamu dari jalan-Nya) agama-Nya (yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.)
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Terakhir, kesepuluh, jangan kalian keluar dari ketentuan yang telah Aku gariskan. Sebab, ketentuan- ketentuan itu adalah jalan yang lurus yang akan mengantarkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Ikutilah jalan itu dan jangan sekali-kali mengikuti jalan lain yang tidak benar, yang telah dilarang Allah, agar kalian tidak terpecah menjadi kelompok-kelompok dan golongan-golongan, dan tidak menjauh dari jalan Allah yang lurus. Allah menegaskan perintah menjauhi larangan itu, agar kalian tidak sekali-kali melanggarnya."
6 Tafsir as-Saadi
"Katakanlah, 'Marilah kubacakan sesuatu yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutu-kan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (mem-bunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.' Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami(nya). Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendati pun dia adalah kerabat(mu), dan penuhi-lah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat, dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah ia, dan janganlah kamu meng-ikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa." (Al-An'am: 151-153).
(151) Allah berfirman kepada NabiNya, ﴾ قُلۡ ﴿ "Katakanlah," kepada orang-orang yang mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah, ﴾ تَعَالَوۡاْ أَتۡلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمۡ عَلَيۡكُمۡۖ ﴿ "Marilah kubacakan sesuatu yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu." Dengan pengharaman yang bersifat umum, menyeluruh untuk semua orang, mencakup seluruh yang diharamkan, baik itu makanan, minuman, ucapan, dan perbuatan. ﴾ أَلَّا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـٔٗاۖ ﴿ "Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu." Tidak banyak, tidak pula sedikit.
Hakikat syirik kepada Allah adalah disembahnya makhluk sebagaimana Allah disembah atau dia diagungkan sebagaimana Allah diagungkan atau dia diberi sebagian dari keistimewaan ru-bubiyah dan uluhiyah. Jika seorang hamba meninggalkan seluruh kesyirikan, maka dia menjadi orang yang bertauhid dan ikhlas ke-pada Allah dalam seluruh kondisinya. Ini adalah hak Allah atas hamba-hambaNya yaitu hendaknya mereka menyembahNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun. Kemudian Allah memulai dengan hak paling kuat setelah hakNya. Dia berfirman, ﴾ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗاۖ ﴿ "Berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak," de-ngan ucapan-ucapan yang baik dan perbuatan-perbuatan yang mulia.
Semua perkataan dan perbuatan yang bermanfaat dan mem-bahagiakan kedua orang tua, maka ia termasuk berbuat baik kepada keduanya. Jika ada perbuatan baik, maka hilanglah kedurhakaan. ﴾ وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَوۡلَٰدَكُم ﴿ "Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu." Laki-laki dan perempuan ﴾ مِّنۡ إِمۡلَٰقٖ ﴿ "karena takut kemiskinan." Mak-sudnya, disebabkan oleh kesulitan hidup dan kesempitan rizki sebagaimana hal itu terdapat pada masa jahiliyah yang keras lagi zhalim. Jika mereka dilarang membunuhnya dalam kondisi tersebut, sementara mereka adalah anaknya, maka membunuh mereka tanpa alasan atau membunuh anak orang lain adalah lebih layak dan lebih pantas untuk dilarang. ﴾ نَّحۡنُ نَرۡزُقُكُمۡ وَإِيَّاهُمۡۖ ﴿ "Kami akan memberi rizki kepadamu dan kepada mereka." Maksudnya, Kami menjamin semua rizki. Bukan kamu yang memberi rizki kepada anakmu bahkan bukan kamu yang memberi rizki kepada dirimu. Mereka tidak mem-bawamu kepada kesulitan.
﴾ وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلۡفَوَٰحِشَ ﴿ "Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-per-buatan yang keji," yaitu dosa-dosa besar yang buruk, ﴾ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَۖ ﴿ "baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi." Mak-sudnya, janganlah kamu mendekati perbuatan keji yang nampak darinya dan yang samar atau yang berkaitan dengan yang lahir dan yang batin. Larangan mendekati perbuatan keji adalah lebih mendalam daripada larangan melakukannya karena ia meliputi larangan terhadap pengantarnya dan sarananya yang menjadi jembatan kepadanya.
﴾ وَلَا تَقۡتُلُواْ ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِي حَرَّمَ ٱللَّهُ ﴿ "Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah." Yaitu jiwa yang Islam, laki-laki dan wanita, besar dan kecil, orang baik dan orang fasik, dan jiwa orang kafir yang mendapatkan suaka perjanjian dan perdamaian. ﴾ إِلَّا بِٱلۡحَقِّۚ ﴿ "Me-lainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar." Seperti pezina muhshan, pembunuh jiwa dengan sengaja dan orang yang murtad yang me-nyelisihi jamaah. ﴾ ذَٰلِكُمۡ ﴿ "Demikian itu," yakni yang disebutkan, ﴾ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ ﴿ "yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami(nya)." Maksudnya, kamu memahami wasiat dari Allah kemudian kamu menjaganya, memeliharanya, dan melaku-kannya. Ayat ini menunjukkan bahwa pemahaman seorang hamba bergantung kepada pelaksanaannya terhadap perintah Allah.
