At-Talaq Ayat 3
وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ ۗاِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا ( الطلاق: ٣ )
Wa Yarzuqhu Min Ĥaythu Lā Yaĥtasibu Wa Man Yatawakkal `Alaá Allāhi Fahuwa Ĥasbuhu 'Inna Allāha Bālighu 'Amrihi Qad Ja`ala Allāhu Likulli Shay'in Qadrāan. (aṭ-Ṭalāq̈ 65:3)
Artinya:
dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu. (QS. [65] At-Talaq : 3)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Dan Dia pun akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya dengan memberikan kebutuhan fisik maupun kebutuhan ruhani. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah dalam segala urusan, niscaya Allah cukup sebagai tempat mengadu bagi diri-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya dengan penuh hikmah bagi manusia. Sungguh, Allah telah menjadikan segala sesuatu dengan kadarnya sehingga setiap orang tidak akan menghadapi masalah di luar batas kemampuannya.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Dalam ayat-ayat ini, Allah menerangkan bahwa apabila masa idah istri hampir habis dan suami masih ingin berkumpul kembali, ia boleh rujuk kepada istrinya dan tinggal bersama secara baik sebagai suami-istri, melaksanakan kewajibannya, memberi belanja, pakaian, tempat tinggal, dan lainnya. Akan tetapi, kalau suami tetap tidak akan rujuk kepada istri, maka ia boleh melepaskannya secara baik pula tanpa ada ketegangan terjadi, menyempurnakan maharnya, memberi mut'ah sebagai imbalan dan terima kasih atas kebaikan istrinya selama ia hidup bersama dan lain-lain yang menghibur hatinya. Apabila suami memilih rujuk, maka hendaknya hal itu disaksikan oleh dua orang saksi laki-laki yang adil, untuk memantapkan rumah tangganya kembali.
Selanjutnya Allah menyerukan agar kesaksian itu diberikan secara jujur karena Allah semata-mata tanpa mengharapkan bayaran dan tanpa memihak, sebagaimana firman Allah:
Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri. (an-Nisa'/4: 135)
Demikian seruan mengenai rujuk dan talak untuk menjadi pelajaran bagi orang yang beriman kepada Allah di hari akhirat. Orang yang bertakwa kepada Allah, dan patuh menaati peraturan-peraturan yang telah ditetapkan-Nya, antara lain mengenai rujuk dan talak tersebut di atas, niscaya Ia akan menunjukkan baginya jalan keluar dari kesulitan yang dihadapinya.
Bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah, tidak saja diberi dan dimudahkan jalan keluar dari kesulitan yang dihadapinya, tetapi juga diberi rezeki oleh Allah dari arah yang tidak disangka-sangka, yang belum pernah terlintas dalam pikirannya. Selanjutnya Allah menyerukan agar mereka bertawakal kepada-Nya, karena Allah-lah yang mencukupkan keperluannya mensukseskan urusannya.
Bertawakal kepada Allah artinya berserah diri kepada-Nya, menyerahkan sepenuhnya kepada-Nya keberhasilan usaha. Setelah ia berusaha dan memantapkan satu ikhtiar, barulah ia bertawakal. Bukanlah tawakal namanya apabila seorang menyerahkan keadaannya kepada Allah tanpa usaha dan ikhtiar. Berusaha dan berikhtiar dahulu baru bertawakal menyerahkan diri kepada Allah.
Pernah terjadi seorang Arab Badui berkunjung kepada Nabi di Medinah dengan mengendarai unta. Setelah orang Arab itu sampai ke tempat yang dituju, ia turun dari untanya lalu masuk menemui Nabi saw. Nabi bertanya, "Apakah unta sudah ditambatkan?" Orang Badui itu menjawab, "Tidak! Saya melepaskan begitu saja, dan saya bertawakal kepada Allah." Nabi saw bersabda, "Tambatkan dulu untamu, baru bertawakal."
