Nifaq atau munafik ialah menampakkan kebaikan dan menyembunyikan kejahatan. Sifat munafik itu bermacam-macam, ada yang berkaitan dengan akidah, jenis ini menyebabkan pelakunya kelak di dalam neraka. Ada yang berkaitan dengan perbuatan, jenis ini merupakan salah satu dari dosa besar, rinciannya akan disebutkan pada bagian tersendiri, insya Allah.
Menurut Ibnu Juraij, orang munafik ialah orang yang ucapannya bertentangan dengan perbuatannya, keadaan batinnya bertentangan dengan sikap lahiriahnya, bagian dalamnya bertentangan dengan bagian luarnya, dan penampilannya bertentangan dengan kepribadiannya.
Sesungguhnya sifat orang munafik diterangkan di dalam surat-surat Madaniyah, karena di Mekah tidak ada sifat munafik, bahkan kebalikannya. Di antara orang-orang dalam periode Mekah ada yang menampakkan kekufuran karena terpaksa, padahal batinnya adalah orang mukmin tulen. Ketika Nabi Saw. hijrah ke Madinah, padanya telah ada kaum Ansar yang terdiri atas kalangan kabilah Aus dan kabilah Khazraj. Dahulu di masa Jahiliah, mereka termasuk penyembah berhala sebagaimana kebiasaan kaum musyrik Arab. Di Madinah terdapat orang-orang Yahudi dari kalangan ahli kitab yang memeluk agama menurut nenek moyang mereka.
Orang-orang Yahudi Madinah terdiri atas tiga kabilah, yaitu Bani Qainuqa' (teman sepakta kabilah Khazraj), Bani Nadir, dan Bani Quraizah (teman sepakta kabilah Aus).
Ketika Rasulullah Saw. tiba di Madinah dan orang-orang Ansar dari kalangan kabilah Aus dan kabilah Khazraj telah masuk Islam, tetapi sedikit sekali dari kalangan orang-orang Yahudi yang masuk Islam, bahkan hanya satu orang, yaitu Abdullah ibnu Salam r.a. Pada saat itu (periode pertama Madinah) masih belum terdapat nifaq, mengingat kaum muslim masih belum mempunyai kekuatan yang berpengaruh, bahkan Nabi Saw. hidup rukun bersama orang-orang Yahudi dan kabilah-kabilah Arab yang berada di sekitar kota Madinah, hingga terjadi Perang Badar Besar, dan-Allah memenangkan kalimah-Nya dan memberikan kejayaan kepada Islam serta para pemeluknya.
Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul adalah seorang pemimpin di Madinah, berasal dari kabilah Khazraj. Dia adalah pemimpin kedua kabilah di masa Jahiliah, mereka bertekad akan menjadikannya sebagai raja mereka. Kemudian datanglah kebaikan (agama Islam) kepada mereka, dan mereka semua masuk Islam, menyibukkan dirinya dengan urusan Islam, sedangkan Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul tetap pada pendiriannya seraya memperhatikan perkembangannya Islam dan para pemeluknya. Akan tetapi, ketika terjadi Perang Badar (dan kaum muslim beroleh kemenangan), dia berkata, "Ini merupakan suatu perkara yang benar-benar telah mengarah (kepada kekuasaan)." Akhirnya dia menampakkan lahiriahnya masuk Islam, dan sikapnya ini diikuti oleh orang-orang yang mendukungnya, juga oleh orang lain dari kalangan ahli kitab.
Sejak itulah muncul nifaq (kemunafikan) di kalangan sebagian penduduk Madinah dan orang-orang Badui yang berada di sekitar kota Madinah. Adapun kaum Muhajirin, tidak ada seorang munafik pun di kalangan mereka karena tiada seorang pun yang berhijrah karena dipaksa, bahkan setiap Muhajirin berhijrah meninggalkan harta benda dan anak-anaknya karena mengharapkan pahala di sisi Allah kelak di hari kemudian.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
Di antara manusia ada yang mengatakan, "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian" padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Yang dimaksud adalah orang-orang munafik dari kalangan kabilah Aus dan kabilah Khazraj serta orang-orang yang mengikuti mereka. Hal yang sama ditafsirkan oleh Abul Aliyah, Al-Hasan, Qatadah, dan As-Saddi, yaitu "mereka adalah orang-orang munafik dari kabilah Aus dan kabilah Khazraj".
Melalui ayat ini Allah memperingatkan kaum mukmin agar jangan terbujuk oleh lahiriah sikap mereka, yaitu dengan menerangkan sifat-sifat dan ciri khas orang-orang munafik, karena hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya kerusakan yang luas sebagai akibat tidak bersikap waspada terhadap mereka, dan sebagai akibat meyakini keimanan mereka, padahal kenyataannya mereka adalah orang-orang kafir.
Hal ini merupakan larangan besar, yaitu menduga baik pada orang-orang yang ahli dalam kemaksiatan. Untuk itulah Allah Swt. berfirman:
Di antara manusia ada yang mengatakan, "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian," padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Dengan kata lain, mereka katakan hal tersebut hanya dengan lisannya saja, padahal di balik itu tiada satu iman pun yang terdapat di hati mereka, sebagaimana yang dijelaskan di dalam firman-Nya:
Apabila orang-orang munqfik datang kepadamu, mereka berkata, "Kami mengakui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya. (Al Munafiqun:1)
Dengan kata lain, sesungguhnya mereka mengatakan demikian bila datang kepadamu saja, padahal kenyataannya tidak demikian. Karena itu, mereka mengukuhkan kesaksiannya dengan inna dan lam taukid pada khabar-nya. Mereka mengukuhkan perkataannya pula, seperti yang disitir oleh firman-Nya, "Mereka mengatakan, 'Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian'," padahal kenyataannya tidaklah demikian. Allah mendustakan kesaksian dan kalimat berita mereka, yang hal ini berkaitan dengan akidah mereka, yaitu melalui firman-Nya:
Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. (Al Munafiqun:1)