Al-Anbiya' Ayat 33
وَهُوَ الَّذِيْ خَلَقَ الَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَۗ كُلٌّ فِيْ فَلَكٍ يَّسْبَحُوْنَ ( الأنبياء: ٣٣ )
Wa Huwa Al-Ladhī Khalaqa Al-Layla Wa An-Nahāra Wa Ash-Shamsa Wa Al-Qamara Kullun Fī Falakin Yasbaĥūna. (al-ʾAnbiyāʾ 21:33)
Artinya:
Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya. (QS. [21] Al-Anbiya' : 33)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Allah lalu mengarahkan perhatian manusia agar memperhatikan kekuasaan-Nya dalam menciptakan waktu malam dan siang. Dan Dialah, yang telah menciptakan malam untuk istirahat, dan siang untuk mencari penghidupan; dan Allah telah menciptakan matahari yang bersinar di waktu siang dan bulan yang bercahaya di waktu malam. Masing-masing beredar pada garis edarnya dengan setia, patuh dan tunduk kepada hukum alam ciptaan Allah.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Dalam ayat ini Allah mengarahkan perhatian manusia kepada kekuasaan-Nya dalam menciptakan waktu malam dan siang, serta matahari yang bersinar di waktu siang, dan bulan bercahaya di waktu malam. Masing-masing beredar pada garis edarnya dalam ruang cakrawala yang amat luas yang hanya Allahlah yang mengetahui batas-batasnya.
Adanya waktu siang dan malam disebabkan karena perputaran bumi pada sumbunya, di samping peredarannya mengelilingi matahari. Bagian bumi yang mendapatkan sinar matahari mengalami waktu siang, sedang bagiannya yang tidak mendapatkan sinar matahari tersebut mengalami waktu malam. Sedang cahaya bulan adalah sinar matahari yang dipantulkan bulan ke bumi. Di samping itu, bulan juga beredar mengelilingi bumi.
Ayat ini menegaskan kembali apa yang telah Allah firmankan dalam Surah Ibrahim/14:33. Secara luas telah diketahui bahwa matahari dan bulan memiliki "garis edar". Akan tetapi untuk "masing-masing dari keduanya (siang dan malam) beredar pada garis edarnya", merupakan sesuatu yang baru dipahami. Mengapa siang dan malam harus beredar pada garis edar (orbit- manzilah), dan apa bentuk garis orbitnya ?
Setelah dipelajari, ternyata bahwa yang dimaksud dengan "garis edar" ialah tempat kedudukan dari tempat-tempat di bumi yang mengalami pergantian siang ke malam, atau mengalami terbenamnya matahari (gurub). Sepanjang garis khatulistiwa garis ini bergeser dari Timur ke Barat seiring dengan urutan tempat-tempat terbenamnya matahari atau pergantian siang ke malam.
Waktu terbenamnya matahari juga akan bergeser seiring dengan gerakan semu matahari terhadap bumi dari utara ke selatan dan sebaliknya. Pergeseran waktu magrib ini juga bergeser dan membentuk tempat kedudukannya sendiri yang dapat dikatakan sebagai garis edar tahunan dari pergantian siang ke malam. Pada hari-hari tertentu (pada awal bulan) saat terbenam matahari itu juga merupakan awal dari terlihatnya hilal (sabit awal bulan). Sabit ini sangat tipis dan suram sehingga sangat sulit diamati (ruyah). Waktu terbitnya hilal ini akan bergeser dari Timur ke Barat, dan sebagaimana halnya pergantian siang ke malam, garis edarnya juga berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lainnya di permukaan bumi. Bila dipetakan maka tempat kedudukan tempat-tempat waktu terbitnya hilal itu sama dengan waktu terbenamnya matahari itu akan membentuk spiral yang memotong permukaan bumi dua bahkan sampai tiga
Keterangan yang terdapat dalam ayat-ayat di atas adalah untuk menjadi bukti-bukti alamiyah, di samping dalil-dalil yang rasional dan keterangan-keterangan yang terdapat dalam kitab-kitab suci terdahulu, tentang wujud dan kekuasaan Allah, untuk memperkuat apa yang telah disebutkan-Nya dalam firman-Nya yang terdahulu, bahwa "apabila" di langit dan di bumi ini ada tuhan-tuhan selain Allah niscaya rusak binasalah keduanya.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Ibnu Abud Dunia telah menuturkan sebuah kisah di dalam kitabnya yang berjudul At-Tafakkur wal I'tibar, bahwa sejumlah ahli ibadah Bani Israil melakukan tana brata selama tiga puluh tahun. Seseorang dari mereka bila melakukan ibadah selama tiga puluh tahun, pasti ia dinaungi oleh awan. Tetapi ada seseorang dari mereka yang sudah menjalani ibadahnya selama tiga puluh tahun, namun masih juga tidak ada awan yang menaunginya, tidak seperti yang terjadi pada teman-temannya. Lalu lelaki itu mengadu kepada ibunya tentang apa yang dialaminya. Maka ibunya menjawab, "Hai anakku, barangkali engkau berbuat dosa dalam masa ibadahmu itu?" Ia menjawab, "Tidak. Demi Allah, saya tidak pernah melakukan suatu dosa pun." Ibunya berkata lagi, "Barangkali kamu berniat akan melakukan dosa." Ia menjawab, "Tidak, saya tidak pernah berniat seperti itu." Ibunya berkata lagi, "Barangkali kamu sering mengangkat kepalamu ke arah langit, lalu menundukkannya tanpa merenungkannya?" Ia menjawab, "Ya, saya sering melakukan hal itu." Ibunya berkata, "Itulah kesalahan yang kamu lakukan."