Allah akan melaksanakan dan menyempurnakan urusan orang yang bertawakal kepada-Nya sesuai dengan kodrat iradat-Nya, pada waktu yang telah ditetapkan, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:
Dan segala sesuatu ada ukuran di sisi-Nya. (ar-Ra'd/13: 8)
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (Ath-Thalaq: 3)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Lais, telah menceritakan kepada kami Qais ibnu Hajjaj, dari Hanasy As-San'ani, dari Abdullah ibnu Abbas yang telah menceritakan kepadanya bahwa di suatu hari ia pernah dibonceng di belakang Rasulullah Saw., lalu Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: hai para pemuda, sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: Peliharalah (batasan-batasan) Allah, niscaya Dia akan memeliharamu. Ingatlah selalu Allah, niscaya engkau akan menjumpai-Nya di hadapanmu. Dan apabila kamu memohon, mohonlah kepada Allah; dan apabila kamu meminta tolong, maka minta tolonglah kepada Allah. Dan ketahuilah bahwa umat ini seandainya bersatu untuk memberimu manfaat, mereka tidak dapat memberimu manfaat kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah untukmu. Dan seandainya mereka bersatu untuk menimpakan mudarat terhadap dirimu, niscaya mereka tidak dapat menimpakan mudarat terhadapmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah akan menimpa dirimu. Qalam telah diangkat (takdir telah ditetapkan) dan semua lembaran telah kering (telah penuh dengan catatan).
Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini melalui Lais" ibnu Sa'd dan Ibnu Lahi'ah dengan sanad yang sama, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Basyir ibnu Sulaiman, dari Sayyar Abul Hakam, dari Tariq ibnu Syihab, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang mempunyai suatu keperluan, lalu ia menyerahkannya kepada manusia, maka dapat dipastikan bahwa keperluannya itu tidak dimudahkan baginya. Dan barang siapa yang menyerahkan keperluannya kepada Allah Swt., maka Allah akan mendatangkan kepadanya rezeki yang segera atau memberinya kematian yang ditangguhkan (usia yang diperpanjang).
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya dari Abdur Razzaq, dari Sufyan, dari Basyir, dari Sayyar alias Abu Hamzah. Selanjutnya Imam Ahmad mengatakan bahwa sanad inilah yang benar, karena Sayyar Abul Hakam belum pernah meriwayatkan hadis dari Tariq.
Firman Allah Swt.:
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. (Ath-Thalaq: 3)
Yakni melaksanakan ketetapan-ketetapan dan hukum-hukum-Nya terhadap makhluk-Nya menurut apa yang dikehendaki dan yang diinginkan-Nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Ath-Thalaq: 3)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya. (Ar-Ra'd: 8)
4 Tafsir Al-Jalalain
(Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya) dari arah yang belum pernah terbisik dalam kalbunya. (Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah) dalam semua perkaranya (niscaya Allah akan memberi kecukupan) akan mencukupinya. (Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya) tentang apa yang dikehendaki-Nya. Menurut suatu qiraat dibaca baalighu amrihi yakni dengan dimudhafkan. (Sesungguhnya Allah telah menjadikan bagi setiap sesuatu) seperti hidup penuh dengan kecukupan, dan hidup sengsara (ketentuan) atau waktu-waktu yang ditentukan.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Akan disediakan baginya sebab-sebab memperoleh rezeki yang tidak diperkirakan sebelumnya. Barangsiapa yang menyerahkan segala urusannya kepada Allah, maka Dia akan mencukupi segala keperluannya. Sesungguhnya Allah akan melaksanakan kehendak-Nya. Segala sesuatu telah ditentukan waktu dan ukurannya masing-masing, yang tidak akan dilampaui, oleh Allah.
6 Tafsir as-Saadi
"Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah, Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (di-izinkan) keluar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sungguh dia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui, barang-kali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. Apabila mereka telah sampai masa (akhir iddah)nya, maka rujukilah me-reka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan per-saksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikian-lah diberi pelajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, nis-caya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah pasti mewujudkan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Ath-Thalaq: 1-3).
Madaniyah
"Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang."
