Asy-Syura Ayat 43
وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ اِنَّ ذٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ ࣖ ( الشورى: ٤٣ )
Wa Laman Şabara Wa Ghafara 'Inna Dhālika Lamin `Azmi Al-'Umūri. (aš-Šūrā 42:43)
Artinya:
Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia. (QS. [42] Asy-Syura : 43)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Akan tetapi, barang siapa bersabar terhadap kezaliman dengan tidak melakukan pembalasan atas kezaliman itu dan memaafkannya, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang yang sabar dan memaafkan perbuatan jahat yang dilakukan orang lain atas dirinya, sedangkan ia sanggup membalasnya, mereka itu telah melakukan sesuatu yang utama dan mereka itu berhak menerima pahala yang banyak.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa seorang laki-laki mencaci maki Abu Bakar, sedangkan Nabi duduk bersamanya, tersenyum, begitu banyak caci maki itu sehingga Abu Bakar membalas caci maki tersebut. Kemudian Nabi marah dan bangun dari duduknya, lalu Abu Bakar mengikutinya dan berkata, "Ya Rasulullah, dia telah mencaci makiku sedangkan engkau duduk (melihatnya), ketika aku membalas caci makinya engkau marah dan bangkit (meninggalkanku)." Rasul kemudian menjawab, "Sesungguhnya (ketika engkau dicaci) malaikat ada bersamamu membalas caci maki orang tersebut, ketika engkau membalas caci maki itu, hadirlah setan (disitu), maka aku tidak mau duduk bersama setan." Kemudian Rasul bersabda, Ya Abu Bakar, ada 3 hal yang semuanya benar, yaitu:
1. Seorang hamba dianiaya, lalu dia memaafkan penganiayanya itu, maka ia akan dimuliakan Allah dan dimenangkan atas musuhnya.
2. Seorang laki-laki yang memberikan suatu pemberian dengan maksud mengeratkan hubungan silaturahmi akan diberi Allah tambahan rezeki yang banyak.
3. Orang-orang yang minta-minta dengan maksud memperkaya diri akan dikurangi Allah rezekinya.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Setelah mencela perbuatan aniaya dan para pelakunya serta ditetapkan-Nya hukum qisas (pembalasan), lalu Allah Swt. menyerukan kepada (hamba-hamba-Nya) untuk memaaf dan mengampuni (kesalahan orang lain) melalui firman-Nya:
Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan. (Asy-Syura: 43)
Yakni sabar dalam mengadapi gangguan yang menyakitkan dan memaafkan perbuatan buruk yang dilakukan terhadap dirinya.
Sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan. (Asy-Syura: 43)
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hal tersebut benar-benar termasuk perkara yang benar yang dianjurkan oleh Allah Swt. untuk dilakukan. Dengan kata lain, sifat memaafkan kesalahan orang lain itu merupakan sikap yang disyukuri dan perbuatan yang terpuji, pelakunya akan mendapat pahala yang berlimpah dan pujian yang baik.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Musa At-Tartusi, telah menceritakan kepada kami Abdul Musammad ibnu Yazid (pelayan Al-Fudail ibnu Iyad yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Al-Fudail ibnu Iyad mengatakan, "Apabila datang kepada Anda seorang lelaki yang mengadu kepadamu perihal perbuatan seseorang terhadap dirinya, maka katakanlah kepadanya, 'Hai saudaraku, maafkanlah dia, karena sesungguhnya sikap memaafkan itu lebih dekat kepada ketakwaan.' Dan jika dia mengatakan kepada Anda, 'Hatiku tidak kuat untuk memberi maaf, tetapi aku akan membela diri sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah Swt,' maka katakanlah kepadanya, 'jika engkau dapat membela diri, lakukanlah. Tetapi jika engkau tidak mampu, maka kembalilah ke jalan memaafkan, karena sesungguhnya pintu memaafkan itu sangat luas. Dan barang siapa yang memaafkan serta berbuat baik, maka pahalanya ditanggung oleh Allah Swt. Orang yang memaaf tidur dengan tenang di pelaminannya di malam hari, sedangkan orang yang membela dirinya membalikkan permasalahan'."
