Allah Swt. berfirman:
dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka.
Yakni hanya agama Allah-lah menang lagi tinggi berada di atas agama lainnya, seperti pengertian yang terkandung di dalam hadis Sahihain:
melalui Abu Musa Al-Asy'ari yang menceritakan: Nabi Saw. pernah ditanya mengenai seorang lelaki yang berperang karena keberaniannya, seorang lelaki yang berperang karena fanatiknya, dan seorang lelaki yang berperang karena riya (pamer), manakah di antaranya yang termasuk ke dalam perang di jalan Allah? Nabi Saw. menjawab, "Barang siapa yang berperang demi meninggikan kalimah Allah, maka dia adalah orang yang berperang di jalan Allah."
Di dalam kitab Sahihain disebutkan pula hadis berikut:
Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengatakan tidak ada Tuhan selain Allah, apabila mereka mau mengucapkannya, berarti mereka memelihara darah dan harta bendanya dariku, kecuali karena alasan yang hak, sedangkan perhitungan mereka (yang ada di dalam hati mereka) diserahkan kepada Allah.
Firman Allah Swt.:
Jika mereka berhenti (dari memusuhi kalian), maka tidak ada permusuhan (lagi) kecuali terhadap orang-orang yang zalim.
Yakni jika mereka tidak melakukan lagi kebiasaan syiriknya dan tidak lagi memerangi orang-orang mukmin, maka cegahlah diri kalian dari mereka, karena sesungguhnya orang-orang yang memerangi mereka sesudah itu adalah orang yang zalim, dan tidak ada lagi permusuhan kecuali terhadap orang-orang yang zalim. Demikianlah menurut takwil yang dikemukakan oleh Mujahid, yakni tidak ada perang lagi kecuali terhadap orang yang memulainya. Atau makna yang dimaksud ialah, apabila mereka berhenti memusuhi kalian, berarti kalian telah bebas dari gangguan perbuatan aniaya mereka, yaitu kemusyrikan mereka, maka tidak ada permusuhan lagi terhadap mereka sesudah itu. Yang dimaksud dengan istilah 'udwan dalam ayat ini ialah membalas dan memerangi, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
Oleh karena itu, barang siapa yang menyerang kalian, maka seranglah ia seimbang dengan serangannya terhadap kalian. (Al Baqarah:194)
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. (Asy Syuura:40)
Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian. (An Nahl:126)
Karena itulah maka Ikrimah dan Qatadah mengatakan bahwa orang yang zalim ialah orang yang menolak, tidak mau mengucapkan kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah'.
Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi. (Al Baqarah:193), hingga akhir ayat. Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa ia pernah kedatangan dua orang lelaki pada zaman fitnah Ibnuz Zubair (kemelut yang terjadi di masa Abdullah ibnuz Zubair), lalu kedua lelaki itu berkata, "Sesungguhnya orang-orang telah melibatkan dirinya dalam kemelut ini, sedangkan engkau —hai Ibnu Umar— sebagai sahabat Nabi Saw. mengapa tidak ikut berangkat berperang?" Ibnu Umar menjawab, "Diriku tercegah oleh hukum Allah yang melarang darah saudaraku." Keduanya mengatakan lagi, "Bukankah Allah Swt. telah berfirman: 'Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi' (Al Baqarah:193)?" Ibnu Umar menjawab, "Kami telah berperang sehingga tiada ada fitnah lagi, dan agama hanyalah untuk Allah. Sedangkan kalian menghendaki agar perang kalian lakukan sehingga fitnah timbul lagi dan agar agama untuk selain Allah."
Usman ibnu Saleh meriwayatkan dari Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Fulan dan Haiwah ibnu Syuraih, dari Bakr ibnu Umar Al-Magafiri, bahwa Bukair ibnu Abdullah pernah menceritakan kepadanya dari Nafi', bahwa ada seorang lelaki datang kepada sahabat Ibnu Umar dan mengatakan, "Hai Abu Abdur Rahman, apakah yang mendorongmu melakukan ibadah haji satu tahun dan bermukim satu tahun, sedangkan engkau meninggalkan jihad di jalan Allah Swt., padahal engkau mengetahui anjuran Allah mengenai berjihad itu?" Ibnu Umar menjawab, "Hai anak saudaraku, Islam dibangun di atas lima pilar, yaitu iman kepada Allah dan Rasul-Nya, salat lima waktu, puasa Ramadan, menunaikan zakat, dan haji ke Baitullah." Mereka mengatakan, "Bukankah engkau telah mendengar apa yang telah dikatakan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya, hai Abu Abdur Rahman, (yaitu): 'Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah' (Al Hujuraat:9). Juga firman Allah Swt. yang mengatakan: 'Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi' (Al Baqarah:193)." Ibnu Umar berkata, "Kami telah melakukannya di zaman Rasulullah Saw. yang pada saat itu Islam masih minoritas, dan seorang lelaki muslim diuji dalam agamanya, adakalanya dibunuh oleh mereka atau disiksa. Ketika Islam menjadi mayoritas, maka tidak ada fitnah lagi." Lelaki itu berkata, "Bagaimanakah menurutmu tentang Ali dan Us'man?" Ibnu Umar menjawab, "Adapun mengenai Usman, maka Allah telah memaafkannya, dan kalian ternyata tidak suka memaafkannya. Sedangkan Ali, dia adalah anak paman Rasulullah Saw. dan juga sebagai menantunya," lalu Ibnu Umar mengisyaratkan dengan tangannya dan berkata, "Itulah rumah Ali seperti yang kalian lihat sendiri (yakni tinggal di rumah Rasulullah Saw.)."