(1) Allah سبحانه وتعالى berfirman mengajak bicara Nabi Muhammad a dan kaum Mukminin, ﴾ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ إِذَا طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ ﴿ "Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu," maksudnya, jika engkau ingin menceraikan mereka, ﴾ ف َ ـ ﴿ "maka," carilah alasan syar'i ketika mencerai mereka, jangan langsung mencerai hanya disebabkan tidak mengindahkan perintah Allah سبحانه وتعالى, tapi ﴾ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ ﴿ "hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya," maksudnya, pada waktu iddah mereka, yaitu, dengan cara menceraikan istri ketika ia sedang suci dan belum dicampuri selama masa suci itu. Talak inilah yang iddahnya dapat diketahui dengan jelas. Lain hal-nya ketika dicerai pada waktu haid. Haid tersebut tidak terhitung dalam masa talak sehingga masa iddahnya memanjang karenanya. Begitu juga jika dicerai ketika istri sedang suci namun sudah di-campuri, sebab dimungkinkan istrinya hamil. Di samping itu tidak jelas dari manakah ia mulai masa iddah. Dan Allah سبحانه وتعالى memerintah-kan untuk menghitung masa iddah. Patokannya adalah haid jika wanita yang dicerai dalam keadaan haid. Karena menghitung iddah dalam masa itu merupakan penunaian hak Allah سبحانه وتعالى, hak suami yang menceraikan, hak lelaki lain yang akan menikahinya, hak wanita yang dicerai untuk mendapatkan nafkah dan hak-hak lain-nya. Jika iddahnya telah diketahui secara pasti, maka keadaannya juga bisa diketahui, serta hak-hak yang akan didapatkan si wanita yang dicerai serta apa yang akan didapatkan dari mantan suaminya. Perintah untuk menghitung iddah ini ditujukan pada suami dan istri jika memang termasuk mukallaf (sudah terbebani kewajiban beribadah), jika belum baligh, maka yang bertugas menghitung iddah adalah walinya.
Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ رَبَّكُمۡۖ ﴿ "Serta bertakwalah kepada Allah, Rabbmu," di segala urusan kalian dan takutlah padaNya dalam hak istri yang dicerai. Maka ﴾ لَا تُخۡرِجُوهُنَّ مِنۢ بُيُوتِهِنَّ ﴿ "janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka," selama masa iddah, tapi biarkan ia berada di rumah tempat suaminya menceraikannya. ﴾ وَلَا يَخۡرُجۡنَ ﴿ "Dan janganlah mereka (diizinkan) keluar," maksudnya, mereka tidak boleh keluar dari rumahnya. Berkaitan dengan la-rangan mengeluarkan wanita yang dicerai dari rumahnya, karena hak menempati merupakan kewajiban yang harus ditanggung suami hingga masa iddahnya selesai. Hak menempati rumah meru-pakan salah satu dari beberapa haknya. Sedangkan larangan bagi wanita yang dicerai untuk keluar rumah adalah karena hal itu menyia-nyiakan hak suami dan tidak adanya tanggungjawab pihak suami. Larangan untuk mengeluarkan istri yang dicerai dari rumah dan larangan bagi istri yang dicerai keluar rumah ini berlaku hingga masa iddah selesai. ﴾ إِلَّآ أَن يَأۡتِينَ بِفَٰحِشَةٖ مُّبَيِّنَةٖۚ ﴿ "Kecuali kalau mereka menger-jakan perbuatan keji yang terang." Maksudnya, dengan sesuatu yang tercela dan jelas yang mengharuskannya untuk diusir karena kebe-radaannya di dalam rumah menimbulkan dampak berbahaya bagi keluarga seperti mengeluarkan kata-kata dan perbuatan keji. Dalam kondisi seperti ini, suami dibolehkan mengusir istri yang dicerai itu karena dia sendirilah yang menyebabkannya diusir. Adapun tujuan dari penempatan istri yang dicerai di dalam rumah suami yang menceraikannya selama masa iddah adalah sebagai pelipur lara dan sebagai tindakan lemah lembut baginya. Dia sendirilah yang menimbulkan dampak berbahaya bagi dirinya sendiri. Hukum ini berlaku bagi wanita yang cerai raj'i (yang boleh rujuk) selama masa iddah. Adapun wanita yang dicerai ba`in (yang tidak boleh rujuk), maka tidak ada hak tinggal yang wajib. Karena hak tinggal itu berkaitan dengan hak nafkah. Dan nafkah itu hanya wajib dibe-rikan pada wanita yang dicerai raj'i, bukan ba`in.
