Al-Baqarah Ayat 138
صِبْغَةَ اللّٰهِ ۚ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ صِبْغَةً ۖ وَّنَحْنُ لَهٗ عٰبِدُوْنَ ( البقرة: ١٣٨ )
Şibghata Allāhi Wa Man 'Aĥsanu Mina Allāhi Şibghatan Wa Naĥnu Lahu `Ābidūna. (al-Baq̈arah 2:138)
Artinya:
Sibgah Allah.” Siapa yang lebih baik sibgah-nya daripada Allah? Dan kepada-Nya kami menyembah. (QS. [2] Al-Baqarah : 138)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Keberagamaan dan keimanan seperti yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim itu merupakan shibgah atau celupan Allah. Siapa yang lebih baik shibgah-nya daripada Allah? Tentu tidak ada. Dan kepada-Nya kami menyembah. Kata "celupan" pada ayat ini mengandung arti keimanan kepada Allah yang tidak disertai kemusyrikan sedikit pun. Makna ini ditegaskan oleh perkataan "dan hanya kepada-Nyalah, bukan kepada yang lain, kami menyembah." Ini juga mengindikasikan bahwa keberagamaan kita harus bersifat total sehingga seluruh totalitas kita terwarnai oleh celupan agama Allah itu.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Iman yang sebenarnya ialah iman yang tidak dicampuri oleh unsur-unsur syirik. Ibnu Jarir berkata, "Sesungguhnya orang-orang Nasrani bila anak mereka dilahirkan, maka mereka datang kepada pendeta pada hari yang ketujuh, mereka memandikannya dengan air yang disebut 'al-Ma'mudi untuk membaptisnya. Mereka mengatakan, "Ini adalah kesucian pengganti khitan. Maka apabila mereka telah mengerjakannya jadilah anak itu seorang Nasrani yang sebenarnya." Maka Allah menurunkan ayat ini". )
Sibgah Allah berarti "celupan Allah". Maksudnya ialah iman kepada Allah yang tidak disertai sedikit pun dengan kemusyrikan. Hal ini ditegaskan oleh perkataan "dan hanya kepada-Nya lah kami menyembah", tidak kepada yang lain. Hal ini ditegaskan oleh firman Allah:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (ar-Rum/30:30)
Ayat ini menerangkan bahwa dalam menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan agama haruslah digunakan kaidah-kaidah atau dalil-dalil agama, tidak boleh didasarkan kepada hawa nafsu dan keinginan manusia. Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa manusia tidak dapat menghapus atau membersihkan dosa manusia yang lain, atau menerima tobatnya seperti yang dilakukan orang-orang Nasrani dengan membabtis anak-anak mereka. Yang membersihkan dan menghapus dosa seseorang ialah usaha orang itu sendiri sesuai dengan petunjuk Allah, dan hanya Allah saja yang dapat menerima tobat seseorang.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
"Sibgah Allah."
Menurut Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan sibgah ialah agama Allah. Hal yang semakna telah diriwayatkan pula dari Mujahid, Abul Aliyah, Ikrimah, Ibrahim, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, Abdullah ibnu Kasir, Atiyyah Al-Aufi, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Saddi.
Lafaz sibgah dibaca nasab, yakni sibgatallahi, adakalanya karena sebagai igra' (anjuran), seperti pengertian yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu:
(tetaplah atas) fitrah Allah. (Ar Ruum:30)
Dengan demikian, berarti makna sibgatallahi ialah tetaplah kalian pada sibgah (agama) Allah itu.
Ulama yang lain mengatakan bahwa lafaz sibgah dibaca nasab karena berkedudukan sebagai badal dari firman-Nya: (kami mengikuti) agama Ibrahim. (Al Baqarah:135)
Menurut Imam Sibawaih, lafaz sibgah dibaca nasab karena menjadi masdar mu'akkid dari fi'il yang terkandung di dalam firman-Nya: Kami beriman kepada Allah. (Al Baqarah:136), Perihalnya sama dengan firman-Nya: Allah telah membuat suatu janji. (An Nisaa:122)
Telah disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih melalui riwayat Asy'as ibnu Ishaq, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
Sesungguhnya orang-orang Bani Israil pernah bertanya, "Wahai utusan Allah, apakah Tuhanmu melakukan celupan?" Musa a.s. menjawab, "Jangan kalian sembarangan, bertakwalah kepada Allah! Maka Tuhannya menyerunya, "Hai Musa, apakah mereka menanyakan kepadamu bahwa benarkah Tuhanmu melakukan celupan? Katakanlah, Benar, Aku mencelup berbagai warna, ada yang merah, ada yang putih, dan ada yang hitam, semuanya adalah hasil celupan-Ku." Allah Swt menurunkan kepada Nabi-Nya ayat berikut, yaitu firman-Nya:
Sibgah Allah. Dan siapakah yang lebih baik sibgah-nya daripada Allah!
Demikianlah menurut apa yang disebutkan di dalam riwayat Ibnu Murdawaih secara marfu’, sedangkan sanad ini menurut riwayat Ibnu Abu Hatim berpredikat mauquf, tetapi sanad Ibnu Abu Hatim lebih dekat kepada predikat marfu' jika sanadnya sahih.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Celupan Allah) 'mashdar' yang memperkuat 'kami beriman' tadi. Mendapat baris di atas sebagai maf`ul muthlak dari fi`il yang tersembunyi yang diperkirakan berbunyi 'Shabaghanallaahu shibghah', artinya "Allah mencelup kami suatu celupan". Sedang maksudnya ialah agama-Nya yang telah difitrahkan-Nya atas manusia dengan pengaruh dan bekasnya yang menonjol, tak ubah bagai celupan terhadap kain. (Dan siapakah) maksudnya tidak seorang pun (yang lebih baik celupannya dari Allah) shibghah di sini menjadi 'tamyiz' (dan hanya kepada-Nya kami menyembah).