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya (yakni Ibnu Sa'id Al-Qattan), dari Ibnu Ajlan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Sa'id, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki mencaci sahabat Abu Bakar r.a, sedangkan Nabi Saw. saat itu duduk, lalu Nabi Saw. hanya tersenyum dan merasa kagum. Tetapi ketika Abu Bakar r.a. membalas sebagian cacian yang ditujukan terhadap dirinya, Nabi Saw. kelihatan marah, lalu bangkit. Maka Abu Bakar menyusulnya dan bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ketika dia mencaciku engkau tetap dalam keadaan duduk, Tetapi ketika aku membalas caciannya, engkau kelihatan marah dan meninggalkan tempat duduk." Nabi Saw. menjawab: Sesungguhnya pada mulanya ada malaikat yang bersamamu membela dirimu. Tetapi ketika engkau membalas terhadapnya sebagian dari caciannya (malaikat itu pergi) dan datanglah setan, maka aku tidak mau duduk bersama setan. Kemudian beliau Saw. bersabda pula: Hai Abu Bakar, ada tiga perkara yang semuanya benar, yaitu tidak sekali-kali seseorang hamba dianiaya dengan suatu penganiayaan, lalu ia menahan dirinya karena Allah, melainkan Allah akan memuliakannya dan menolongnya. Dan tidak sekali-kali seorang lelaki membuka pintu pemberian dengan mengharapkan silaturahim, melainkan Allah Swt. makin menambah banyak (hartanya). Dan tidak sekali-kali seorang lelaki membuka pintu meminta-minta karena ingin memperbanyak (hartanya), melainkan Allah Swt. makin menambah sedikit (hartanya).
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud, Abdul A'la ibnu Hammad, dari Sufyan ibnu Uyaynah; Abu Daud mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan pula oleh Safwan ibnu Isa yang keduanya (Sufyan dan Safwan) meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Ajlan. Abu Daud telah meriwayatkan pula hadis ini melalui jalur Al-Laits, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Basyir ibnul Muharrar, dari Sa'id ibnul Musayyab secara mursal.
Hadis ini sangat baik maknanya dan sesuai dengan akhlak As-Siddiq r.a.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Tetapi orang yang bersabar) dan ia tidak membela dirinya atau tidak menuntut balas (dan memaafkan) memaafkan kelaliman orang lain terhadap dirinya (sesungguhnya yang demikian itu) yaitu sabar dan pemaaf (termasuk hal-hal yang diutamakan) yang dianjurkan oleh syariat.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Aku bersumpah bahwa barangsiapa yang sabar menghadapi kezaliman, memaafkan dan tidak membalas pelakunya, selama hal itu tidak akan menyebabkan bertambahnya kerusakan di atas bumi, perlakuan mereka itu benar-benar suatu hal yang harus dilakukan oleh orang yang mempunyai akal sehat.
6 Tafsir as-Saadi
"Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas tanggungan Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zhalim. Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka. Sesungguhnya jalan itu atas orang-orang yang berbuat zhalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan." (Asy-Syura: 40-43).
(40) Allah سبحانه وتعالى menjelaskan pada ayat ini tingkatan-tingkatan hukuman, yaitu ada tiga tingkatan: Keadilan, keutamaan, dan kezhaliman. Tingkatan adil adalah membalas kejahatan dengan kejahatan serupa, tidak lebih dan tidak kurang. Maka nyawa di-balas dengan nyawa, setiap anggota tubuh dengan anggota tubuh yang sama, dan harta dibalas dengan ganti rugi harta yang semisal.
Tingkatan keutamaan adalah memaafkan dan berdamai dengan yang berbuat kesalahan. Maka dari itu Allah berfirman, ﴾ فَمَنۡ عَفَا وَأَصۡلَحَ فَأَجۡرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِۚ ﴿ "Maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas tanggungan Allah." Allah akan memberinya balasan upah yang sangat besar dan pahala yang sangat banyak.
Allah سبحانه وتعالى memberikan persyaratan dalam pemberian maaf, yaitu untuk perbaikan dan memberikan petunjuk bahwa apabila si pelaku kejahatan itu tidak pantas diberi maaf sedangkan masla-hat syar'i menuntut ia harus dihukum, maka dalam kondisi seperti ini pemberian maaf tidak diperintahkan. Dan pada pahala yang ditanggung Allah itu mengandung himbauan untuk memberikan maaf, dan hendaknya seorang hamba memperlakukan manusia dengan perlakuan yang dicintai oleh Allah. Sebagaimana ia senang kalau dimaafkan oleh Allah, maka hendaknya ia memaafkan me-reka. Sebagaimana ia senang kalau diampuni Allah, maka hendak-lah ia mengampuni mereka, karena sesungguhnya ganjaran itu sejenis dengan perbuatan.