﴾ وَتِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِۚ ﴿ "Itulah hukum-hukum Allah," yang ditentukan pada hamba-hambaNya, disyariatkan untuk mereka, diperintahkan agar dilaksanakan dan diindahkan. ﴾ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ ﴿ "Dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah," dengan tidak diindahkan tapi malah diterjang atau tidak ditunaikan secara baik, ﴾ فَقَدۡ ظَلَمَ نَفۡسَهُۥۚ ﴿ "maka sungguh dia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri." Me-rugikan haknya dan menyia-nyiakan bagiannya dengan tidak me-nuruti hukum-hukum Allah سبحانه وتعالى yang merupakan kebaikan dunia akhirat.
﴾ لَا تَدۡرِي لَعَلَّ ٱللَّهَ يُحۡدِثُ بَعۡدَ ذَٰلِكَ أَمۡرٗا ﴿ "Kamu tidak mengetahui, barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru." Maksudnya, Allah سبحانه وتعالى mensyariatkan iddah dan membatasi talak dengan iddah tersebut karena beberapa hikmah besar, di antaranya agar Allah سبحانه وتعالى memberikan rasa kasih sayang dan cinta dalam hati suami yang menceraikan istrinya sehingga ia menarik kembali talaknya kemu-dian melanjutkan lagi kehidupan bersama. Hal ini bisa terjadi selama masa iddah. Atau bisa jadi karena si suami mentalaknya karena suatu sebab kemudian sebab itu hilang selama masa iddah kemu-dian rujuk kembali, karena sebab talak sudah tidak ada. Di antara hikmah iddah lainnya adalah diketahuinya kekosongan rahim istri yang dicerai dari bibit suaminya.
(2) Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ فَإِذَا بَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ ﴿ "Apabila mereka telah sampai masa (akhir iddah)nya," maksudnya, jika mereka telah men-dekati akhir iddahnya karena seandainya ketika iddah mereka telah usai, tentu suaminya tidak lagi memiliki pilihan antara merujuk atau melepas, ﴾ فَأَمۡسِكُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٍ ﴿ "maka rujukilah mereka dengan baik," dengan cara pergaulan yang baik dan indah, bukan dengan cara yang membahayakan atau menghendaki keburukan dan ingin me-nahannya, karena merujuk dengan cara seperti ini tidak dibolehkan, ﴾ أَوۡ فَارِقُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٖ ﴿ "atau lepaskanlah mereka dengan baik," perpisahan yang tidak terlarang, tanpa adanya celaan, permusuhan, intimidasi atas pihak wanita agar sebagian hartanya bisa diambil, ﴾ وَأَشۡهِدُواْ ﴿ "dan persaksikanlah," atas talak dan rujuk tersebut, ﴾ ذَوَيۡ عَدۡلٖ مِّنكُمۡ ﴿ "dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu," yaitu dua lelaki Muslim yang adil. Karena dalam persaksian yang disebutkan bisa menutup pintu sengketa kedua belah pihak, serta bisa menghindari adanya sesuatu yang disembunyikan yang seharusnya diberitahu-kan.
﴾ وَأَقِيمُواْ ﴿ "Dan hendaklah kamu tegakkan," wahai para saksi, ﴾ ٱلشَّهَٰدَةَ لِلَّهِۚ ﴿ "kesaksian itu karena Allah." Maksudnya, tunaikan kesak-sian itu dengan benar, tanpa adanya tambahan dan pengurangan. Niatkanlah karena Allah سبحانه وتعالى ketika menunaikan kesaksian jangan bertendensi kekeluargaan terhadap keluarga atau faktor persaha-batan terhadap teman. ﴾ ذَٰلِكُمۡ ﴿ "Demikianlah," hukum dan batasan-batasan yang Kami sebutkan pada kalian, ﴾ يُوعَظُ بِهِۦ مَن كَانَ يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ﴿ "diberi pelajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat." Karena iman kepada Allah سبحانه وتعالى dan Hari Akhir meng-haruskan orangnya untuk mengindahkan arahan dan nasihat-nasi-hat Allah سبحانه وتعالى serta lebih mengedepankan akhirat dengan melakukan amalan-amalan shalih sebisa mungkin. Lain halnya dengan orang yang tidak memiliki keimanan di hatinya; ia tidak mempedulikan keburukan yang dilakukan dan tidak mengagungkan nasihat-nasi-hat Allah سبحانه وتعالى, karena tidak adanya keimanan (dalam hatinya) yang mendorong kepada hal itu.
