Al-Mu'minun Ayat 62
وَلَا نُكَلِّفُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَاۖ وَلَدَيْنَا كِتٰبٌ يَّنْطِقُ بِالْحَقِّ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ ( المؤمنون: ٦٢ )
Wa Lā Nukallifu Nafsāan 'Illā Wus`ahā Wa Ladaynā Kitābun Yanţiqu Bil-Ĥaqqi Wa Hum Lā Yužlamūn. (al-Muʾminūn 23:62)
Artinya:
Dan Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada Kami ada suatu catatan yang menuturkan dengan sebenarnya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan). (QS. [23] Al-Mu'minun : 62)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Para pendurhaka yang disebut pada ayat sebelumnya boleh jadi menganggap bahwa ajaran agama sangat memberatkan. Menyanggah anggapan ini Allah berfirman, “Dan Kami tidak membebani seseorang dengan amalan-amalan ibadah melainkan menurut kesanggupannya, maka tidak sewajarnya bila seseorang merasa tidak mampu; dan pada Kami ada suatu catatan yang menuturkan dengan sebenarnya apa saja yang dilakukan oleh manusia, dan mereka tidak dizalimi atau dirugikan dengan bertambahnya dosa atau berkurangnya pahala. Allah tidak akan pernah berbuat zalim kepada manusia, tetapi manusialah yang menzalimi diri sendiri (Lihat juga: Surah Yùnus/10: 44).
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Dengan ayat ini Allah menjelaskan bahwa sudah menjadi sunnah dan ketetapan-Nya, Dia tidak akan membebani seseorang dengan suatu kewajiban atau perintah kecuali perintah itu sanggup dilaksanakannya dan dalam batas-batas kemampuannya. Tidak ada syariat yang diwajibkan-Nya yang berat dilaksanakan oleh hamba-Nya dan di luar batas kemampuannya, hanya manusialah yang memandangnya berat karena keengganannya atau ia disibukkan oleh urusan dunianya atau tugas tersebut menghalanginya dari melaksanakan keinginannya.
Padahal perintah itu, seperti salat umpamanya amat ringan dan mudah bagi orang yang telah biasa mengerjakannya, bahkan salat itu pun dapat meringankan beban dan tekanan hidup yang dideritanya bila ia benar-benar mengerjakannya dengan tekun dan khusyuk. Muqatil berkata, "Barang siapa tidak sanggup mengerjakan salat dengan berdiri ia boleh mengerjakannya dalam keadaan duduk, dan kalaupun tidak sanggup duduk maka dengan isyarat saja pun sudah cukup." Karena itu tidak ada alasan sama sekali bagi orang mukmin untuk membebaskan diri dari kewajiban salat, demikian pula kewajiban-kewajiban lainnya, karena semua kewajiban itu adalah dalam batas-batas kemampuannya. Hanya nafsu dan keinginan manusialah yang menjadikan kewajiban-kewajiban itu berat baginya. Maka orang yang seperti ini telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri dan akan mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan atas keingkaran dan keengganannya. Setiap pelanggaran terhadap perintah Allah akan dicatat dalam buku catatan amalnya, demikian pula amal perbuatan yang baik, kecil maupun besar semuanya tercatat dalam buku itu sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
(Allah berfirman), "Inilah Kitab (catatan) Kami yang menuturkan kepadamu dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan." (al-Jatsiyah/45: 29)
Dan firman-Nya:
Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, "Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya," dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang jua pun. (al-Kahf/18: 49)
Mereka akan diberi balasan sesuai dengan perbuatannya yang tertera dalam buku catatan itu dan mereka tidak akan dirugikan sedikit pun.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Allah Swt. menceritakan tentang keadilan dalam syariat-Nya terhadap hamba-hamba-Nya di dunia, bahwa Dia sama sekali tidak pernah membebankan kepada seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Yakni melainkan menurut apa yang kuat disanggah dan dikerjakannya. Dan bahwa kelak di hari kiamat Dia akan menghisab amal perbuatan mereka yang telah tercatat di dalam kitab catatan amal perbuatan mereka; tiada sesuatu pun dari amal perbuatan mereka yang tidak tercatat atau hilang. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran. (Al Mu’minun: 62)
Yaitu kitab catatan amal perbuatan.