Dan tingkatan kezhaliman telah dijelaskan oleh Allah سبحانه وتعالى de-ngan FirmanNya, ﴾ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ ﴿ "Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zhalim," yaitu orang-orang yang terlebih dahulu melakukan kejahatan terhadap orang lain, atau membalas pelaku kejahatan dengan balasan yang melebihi kejahatannya. Jadi, ber-lebihan itu adalah tindak kezhaliman.
(41) ﴾ وَلَمَنِ ٱنتَصَرَ ﴿ "Dan sesungguhnya orang-orang yang mem-bela diri," dari ﴾ بَعۡدَ ظُلۡمِهِۦ ﴿ "sesudah teraniaya," maksudnya, membela diri dari orang yang menganiayanya setelah kezhaliman menimpa-nya, ﴾ فَأُوْلَٰٓئِكَ مَا عَلَيۡهِم مِّن سَبِيلٍ ﴿ "tidak ada suatu dosa pun atas mereka." Arti-nya, tidak ada dosa atas mereka dalam melakukan pembelaan itu.
FirmanNya, ﴾ وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَابَهُمُ ٱلۡبَغۡيُ ﴿ "Dan orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zhalim," dan FirmanNya,﴾ وَلَمَنِ ٱنتَصَرَ بَعۡدَ ظُلۡمِهِۦ ﴿ "Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah ter-aniaya," menunjukkan bahwa perbuatan penganiayaan dan kezha-liman sudah ada dan telah terjadi. Adapun kalau masih hanya dalam bentuk keinginan untuk melakukan penganiayaan terhadap orang lain dan keinginan untuk bertindak zhalim, namun belum dilakukan sedikitpun, maka yang seperti ini tidak boleh diberi ba-lasan dengan yang serupa. Ia hanya diberi pelajaran yang bisa mem-buatnya jera dari perkataan atau perbuatan yang berasal darinya.
(42) ﴾ إِنَّمَا ٱلسَّبِيلُ ﴿ "Sesungguhnya jalan itu," artinya, sesung-guhnya hujjah berupa hukuman syar'i itu d i t u j u k a n ﴾ عَلَى ٱلَّذِينَ يَظۡلِمُونَ ٱلنَّاسَ وَيَبۡغُونَ فِي ٱلۡأَرۡضِ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّۚ ﴿ "atas orang-orang yang berbuat zhalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak." Ini meliputi semua bentuk kezhaliman dan penganiayaan terhadap orang lain, terhadap darah (jiwa) mereka, harta atau kehormatan mereka. ﴾ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٞ ﴿ "Mereka itu mendapat azab yang pedih," artinya, yang menyakitkan jiwa dan badan sesuai dengan kezhaliman dan penganiayaannya.
(43) ﴾ وَلَمَن صَبَرَ ﴿ "Tetapi orang yang bersabar" dalam mengha-dapi apa yang dia rasakan dari gangguan orang lain, ﴾ وَغَفَرَ ﴿ "dan memaafkan" mereka dengan memaafkan perbuatan yang mereka lakukan terhadapnya, ﴾ إِنَّ ذَٰلِكَ لَمِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ ﴿ "sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan," artinya, termasuk perkara-perkara yang dianjurkan dan ditekankan oleh Allah dan Allah me-ngabarkan bahwa ia tidak akan dilakukan kecuali oleh orang-orang yang penyabar yang memperoleh keutamaan yang sangat besar, dan ia termasuk perkara yang tidak bisa dilakukan kecuali oleh orang-orang yang memiliki tekad dan kemauan keras dan orang-orang yang memiliki pikiran dan nurani. Sebab, sesungguhnya tidak melakukan pembelaan diri dengan ucapan atau perbuatan adalah merupakan sesuatu yang sangat berat bagi jiwa, dan sabar atas gangguan, memaafkan, mengampuni dan membalasnya de-ngan kebaikan adalah lebih berat dan lebih berat lagi. Namun, itu semua ringan bagi orang yang diringankan oleh Allah dan berjihad melawan nafsunya untuk bisa bersikap demikian serta memohon pertolongan kepada Allah سبحانه وتعالى untuk itu. Kemudian apabila seorang hamba merasakan manisnya sabar dan menemukan pengaruh-pengaruhnya, maka ia akan menghadapi semua itu dengan lapang dada, akhlak mulia, dan menikmatinya.