Karena talak kadang terjadi dalam situasi sulit, bencana, dan kekacauan, maka Allah سبحانه وتعالى memerintahkan agar bertakwa kepada-Nya. Allah سبحانه وتعالى berjanji bagi siapa saja yang bertakwa padaNya dalam hal talak atau lainnya akan diberi solusi. Jika seseorang mentalak istrinya, maka harus dilakukan sesuai peraturan syariat, yaitu de-ngan cara menjatuhkan satu talak ketika istri tidak dalam keadaan haid dan tidak dalam keadaan suci namun telah dicampuri. Hal itu tidaklah mempersempit masalahnya, namun Allah سبحانه وتعالى justru akan memberi kelapangan dan keleluasaan, seperti rujuk kembali ketika sang suami menyesal telah mentalak istrinya.
Ayat di atas meski dalam tekstual talak dan cerai, namun kontekstual berlaku secara umum. Maksudnya, siapa pun yang bertakwa kepada Allah سبحانه وتعالى dan meniti ridhaNya dalam berbagai kondisi, maka Allah سبحانه وتعالى akan memberinya balasan pahala di dunia dan di akhirat. Di antara balasanNya secara garis besar adalah diberikannya pintu keluar dari berbagai kondisi sulit dan susah. Sebagaimana orang yang bertakwa pada Allah سبحانه وتعالى akan diberikan celah dan pintu keluar, sebaliknya, siapa pun yang tidak bertakwa kepada Allah سبحانه وتعالى akan jatuh dalam rantai dan belenggu yang tidak akan mampu terlepas dan keluar dari ikatannya. Mari terapkan hal ini dalam masalah talak. Seseorang yang tidak bertakwa kepada Allah سبحانه وتعالى akan menjatuhkan talak yang diharamkan seperti talak tiga sekaligus dan lainnya. Karena itu, ia pasti akan sangat menye-sal dan tidak mungkin bisa didapat kembali dan tidak bisa keluar dari permasalahannya.
(3) Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ ﴿ "Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." Maksudnya, Allah سبحانه وتعالى memberi rizki bagi orang yang bertakwa dari arah yang tidak di-sangka dan dirasa. ﴾ وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ ﴿ "Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah," dalam urusan agama dan dunianya dengan bergan-tung sepenuhnya kepada Allah سبحانه وتعالى dengan maksud untuk menda-patkan apa-apa yang bermanfaat dan menghindari apa-apa yang mudarat, serta percaya sepenuhnya kepada Allah سبحانه وتعالى, bahwa ia akan diberi kemudahan, ﴾ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ ﴿ "niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya." Maksudnya, Allah سبحانه وتعالى akan mencukupi keperluan yang disandarkannya kepada Allah سبحانه وتعالى. Dan ketika suatu urusan berada dalam tanggungan Yang Mahakaya, Mahakuat, Mahaper-kasa lagi Penyayang, maka Dia paling dekat dengan hambaNya melebihi segala sesuatu. Hanya saja mungkin hikmah ilahi meng-haruskan pemberian itu ditunda sampai waktu yang tepat bagi hamba yang bersangkutan. Karena itu Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ ﴿ "Sesungguhnya Allah pasti mewujudkan urusan (yang dikehendaki)-Nya." Maksudnya, keputusan dan ketetapanNya pasti berlaku, hanya saja Allah سبحانه وتعالى menciptakan ﴾ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا ﴿ "ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." Yaitu, waktu dan ketentuan yang tidak akan terlam-paui dan kurang darinya.