dan mereka tidak dianiaya. (Al Mu’minun: 62)
Maksudnya, tidak dirugikan barang sedikit pun dari kebaikannya. Adapun amal buruknya, maka Allah banyak memaaf dan mengampuninya bagi hamba-hamba-Nya yang beriman.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya) yang sesuai dengan kemampuannya, oleh karenanya barang siapa tidak mampu melakukan salat sambil berdiri, maka ia boleh melakukannya sambil duduk, dan barang siapa tidak mampu melakukan puasa maka ia boleh berbuka (dan pada sisi Kami) di sisi Kami (ada suatu kitab yang membicarakan dengan benar) apa yang telah dilakukan oleh seseorang, yaitu Lohmahfuz; padanya ditulis semua amal-amal perbuatan (dan mereka) kita semua orang yang beramal (tidak dianiaya) barang sedikit pun dari amal-amalnya, oleh karenanya sedikit pun tidak dikurangi pahala amal kebaikannya, dan tidak pula ditambah dosa-dosanya.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Kami tidak akan membebani seseorang kecuali sesuatu yang mampu dilakukannya, dalam batas-batas kemampuan. Setiap perbuatan manusia tercatat dalam buku yang ada pada Kami, dan akan Kami beritahukan kepadanya seperti apa adanya. Mereka tidak akan dicurangi dengan penambahan siksa atau pengurangan pahala.
6 Tafsir as-Saadi
"Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Rabb mereka, dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka, dan orang-orang yang tidak memperseku-tukan dengan Rabb mereka (sesuatu apa pun), dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka, mereka itu bersegera untuk menda-pat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya." (Al-Mu`minun: 57-62).
(57) ﴾ إِنَّ ٱلَّذِينَ هُم مِّنۡ خَشۡيَةِ رَبِّهِم مُّشۡفِقُونَ ﴿ "Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Rabb mereka," maksudnya merasa was-was, hati mereka khawatir. Itu semua bersumberkan dari sifat ketakutan mereka kepada Rabb mereka, lantaran kekha-watiran bahwa Allah akan memutuskan sifat keadilanNya pada mereka, hingga tidak menyisakan kebaikan untuk mereka dan prasangka buruk terhadap diri mereka sendiri sekiranya belum melaksanakan hak Allah تعالى (dengan sepenuhnya), dan karena ke-khawatiran terhadap keimanan mereka yang akan lenyap, karena pengetahuan mereka tentang Rabb mereka dan keagungan serta penghormatan yang berhak Allah dapatkan (dari hambaNya). Rasa takut dan khawatir mereka berkonsekuensi pada mereka untuk mengekang diri dari dampak perkara yang menakutkan, berupa dosa dan peremehan dalam menjalankan kewajiban-kewajiban.
(58) ﴾ وَٱلَّذِينَ هُم بِـَٔايَٰتِ رَبِّهِمۡ يُؤۡمِنُونَ ﴿ "Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka," yaitu jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat (tanda-tanda kebesaran)Nya, maka akan menambah keimanan mereka dan (mengajak mereka) berpikir tentang ayat-ayat al-Qur`an dan merenunginya sehingga menjadi jelaslah makna-makna al-Qur`an dan keagungan serta keselarasannya, tiadanya unsur yang saling berselisih dan kontradiktif, dan perkara-perkara yang mengajak orang mengarah ke perenungan, seperti ma'rifa-tullah, rasa takut kepadaNya, menggantungkan harapan kepadaNya serta situasi dan kondisi proses pembalasan amalan. Hal-hal itu menimbulkan perincian (nilai-nilai) keimanan bagi mereka yang tidak bisa diungkapkan dengan bahasa verbal. Mereka memikirkan pula tanda-tanda kebesaranNya yang berada di angkasa, seperti tertuang dalam FirmanNya,
﴾ إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَأٓيَٰتٖ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ 190 ﴿
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta silih ber-gantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal." (Ali Imran: 190).
(59) ﴾ وَٱلَّذِينَ هُم بِرَبِّهِمۡ لَا يُشۡرِكُونَ ﴿ "Dan orang-orang yang tidak mem-persekutukan dengan Rabb mereka (sesuatu apa pun)," maksudnya syirik yang sangat jelas, semisal menjadikan selain Allah sebagai sesembahan, yang dia seru dan harapkan (pertolongannya); dan tidak melakukan syirik yang tersembunyi, seperti riya` dan lainnya. Bahkan, mereka beribadah dengan ikhlas karena Allah dalam ucapan-ucapan, tindakan-tindakan, dan seluruh kondisi mereka.
