Al-Isra' Ayat 111
وَقُلِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَّلَمْ يَكُنْ لَّهٗ شَرِيْكٌ فِى الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيْرًا ࣖ ( الإسراء: ١١١ )
Wa Quli Al-Ĥamdu Lillāhi Al-Ladhī Lam Yattakhidh Waladāan Wa Lam Yakun Lahu Sharīkun Fī Al-Mulki Wa Lam Yakun Lahu Wa Līyun Mina Adh-Dhulli Wa Kabbirhu Takbīrāan (al-ʾIsrāʾ 17:111)
Artinya:
Dan katakanlah, “Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak (pula) mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia tidak memerlukan penolong dari kehinaan dan agungkanlah Dia seagung-agungnya. (QS. [17] Al-Isra' : 111)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Dan katakanlah wahai Nabi Muhammad, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak, sebagaimana dikatakan orang-orang Yahudi bahwa malaikat adalah anak-anak Allah, dan demikian pula dipercaya oleh orang-orang Nasrani bahwa Nabi Isa adalah anak Allah, dan tidak pula mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya, sebagaimana dipercaya oleh kaum musyrik yang percaya kepada tuhan-tuhan selain Allah, dan dengan demikian, Dia tidak memerlukan penolong dari kehinaan yang dilontarkan oleh siapa pun yang menghina-Nya. Hanya Dia saja yang Mahaagung dan oleh karena itu agungkanlah Dia seagung-agungnya.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Pada ayat ini Nabi diajari cara memuji Allah swt yang memiliki sifat-sifat kemahaesaan, kesempurnaan, dan keagungan. Oleh karena itu, hanya Allah yang berhak menerima segala macam pujian-pujian dan rasa syukur dari hamba dan makhluk-Nya atas segala nikmat yang diberikan kepada mereka.
Ayat ini menjelaskan tiga sifat bagi Allah swt:
Pertama: Bahwa sesungguhnya Allah tidak memiliki anak, karena siapa yang memiliki anak tentu tidak menikmati segala nikmat yang dia miliki, tetapi sebagian nikmat itu dipersiapkan untuk anaknya yang ditinggalkannya bilamana dia sudah meninggal dunia. Mahasuci Allah swt dari sifat demikian. Orang yang punya anak terhalang untuk menikmati seluruh haknya dalam segala keadaan. Oleh sebab itu, manusia tidak patut menerima pujian dari segala makhluk. Dengan ayat ini, Allah swt menjelaskan dan membantah pandangan orang Yahudi yang mengatakan 'Uzair putra Tuhan, juga pendapat orang Nasrani yang mengatakan bahwa Al-Masih putra Tuhan, atau anggapan orang-orang musyrikin bahwa malaikat-malaikat adalah putri-putri Tuhan.
Kedua: Bahwa sesungguhnya Allah swt tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya. Jika sekutu-Nya ada, tentu sulit untuk menentukan mana di antara keduanya yang berhak menerima pujian, rasa syukur, dan pengabdian para makhluk. Salah satu di antara dua tuhan tadi tentu memerlukan pertolongan dari yang lainnya dan akhirnya tidak ada satupun tuhan yang berdiri sendiri dan berdaulat secara mutlak di atas alam ini.
Ketiga: Bahwa sesungguhnya tak seorang pun di antara orang-orang yang hina diberi Allah kekuasaan yang akan melindunginya dari musuh yang mengancamnya.
Demikianlah Allah swt suci dari segala sifat-sifat yang mengurangi kesempurnaan-Nya, agar para hamba-Nya tidak ragu memanjatkan doa, syukur, dan pujian kepada-Nya. Kemudian Nabi saw diperintahkan untuk mengagungkan-Nya, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan. Mengagungkan dan mensucikan Allah itu adalah sebagai berikut:
Pertama: Mengagungkan Allah swt pada Zat-Nya dengan meyakini bahwa Allah itu wajib ada-Nya karena Zat-Nya sendiri tidak membutuhkan sesuatu yang lain. Dia tidak memerlukan sesuatu dari wujud ini.
Kedua: Mengagungkan Allah swt pada sifat-Nya, dengan meyakini bahwa hanya Dialah yang memiliki segala sifat-sifat kesempurnaan dan jauh dari sifat-sifat kekurangan.
Ketiga: Mengagungkan Allah swt pada af'al-Nya (perbuatan-Nya) dengan meyakini bahwa tidak ada suatu pun yang terjadi dalam alam ini, melainkan sesuai dengan hikmah dan kehendak-Nya.
Keempat: Mengagungkan Allah swt pada hukum-hukum-Nya, dengan meyakini bahwa hanya Dialah yang menjadi Penguasa yang ditaati di alam semesta ini, dimana perintah dan larangan bersumber darinya. Tidak ada seorang pun yang dapat membatasi dan membatalkan segala ketentuan-Nya atas sesuatu. Dialah yang memuliakan dan Dia pula yang menghinakan orang-orang yang Dia kehendaki.