Kemudian Ibnu Abud Dunia membacakan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah yang disebutkan oleh firman-Nya:
Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang.
Yakni malam hari dengan kegelapan dan ketenangannya, dan siang hari dengan cahaya dan keramaiannya. Terkadang waktu yang satu lebih panjang, dan yang lainnya lebih pendek. Begitu pula sebaliknya.
...matahari dan bulan.
Matahari mempunyai cahaya tersendiri begitu pula garis edarnya. Bulan kelihatan mempunyai cahaya yang berbeda serta garis edar yang berbeda pula. Masing-masing menunjukkan waktu yang berbeda.
Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.
Yaitu beredar.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa matahari dan bulan masing-masing beredar pada garis edarnya, sebagaimana alat tenun dalam operasinya berputar pada falkah (bandul)nya.
Mujahid mengatakan bahwa alat tenun tidaklah berputar kecuali bila bandulnya berputar, begitu pula bandul alat tenun, ia tidak berputar kecuali bila alat tenunnya berputar. Demikian pula bintang-bintang, matahari dan bulan, semuanya beredar pada garis edarnya masing-masing dengan teratur dan rapi (sehingga tidak terjadi tabrakan). Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am:96)
4 Tafsir Al-Jalalain
(Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari semua itu) lafal Kullun ini tanwinnya merupakan pergantian daripada Mudhaf ilaih, maksudnya masing-masing daripada matahari, bulan dan bintang-bintang lainnya (di dalam garis edarnya) pada garis edarnya yang bulat di angkasa bagaikan bundaran batu penggilingan gandum (beredar) maksudnya semua berjalan dengan cepat sebagaimana berenang di atas air. Disebabkan ungkapan ini memakai Tasybih, maka didatangkanlah Dhamir bagi orang-orang yang berakal; yakni keadaan semua yang beredar pada garis edarnya itu bagaikan orang-orang yang berenang di dalam air.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Allahlah yang menciptakan malam, siang, matahari dan bulan. Semua itu berjalan pada tempat yang telah ditentukan Allah dan beredar pada porosnya masing-masing yang tidak akan pernah melenceng dari garis edarnya(1). (1) Masing-masing benda langit mempunyai poros dan garis edar sendiri-sendiri. Semua benda langit itu tidak pernah kenal diam, tetapi terus beredar pada garis edarnya yang disebut orbit. Kenyataan ini tampak jelas terlihat pada matahari dan bulan. Demikian halnya dengan peredaran bumi pada porosnya menjadikan siang dan malam datang silih berganti seolah-olah beredar pula.
6 Tafsir as-Saadi
"Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi ini (tidak) goncang bersama mereka, dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk. Dan Kami jadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya. Dan Dia-lah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya." (Al-Anbiya`: 31-33)
(31) Di antara bukti kekuasaanNya dan kesempurnaan ke-esaan dan rahmatNya, yaitu bahwa tatkala bumi tidak dapat diam kecuali dengan keberadaan gunung-gunung, maka Allah meman-cangkannya, dan menempatkannya sebagai pasak padanya, agar bumi tidak bergoncang menggoncangkan para manusia. Maksud-nya tidak bergerak-gerak, hingga manusia tidak bisa menenang-kan diri padanya, tidak dapat membajak (tanah)nya dan tidak bisa menghuninya. Selanjutnya, Allah memancangkannya dengan gunung-gunung. Dengan itu, terwujudlah berbagai maslahat dan kemanfaatan yang dapat dinikmati.