(60) ﴾ وَٱلَّذِينَ يُؤۡتُونَ مَآ ءَاتَواْ ﴿ "Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan," maksudnya mereka memberikan dari diri mereka (dengan suka rela) sesuatu yang mereka diperintahkan untuk menjalankannya yaitu sesuatu yang telah mereka berikan, berupa amalan-amalan yang mereka mampu mengerjakannya, se-perti shalat, (membayar) zakat, haji, sedekah dan lain sebagainya, ﴾ وَّقُلُوبُهُمۡ وَجِلَةٌ ﴿ "dengan hati yang takut," merasa takut ﴾ أَنَّهُمۡ إِلَىٰ رَبِّهِمۡ رَٰجِعُونَ ﴿ "(karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka," maksudnya mereka merasa takut saat amalan-amalan mereka ditampilkan kepada Allah dan berdiri di hadapanNya, sekiranya amalan mereka tidak bisa menyelamatkan mereka dari siksaan Allah. Hal ini merupakan wujud pengetahuan mereka ten-tang Allah dan hal-hal yang menjadi hak Allah, seperti berbagai macam ibadah.
(61) ﴾ أُوْلَٰٓئِكَ يُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِ ﴿ "Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan," yaitu dalam kancah perlombaan amalan kebaikan. Obsesi mereka adalah segala yang mendekatkan diri mereka kepada Allah. Minat mereka terforsirkan pada urusan-urusan yang me-nyelamatkan mereka dari siksaanNya. Setiap kebaikan yang telah mereka dengar, dan muncul kesempatan bagi mereka untuk [me-nyusulnya], niscaya mereka memanfaatkannya dan bersegera mengerjakannya.
Sungguh, mereka telah memandang para wali Allah dan para kekasihNya di depan mereka di sisi kanan dan sisi kiri (dan ingin menyerupai mereka). Mereka sigap kepada setiap kebaikan, ber-kompetisi meraih kedekatan di sisi Rabb mereka. Mereka (berusaha) mendahului mereka (para wali kekasih Allah).
Ketika ada orang yang berhasil mendahului dan lebih cepat daripada yang lain, karena ketekunan dan kesungguhannya, atau kadang tidak dapat mengalahkan (orang lain) lantaran sikap penye-pelean yang muncul darinya, maka Allah تعالى mengabarkan bahwa mereka itu masuk dalam golongan orang-orang yang berlomba. Allah berfirman, ﴾ وَهُمۡ لَهَا ﴿ "dan merekalah kepadanya," kepada kebaikan-kebaikan ﴾ سَٰبِقُونَ ﴿ "bersegera memperolehnya," sungguh mereka telah mencapai titik puncaknya dan saling berlomba dengan generasi awal. Kendatipun demikian, telah berlalu ketetapan kebahagiaan dari Allah bagi mereka, bahwa mereka adalah orang-orang sabiqun (yang bersegera dalam berbuat baik).
(62) Sesudah menyebutkan semangat berlomba dan kece-patan mereka menuju kebaikan, mungkin ada orang berpraduga salah bahwa perkara yang dituntut pada mereka dan orang lain merupakan perkara yang di luar kemampuan atau sulit, maka Allah memberitahukan bahwa, ﴾ وَلَا نُكَلِّفُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ ﴿ "Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya," maksudnya sesuai dengan kemampuan yang bisa dia perbuat, dengan tetap menyisa-kan kekuatannya, tidak menghabiskan seluruh kekuatannya seba-gai (cerminan) rahmat dan hikmahNya untuk memudahkan jalan kepadaNya, dan supaya jalan lurus yang biasa ditempuh para peniti (tetap) ramai di setiap waktu.
﴾ وَلَدَيۡنَا كِتَٰبٞ يَنطِقُ بِٱلۡحَقِّ ﴿ "Dan di sisi Kami ada suatu kitab yang mem-bicarakan kebenaran," yaitu kitab yang pertama yang memuat segala sesuatu, selaras dengan setiap fakta yang akan terjadi. Oleh karena itu, ia merupakan kebenaran. ﴾ وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ ﴿ "Dan mereka tidak dianiaya," dengan mengurangi kebaikan mereka atau menambahi hukuman dan pelanggaran mereka.