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Katakanlah, "Tuhan telah memberikan petunjuk-Nya kepada kami dan menuntun kami kepada hujjah- Nya. Adakah yang lebih baik petunjuk dan hujjahnya daripada Allah? Sungguh kami tidak akan tunduk kepada selain Allah dan tidak akan mengikuti kecuali petunjuk dan tuntunan-Nya."
6 Tafsir as-Saadi
"Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan hanya
kepadaNya-lah kami menyembah." (Al-Baqarah: 138).
(138) Maksudnya, peganglah shibghah[15] Allah
yaitu agama-Nya, tegakkanlah dia dengan penegakan sebenar-benarnya dengan segala perbuatan lahir
maupun batin, dan juga akidah-akidahnya pada setiap waktu, hingga hal itu menjadi shibghah dan
sifat di antara sifat-sifat kalian, lalu apabila dia adalah sifat dari sifat-sifat kalian, maka
hal itu mengharuskan kalian untuk tunduk kepada perintah-perintahNya secara pasrah, penuh
kesadaran dan kecin-taan, hingga agama menjadi tabiat kalian seperti sebuah celupan yang
sempurna bagi sebuah pakaian yang jelas menjadi sifat bagi-nya, sehingga tercapailah kebahagiaan
dunia maupun akhirat, karena agama menganjurkan kepada akhlak yang mulia, amalan yang luhur, dan
perkara yang indah.
Oleh karena itu, Allah berfirman sebagai kekaguman yang jelas bagi akal yang sehat, ﴾ وَمَنۡ
أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ صِبۡغَةٗۖ ﴿ "Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah?" Maksudnya, tidak ada yang lebih baik shibghahnya dari shibghah Allah. Apabila Anda ingin tahu salah satu contohnya yang menjelaskan kepada Anda tentang per-bedaan shibghah Allah dengan shibghah selainNya, maka analogi-kanlah sesuatu dengan hal yang berkontradiksi dengannya, bagai-manakah Anda melihat seorang hamba yang beriman kepada Tuhannya dengan keimanan yang benar yang mempengaruhi kepasrahan hati dan ketundukan anggota tubuh dengannya, dan dia akan selalu menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang mulia, amalan yang baik, adab yang luhur dan tata krama yang santun, juga menjauhkan dirinya dari sifat-sifat yang jelek, hina dan dina, maka sifatnya adalah kejujuran dalam perkataan dan perbuatan, sabar, ramah tamah, menjaga diri, berani, berbuat baik lewat lisan maupun tindakan, mencintai Allah, takut kepadaNya, khawatir akan pembalasanNya, mengharapNya, hingga dia ikhlas hanya untuk Allah dan berlaku baik kepada hamba-hambaNya, banding-kanlah dengan seorang hamba yang mengingkari Tuhannya, jauh dariNya dan mendekat kepada selainNya dari makhluk-makhluk-Nya.
Dia mempunyai sifat yang buruk seperti kufur, syirik, dusta, khianat, tipu daya, tidak menjaga diri, dan berbuat tidak baik kepada makhluk secara lisan maupun tindakan, maka tidak ada keikhlasan kepada TuhanNya dan tidak juga berbuat baik kepada hamba-hambaNya. Dengan demikian sangatlah jelas perbedaan-nya bagi Anda di antara kedua hamba tersebut, dan mengertilah Anda bahwa tidak ada shibghah yang lebih baik daripada shibghah Allah, dan termasuk makna hal ini adalah tidak ada shibghah yang lebih jelek daripada orang yang tercelup dengan shibghah selain agama Allah.
Dalam FirmanNya, ﴾ وَنَحۡنُ لَهُۥ عَٰبِدُونَ ﴿ "Dan hanya kepadaNya-lah kami menyembah," terkandung sebuah penjelasan akan shibghah tersebut yaitu menunaikan dua dasar; keikhlasan dan mengikuti contoh, karena ibadah itu adalah sebuah kata yang menyeluruh bagi setiap hal yang dicintai oleh Allah dan diridhaiNya, baik perbuatan maupun perkataan lahir maupun batin, dan hal itu tidak bisa ter-jadi, hingga Allah mensyariatkannya melalui lisan RasulNya.
Keikhlasan itu adalah, seorang hamba menghendaki Wajah Allah semata dalam perbuatan-perbuatan tersebut, dan dengan mendahulukan kata yang menjadi obyek, maka maknanya bermak-sud pembatasan. Dan Allah berfirman, ﴾
وَنَحۡنُ لَهُۥ عَٰبِدُونَ ﴿ "Dan hanya kepadaNya-lah kami menyembah." Allah menjelaskan mereka
dengan memakai kata "isim fa'il" atau kata benda pelaku yang menunjuk-kan akan kelanggengan dan
keberlangsungan agar menunjukkan bahwa mereka bersifat seperti itu, dan hal itu telah menjadi
shibghah bagi mereka secara pasti.