Ketika keberadaan gunung-gunung yang saling menyambung dengan bagian lainnya, dalam bentuk barisan yang begitu banyak sekali, bila tetap dalam bentuknya, gunung-gunung yang tinggi, puncak-puncaknya menjulang, tentulah menyebabkan kelumpuhan hubungan antara banyak wilayah. Di antara (cerminan) hikmah Allah dan rahmatNya, Allah menjadikan antara gunung-gunung tersebut ﴾ فِجَاجٗا سُبُلٗا ﴿ "jalan-jalan yang luas," yaitu jalan-jalan yang mudah dilalui tanpa ada kesulitan dalam menempuhnya.
﴾ لَّعَلَّهُمۡ يَهۡتَدُونَ 31 ﴿ "Agar mereka mendapat petunjuk," menuju negeri-negeri yang diinginkan. Semoga mereka mendapatkan petunjuk dengan itu tentang keesaan al-Mannan (Allah Dzat Yang Maha Memberi).
(32-33) ﴾ وَجَعَلۡنَا ٱلسَّمَآءَ سَقۡفٗا ﴿ "Dan Kami jadikan langit itu sebagai atap," bagi bumi yang kalian berada di atasnya ﴾ مَّحۡفُوظٗاۖ ﴿ "yang ter-pelihara," dari kerobohan,
﴾ إِنَّ ٱللَّهَ يُمۡسِكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ أَن تَزُولَاۚ ﴿
"Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap." (Fathir: 41),
juga terlindungi dari pencurian pendengaran yang dilakukan oleh setan-setan ﴾ وَهُمۡ عَنۡ ءَايَٰتِهَا مُعۡرِضُونَ 32 ﴿ "sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya," maksudnya, lalai dan lupa diri.
Ini umum sifatnya pada semua tanda-tanda kebesaran Allah yang berada di langit, berupa ketinggian, keluasan, kebesaran, dan warnanya yang elok serta keharmonisannya yang mengagumkan dan panorama-panorama lainnya. Di dalamnya, terdapat planet-planet yang statis dan yang beredar, matahari dan bulannya yang terang benderang yang mengakibatkan terjadinya malam dan siang, dan sifat keberadaannya yang senantiasa beredar di dalam porosnya. Begitu pula, bintang-bintang yang memunculkan keman-faatan bagi umat manusia, karena berpengaruh atas kemunculan cuaca panas, dingin, dan (pergantian) musim-musim dalam seta-hun. (Dengan itu) mereka pun menjadi tahu mengenai perhitungan waktu-waktu ibadah dan muamalah mereka. Di malam hari, mereka beristirahat, merasakan ketenangan dan ketentraman. Di siang harinya, mereka bertebaran dan mencari penghidupan.
Semua perkara ini bila direnungi oleh seseorang yang cerdas dan memandangnya dengan cermat, niscaya dia akan yakin dengan seyakin-yakinnya tanpa ada keraguan apa pun bahwasanya Allah-lah yang mengaturnya berdasarkan ketentuan-ketentuan waktu pada tempo yang sudah dicanangkan sampai batas akhir yang pasti. Pada rentang waktu itu, manusia memenuhi hajat-hajatnya, dan kemanfaatan mereka terpenuhi dengannya. Tujuannya, supaya mereka dapat bersenang-senang dan memperoleh kemaslahatan.
Setelah itu, (berbagai hal tadi) akan sirna dan lenyap. Dzat yang melenyapkannya adalah Dzat yang telah menciptakannya. Dan yang akan menjadikannya diam tidak bergerak adalah Dzat yang telah menggerakkannya. Orang-orang mukallaf akan berpindah dari tempat tinggal mereka menuju tempat lain. Di sana, mereka akan menjumpai balasan amal mereka (di dunia) secara penuh dan lengkap. Sehingga dapat diketahui bahwa kegunaan tempat ini (dunia) sebagai ladang (amalan) untuk membidik tempat hunian abadi (di akhirat), dan bahwa dunia hanya merupakan lintasan perjalanan seseorang, bukan tempat huniannya.