Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan berkali-kali bahwa objek sumpah itu apabila merupakan hal yang dinafikan (lawan bicara), maka diperbolehkan mendatangkan la sebelum lafaz qasam dengan maksud untuk menguatkan penafian. Sedangkan yang menjadi objek qasam-nya ialah mengukuhkan adanya hari berbangkit, dan menyanggah apa yang diduga oleh hamba-hamba Allah yang tidak bodoh yang meniadakan hari berbangkit. Oleh karena itulah maka disebutkan:
Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Al-Qiyamah: 1-2)
Al-Hasan mengatakan bahwa Allah bersumpah dengan menyebut hari kiamat, dan tidak bersumpah dengan jiwa yang menyesali (dirinya sendiri). Qatadah mengatakan bahwa tidak demikian, bahkan Allah bersumpah dengan menyebut keduanya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Al-Hasan dan Al-A'raj, bahwa keduanya membacanya dengan bacaan lauqsimu biyaumil qiyamah, tanpa memakai alif sesudah lam. Hal ini memperkuat pendapat Al-Hasan, karena sumpah dengan menyebut hari kiamat diperkuat dengan lam, sedangkan terhadap jiwa yang amat menyesali tidak memakai lam melainkan la, yang artinya dinafikan. Tetapi menurut pendapat yang benar, Allah Swt. bersumpah dengan menyebut keduanya, sebagaimana yang dikatakan oleh Qatadah —yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas— dan Sa'id ibnu Jubair, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir.
Mengenai hari kiamat, telah dikenal; tetapi jiwa yang amat menyesali, maka menurut Qurrah ibnu Khalid dari Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan makna ayat ini, "Sesungguhnya orang mukmin itu, demi Allah, menurut penilaian kami tiada lain amat menyesali dirinya sendiri dan mencelanya, 'Aku tidak bermaksud dengan kalimatku, aku tidak bermaksud dengan makananku, dan aku tidak bermaksud dengan bisikan jiwaku,' yakni hal-hal yang berdosa. Tetapi sesungguhnya orang yang pendurhaka melaju terus dalam kedurhakaannya setapak demi setapak tanpa menyesali dirinya sendiri."
Juwaibir mengatakan bahwa telah sampai kepada kami dari Al-Hasan, bahwa ia mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Al-Qiyamah: 2) Bahwa tiada seorang pun dari penduduk langit maupun penduduk bumi, melainkan menyesali dirinya sendiri di hari kiamat nanti.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh ibnu Muslim, dari Israil, dari Sammak, bahwa ia bertanya kepada Ikrimah tentang makna firman-Nya: dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Al-Qiyamah: 2)
Bahwa setiap orang menyesali perbuatan baik atau buruknya, dan ia mengatakan seandainya aku melakukan anu dan anu. Ibnu Jarir meriwayatkan ini dari Abu Kuraib, dari Waki', dari Israil dengan sanad yang sama.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Mu-ammal, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Juraij, dari Al-Hasan ibnu Muslim, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Al-Qiyamah: 2)
Bahwa ia mencela perbuatan baik dan perbuatan buruknya sendiri. Kemudian ia meriwayatkannya melalui jalur lain dari Sa'id, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang hal ini, lain Ibnu Abbas menjawab, bahwa makna yang dimaksud adalah jiwa yang banyak mencela (dirinya sendiri). Ali ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna yang dimaksud ialah jiwa yang menyesali apa yang telah silam kemudian mencelanya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna al-lawwamah, bahwa makna yang dimaksud ialah jiwa yang tercela. Qatadah mengatakan jiwa yang pendurhaka. Ibnu Jarir mengatakan bahwa semua pendapat di atas saling berdekatan pengertiannya. Tetapi yang lebih mirip dengan makna lahiriah ayat ialah jiwa yang amat menyesali dirinya atas perbuatan baik dan buruknya, dan menyesali yang telah silam.