(152) ﴾ وَلَا تَقۡرَبُواْ مَالَ ٱلۡيَتِيمِ ﴿ "Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim," dengan memakannya atau menukarnya dengan lan-dasan berat sebelah atau mengambil tanpa alasan, ﴾ إِلَّا بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ ﴿ "kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat." Maksudnya, dengan cara yang dengannya harta anak yatim menjadi baik dan mereka meng-ambil manfaat darinya. Ini menunjukkan tidak bolehnya mendekati dan mengambil tindakan padanya dengan cara yang merugikan anak yatim atau dengan cara yang tidak merugikan dan tidak menguntungkan. ﴾ حَتَّىٰ يَبۡلُغَ ﴿ "Hingga ia sampai," maksudnya, anak yatim sampai ﴾ أَشُدَّهُۥۚ ﴿ "dewasa." Yakni sampai ia dewasa, mengerti, dan mengetahui tindakan yang baik. Jika dia sudah mencapai usia dewasa, maka pada saat itu hartanya diserahkan kepadanya, dan dia sendirilah yang bertindak menurut pertimbangannya. Ayat ini mengandung petunjuk bahwa anak yatim tidak boleh bertindak sendiri pada hartanya, dan bahwa walinyalah yang mengurusi har-tanya dengan cara yang lebih baik, dan bahwa ketentuan ini ber-laku sampai dia mencapai usia dewasa.
﴾ وَأَوۡفُواْ ٱلۡكَيۡلَ وَٱلۡمِيزَانَ بِٱلۡقِسۡطِۖ ﴿ "Dan sempurnakanlah takaran dan tim-bangan dengan adil," dengan amanat yang sempurna. Jika kamu telah bersungguh-sungguh, maka ﴾ لَا نُكَلِّفُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۖ ﴿ "Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang pun melainkan sekedar kesanggupan-nya." Maksudnya, berdasarkan kemampuannya tanpa menyulitkan-nya. Barangsiapa telah bersungguh-sungguh memenuhi takaran dan timbangan kemudian terjadi kekurangan tanpa disengaja dan tanpa diketahuinya, maka Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dengan ayat ini dan ayat yang sepertinya para ulama ushul fikih berdalil bahwa Allah tidak membebani sesuatu kepada seseorang yang tidak mampu dilakukannya, dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah dalam perintahNya dan melakukan sesuatu yang dia mampu melakukannya, maka tiada dosa atasnya pada selain itu.
﴾ وَإِذَا قُلۡتُمۡ ﴿ "Dan apabila kamu berkata" suatu perkataan yang dengannya kamu menilai manusia dan memutuskan perkara me-reka serta kamu mengkritik pendapat dan keadaan, ﴾ فَٱعۡدِلُواْ ﴿ "maka hendaklah kamu berlaku adil" pada ucapanmu dengan menjunjung kejujuran pada orang yang kamu cintai dan pada orang yang kamu benci, obyektif tidak menyembunyikan apa yang semestinya di-jelaskan, karena kecenderungan negatif terhadap orang yang kamu benci dalam pembicaraan atau pendapatnya adalah termasuk kezhaliman yang dilarang. Akan tetapi jika seorang ulama berbi-cara tentang pendapat ahli bid'ah, yang wajib atasnya adalah mem-berikan hak kepada yang berhak. Hendaknya dia menjelaskan ke-benaran dan kebatilan yang ada padanya, menimbang kedekatan dan kejauhannya kepada kebenaran.
Para fuqaha menyebutkan bahwa hakim wajib berlaku adil terhadap dua orang yang berseteru pada perhatian dan perkataan-nya. ﴾ وَبِعَهۡدِ ٱللَّهِ أَوۡفُواْۚ ﴿ "Dan penuhilah janji Allah." Ini meliputi perjanjian yang Dia ambil atas hamba-hambaNya dalam bentuk menunaikan hak-hakNya dengan sebaik-baiknya, dan meliputi pula perjanjian yang disepakati di antara manusia. Semuanya wajib dipenuhi dan haram membatalkan serta menelantarkannya. ﴾ ذَٰلِكُمۡ ﴿ "Yang demikian itu," yakni hukum-hukum di atas ﴾ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ﴿ "diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat" hukum-hukum yang telah dijelaskan kepadamu, dan kamu menunaikan wasiat Allah kepadamu dengan sebaik-baiknya dan kamu mengetahui hikmah-hikmah dan hukum-hukum yang ada padanya.
(153) Manakala Allah menjelaskan perintah-perintah besar dan syariat-syariat yang penting maka Dia memberi isyarat kepada-nya dan kepada yang lebih umum darinya. Dia berfirman, ﴾ وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِي مُسۡتَقِيمٗا ﴿ "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus." Maksudnya, hukum-hukum ini dan yang sejenis de-ngannya yang dijelaskan oleh Allah di dalam kitabNya dan Dia terangkan kepada hamba-hambaNya adalah jalan Allah yang meng-antarkan kepadaNya dan kepada rumah kemuliaanNya, dan jalan yang seimbang, mudah lagi singkat. ﴾ فَٱتَّبِعُوهُ ﴿ "Maka ikutilah ia," agar kamu beruntung dan menang, dan meraih impian dan kebahagiaan. ﴾ وَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلسُّبُلَ ﴿ "Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)," yaitu jalan-jalan yang menyimpang dari jalan ini. ﴾ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِيلِهِۦۚ ﴿ "Karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya." Maksud-nya, menyesatkanmu darinya dan memecahkanmu ke kanan dan ke kiri. Jika kamu telah tersesat dari jalan yang lurus, maka yang ada hanyalah jalan menuju Neraka Jahim.
﴾ ذَٰلِكُمۡ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ﴿ "Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa." Karena jika kamu menunaikan sesuatu yang telah dijelaskan oleh Allah kepadamu, baik dari sisi ilmu maupun dari sisi amal, maka kamu termasuk orang-orang yang bertakwa dan hamba Allah yang beruntung. Kata "jalan" disebut-kan dengan kata tunggal dan dinisbatkan kepada Allah karena ia adalah "jalan" yang satu, yang mengantarkan kepadaNya. Dan Allah adalah penolong bagi para peniti untuk menitinya.