Kelima: Mengagungkan nama-nama-Nya, yaitu menyeru dan menyebut Allah dengan nama-nama yang baik (al-asma'ul husna). Tidak menyifati Tuhan melainkan dengan sifat-sifat kesucian dan kesempurnaan.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, "Hai Muhammad, katakanlah kepada orang-orang musyrik yang mengingkari sifat rahmat Allah," yaitu mereka yang tidak mau menyebut Allah dengan sebutan Ar-Rahman:
Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik).
Yakni tidak ada bedanya bila kalian menyeru-Nya dengan sebutan Allah atau sebutan Ar-Rahman, karena sesungguhnya Dia mempunyai nama-nama yang terbaik. Di dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:
Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Al Hasyr:22)
sampai dengan firman-Nya:
Yang mempunyai nama-nama yang terbaik. Bertasbihlah kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. (Al Hasyr:24), hingga akhir ayat.
Makhul pernah meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki dari kalangan kaum musyrik mendengar Nabi Saw. mengatakan dalam sujudnya:
Firman Allah Swt.:
Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak."
Setelah Allah Swt. menetapkan bahwa diri-Nya mempunyai asma-asma yang terbaik, lalu Dia menyucikan diri-Nya dari semua bentuk kekurangan. Untuk itu Dia berfirman:
Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya."
Bahkan Dialah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.
...dan tidak mempunyai penolong (untuk menjaga-Nya) dari kehinaan.
Yakni Dia tidaklah hina yang karenanya Dia memerlukan penolong atau pembantu atau penasihat, bahkan Dia adalah Mahatinggi, Pencipta segala sesuatu dengan sendiri-Nya, tiada sekutu bagi-Nya, Dialah yang mengatur dan yang memutuskan menurut apa yang dikehendaki-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
...dan tidak mempunyai penolong (yang menjaga-Nya) dari kehinaan.
Artinya, Dia tidak memerlukan berteman dengan seorang pun dan tidak memerlukan pertolongan seorang pun.
...dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.
Yakni besarkanlah dan agungkanlah Dia terhadap apa yang dikatakan oleh orang-orang zalim lagi kelewat batas itu dengan pengagungan yang setinggi-tingginya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Abu Sakhr, dari Al-Qurazi, bahwa ia pernah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya:
Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak.", hingga akhir ayat.
Bahwa sesungguhnya orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani mengatakan, "Allah mengambil anak." Dan orang-orang Arab Jahiliah selalu mengatakan (dalam tawafnya), "Labbaika, tiada sekutu bagi Engkau kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu, sedangkan dia tidak memiliki." Orang-orang sabi-in mengatakan — demikian pula orang-orang Majusi — bahwa seandainya tidak ada penolong, tentulah Allah hina. Maka Allah menurunkan firman-Nya:
Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya, dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya."
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw. mengajarkan kepada keluarganya—baik yang masih kecil ataupun yang sudah dewasa — ayat berikut, yaitu firman Allah Swt.:
Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak., hingga akhir ayat.
Menurut kami, telah disebutkan di dalam hadis bahwa Rasulullah Saw. menamakan ayat ini dengan sebutan 'Ayat Kemuliaan (Keperkasaan)', Di dalam salah satu asar disebutkan bahwa tidak sekali-kali ayat ini dibacakan di dalam suatu rumah dalam suatu malam, lalu rumah itu dapat tertimpa kecurian atau penyakit.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan tidak mempunyai penolong) untuk menjaga-Nya (dari) sebab (kehinaan) artinya Dia tidak dapat dihina karenanya Dia tidak membutuhkan penolong (dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya) artinya besarkanlah Dia dengan pengagungan yang sempurna daripada sifat memiliki anak, mempunyai sekutu, hina dan hal-hal lain yang tidak layak bagi keagungan dan kebesaran-Nya. Urutan pujian dalam bentuk demikian untuk menunjukkan bahwa Dialah yang berhak untuk mendapatkan semua pujian mengingat kesempurnaan Zat-Nya dan kesendirian-Nya di dalam sifat-sifat-Nya. Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya meriwayatkan sebuah hadis melalui Muaz Al-Juhani dari Rasulullah saw. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, "Tanda kemuliaan ialah (kalimat): Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya," sampai dengan akhir surat. Wallahu a`lam.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak, karena Dia tidak membutuhkannya; yang tidak mempunyai sekutu dalam kekuasaan-Nya, karena Dialah yang menciptakannya; dan yang tidak mempunyai penolong yang memberi-Nya kemuliaan dan menjaga-Nya dari kehinaan." Dan agungkanlah Tuhanmu sesuai dengan keagungan-Nya.
