Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, bagaimana aku akan mempunyai anak, padahal istriku seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai usia yang sangat tua?” (QS. [19] Maryam : 8)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Mendengar berita gembira itu Nabi Zakaria heran dan bertanya pada diri sendiri tentang kemungkinannya. Dia berkata, “Ya Tuhanku Yang Maha Pemurah, bagaimana mungkin aku akan bisa mempunyai anak seperti yang Engkau beritakan, padahal istriku sejak masa mudanya dahulu adalah seorang yang mandul dan aku sendiri sesungguhnya sudah mencapai usia yang sangat tua yang pada lazimnya tidak mungkin memperoleh anak lagi?”
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Nabi Zakaria a.s. setelah diberitahu akan mempunyai seorang putra bertanya kepada Allah. Pertanyaan itu timbul bukan karena keragu-raguan tentang kekuasaan Allah, akan tetapi untuk mendapat penjelasan tentang caranya, karena beliau merasa sudah tidak mampu lagi untuk memiliki putra, dan istrinya mandul. Apakah beliau akan dijadikan seperti seorang pemuda lagi dengan kekuatan fisik yang cukup, atau istrinya akan dikembalikan menjadi seorang perempuan muda yang dapat melahirkan seorang anak, ataukah beliau harus kawin lagi dengan seorang perempuan lain yang tidak mandul? Karena Zakaria sangat gembira dengan berita akan mendapat seorang anak itu, dan beliau penuh dengan rasa keheranan tentang cara-cara pelaksanaannya, maka beliau tidak dapat menahan diri untuk menanyakan hal itu kepada Tuhannya. Maka dijawab dengan firman Allah pada ayat berikut ini:
3 Tafsir Ibnu Katsir
Zakaria merasa heran ketika doanya dikabulkan dan mendapat berita gembira akan kelahiran seorang putra, maka kegembiraannya meledak-ledak. Lalu ia bertanya tentang cara yang menyebabkan dia beranak, mengingat istrinya mandul, tidak punya anak sejak semula, lagi sudah tua. Dirinya pun tua serta tulang-tulangnya telah lemah lagi kurus. Tiada kemampuan lagi baginya untuk melakukan persetubuhan.
Lafaz 'itiyya menurut orang-orang Arab artinya kalau diibaratkan dengan kayu, kayu itu sudah kering kerontang. Mujahid mengatakan, 'itiyyan artinya kerapuhan tulang. Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa 'itiyyan artinya lanjut usia. Tetapi makna lahiriahnya menunjukkan bahwa 'itiyyan lebih parah lagi dari kibaran (usia lanjut).
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ia mengetahui semua sunah (tuntunan) Nabi Saw. Hanya dia tidak mengetahui apakah Rasulullah Saw. melakukan bacaan (selain Al-Fatihah) dalam salat lohor dan Asarnya ataukah tidak, dan ia tidak mengetahui bagaimanakah Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua. (Maryam:8) Apakah beliau membacanya 'itiyyan ataukah 'istiyyan (semakna dengan 'itiyyan).
Imam Ahmad meriwayatkannya dari Syuraih ibnun Nu'man, sedangkan Abu Daud meriwayatkannya dari ziyad ibnu Ayyub, keduanya dari Hasyim dehgan sanad yang sama.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Zakaria berkata, "Ya Rabbku! Bagaimana) mana mungkin (akan ada anak bagiku, padahal istriku adalah seorang yang mandul dan aku sendiri sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua)" lafal 'itiyyan berasal dari lafal 'Ataa artinya Yabisa atau kering, maksudnya ia telah mencapai umur seratus dua puluh tahun, dan istrinya telah mencapai umur sembilan puluh delapan tahun. Kata 'Itiyyun pada asalnya adalah 'Ituwwun. Kemudian huruf Ta dikasrahkan untuk meringankan pengucapannya lalu jadilah 'Itiwwun. Selanjutnya huruf Wawu yang pertama diganti menjadi huruf Ya demi penyesuaian dengan harakat Kasrah sebelumnya, dan huruf Wawu yang kedua diganti pula dengan huruf Ya supaya huruf Ya yang pertama dapat diidgamkan atau dimasukkan kepadanya, sehingga jadilah 'Itiyyun.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Dengan rasa heran, Zakariyyâ berkata, "Ya Tuhanku, bagaimana aku akan mempunyai anak, sedang istriku dalam keadaan mandul dan aku telah mencapai umur yang sangat tua?"