6 Tafsir as-Saadi
"Katakanlah, 'Serulah Allah atau serulah ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, maka Dia mempunyai Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik), dan janganlah kamu mengeras-kan suaramu dalam shalatmu, dan janganlah pula merendahkan-nya, dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.' Dan katakan-lah, 'Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaanNya, dan Dia tidak memerlukan penolong disebabkan kehinaan, dan agungkanlah Dia dengan peng-agungan yang sebesar-besarnya'." (Al-Isra`: 110-111).
(110) Allah تعالى berfirman kepada para hambaNya, ﴾ ٱدۡعُواْ ٱللَّهَ أَوِ ٱدۡعُواْ ٱلرَّحۡمَٰنَۖ ﴿ "Serulah Allah atau serulah ar-Rahman," maksudnya nama mana saja yang kamu kehendaki ﴾ أَيّٗا مَّا تَدۡعُواْ فَلَهُ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰۚ ﴿ "dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik)." Allah tidak mempunyai nama yang tidak baik sehingga Dia (perlu) melarang berdoa dengan nama itu. [Bahkan], nama-nama Allah mana saja yang kamu gunakan untuk menyeru-Nya, niscaya tujuannya akan tercapai. Dan seyogyanya, apabila berdoa, hendaklah disebutkan dalam setiap permintaan dengan permohonan yang sesuai dengan nama-nama itu.
﴾ وَلَا تَجۡهَرۡ بِصَلَاتِكَ ﴿ "Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu," maksudnya bacaanmu, ﴾ وَلَا تُخَافِتۡ بِهَا ﴿ "dan janganlah pula merendahkannya," masing-masing dua perkara ini mengandung un-sur yang terlarang. Adapun bacaan yang keras, maka apabila orang-orang musyrik yang ingkar itu mendengarnya, tentu mereka akan mencelanya dan mencela orang yang membacanya. Sedangkan bacaan yang pelan, maka orang-orang yang ingin mendengarkan-nya (secara diam-diam) tidak akan bisa merealisasikan maksud-nya. ﴾ وَٱبۡتَغِ بَيۡنَ ذَٰلِكَ ﴿ "Dan carilah di antara kedua itu," yaitu antara menge-raskan bacaan dan memelankannya, ﴾ سَبِيلٗا ﴿ "jalan," yaitu jalan te-ngah di antara keduanya.
(111) ﴾ وَقُلِ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ﴿ "Dan katakanlah, 'Segala puji bagi Allah'," yang mempunyai kesempurnaan, pujian, dan kemurahan dalam segala sisi, yang terlepas dari segala cacat dan kekurangan, ﴾ ٱلَّذِي لَمۡ يَتَّخِذۡ وَلَدٗا وَلَمۡ يَكُن لَّهُۥ شَرِيكٞ فِي ٱلۡمُلۡكِ ﴿ "Dzat yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaanNya," bahkan kerajaan semuanya adalah milik Allah Yang Maha Esa dan Perkasa. Semua makhluk yang berada di atas dan di bawah, semua milik Allah. Tidak ada bagian sedikit pun bagi siapa saja dari kerajaan itu ﴾ وَلَمۡ يَكُن لَّهُۥ وَلِيّٞ مِّنَ ٱلذُّلِّۖ ﴿ "dan Dia tidak memerlukan penolong disebabkan kehinaan," maksudnya tidak mengangkat salah seorang dari makhlukNya sebagai waliNya guna mengagungkan diri dan menolongNya. Sesungguhnya Dia Mahakaya dan Maha Terpuji, tidak membutuhkan seorang pun dari makhlukNya, baik yang di bumi maupun yang di langit. Akan te-tapi, Allah mengambil wali-wali sebagai kebaikan dan rahmat dariNya untuk para hambaNya,
﴾ ٱللَّهُ وَلِيُّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ يُخۡرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِۖ ﴿
"Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)." (Al-Baqarah: 257).
﴾ وَكَبِّرۡهُ تَكۡبِيرَۢا ﴿ "Dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang se-besar-besarnya," maksudnya besarkan dan agungkanlah Dia dengan memberitakan sifat-sifatNya yang agung, dan dengan memujiNya, dengan Asma` ul-Husna, dengan memuji perbuatan-perbuatanNya yang suci, dan mengagungkanNya dengan beribadah kepadaNya semata tanpa sekutu dan mengikhlaskan agama ini semuanya ha-nya untuk Allah.
Tuntas sudah tafsir surat al-Isra`. Segala puji, karunia, dan pu-jian yang baik bagi Allah melalui tangan penyusunnya Abdurrahman bin Nashir bin Abdullah as-Sa'di. Semoga Allah mengampuninya dan mengampuni kedua orang tuanya serta kaum Muslimin se-luruhnya. Shalawat dan salam semoga Allah berikan kepada Nabi Muhammad ﷺ.
7 Jumadil Ula 1344 H.
Saya menukilnya dari tulisan penulis dengan pena al-Faqir ila Allah, Sulaiman al-Hamd al-Bassan. Semoga Allah mengampuni-nya dan kedua orang tuanya serta segenap kaum Muslimin. Amin. Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya.