Al-Furqan Ayat 62
وَهُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِّمَنْ اَرَادَ اَنْ يَّذَّكَّرَ اَوْ اَرَادَ شُكُوْرًا ( الفرقان: ٦٢ )
Wa Huwa Al-Ladhī Ja`ala Al-Layla Wa An-Nahāra Khilfatan Liman 'Arāda 'An Yadhdhakkara 'Aw 'Arāda Shukūrāan. (al-Furq̈ān 25:62)
Artinya:
Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau yang ingin bersyukur. (QS. [25] Al-Furqan : 62)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Dan bentuk kekuasaan Allah lainnya adalah bahwa Dia pula yang menjadikan malam dan siang silih berganti sesuai dengan perputaran bumi mengelilingi matahari. Siang dan malam saling berkejaran. Kejadian alam seluruh ini haruslah menjadi bahan renungan bagi orang yang ingin mengambil pelajaran bahwa semua ciptaan Allah pasti mempunyai hikmah yang besar bagi makhluk-Nya, atau bagi yang ingin bersyukur dengan hati, lisan dan anggota badannya untuk mencari rida Allah.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Allah pula yang menjadikan malam dan siang silih berganti agar menjadi pelajaran bagi orang-orang yang selalu mengingat nikmat-Nya dan bertafakur tentang keajaiban ciptaan-Nya. Dengan demikian, timbul dorongan untuk mensyukuri nikmat-nikmat Allah itu. Jika seandainya malam dan siang tidak bergiliran, dan matahari terus saja bersinar, niscaya hal itu menimbulkan perasaan jemu atau bosan dan lelah karena tidak dapat beristirahat di malam hari. Demikian pula jika malam terus berlangsung tanpa diselingi dengan sinar matahari, niscaya membawa kerusakan bagi makhluk yang membutuhkannya. Adanya pergantian siang dan malam itu memberikan kesempatan untuk menyempurnakan kekurangan dalam ibadah yang sunah yaitu bilamana seseorang karena kesibukan bekerja pada siang harinya tidak sempat berdoa atau membaca wirid, maka dapat dilaksanakan pada malam harinya, seperti tersebut dalam sebuah hadis sahih:
Sesungguhnya Allah mengulurkan tangan-Nya di malam hari supaya orang yang berbuat dosa pada siang hari dapat bertobat dan mengulurkan tangan-Nya pada siang hari supaya dapat bertobat orang yang berdosa pada malam harinya, sampai matahari terbit dari tempat terbenamnya. (Riwayat Muslim dari Abu Musa).
Diriwayatkan bahwa Umar bin Khaththab pernah salat Duha lama sekali. Tatkala beliau ditegur oleh salah seorang sahabat, beliau menjawab bahwa ia meninggalkan beberapa wirid hari ini, karena kesibukan, maka ia bermaksud mengganti kekurangan itu dengan salat Duha, lalu beliau membaca ayat 62 ini.
Malam, siang, matahari, dan bulan merupakan empat nikmat Allah. Allah menciptakan malam sehingga manusia dapat beristirahat akibat gelapnya malam. Siang diciptakan oleh Allah dengan terbitnya matahari untuk bekerja. Allah menciptakan matahari dan bulan masing-masing mempunyai poros dan garis edarnya sendiri-sendiri. Tanpa kenal lelah, dan tidak pernah diam, semuanya terus beredar.
Pergantian siang dengan malam bisa hanya berupa perubahan terang menjadi gelap. Akan tetapi, secara psikologis pergantian dari terang menjadi gelap itu memberikan dampak suasana hati yang sama sekali berbeda dengan suasana siang. Berbagai percobaan telah dilakukan untuk mengamati bagaimana pengaruh psikis terhadap pekerja malam. Teramati gejala psikosomatis (gejala fisik yang disebabkan oleh penyebab psikis) mulai dari hanya mual-mual sampai yang agak berat yaitu depresi mental. Ini baru pengaruh jangka pendek terhadap fisik dan kejiwaan manusia. Pengaruh jangka panjang bisa memberikan efek yang lebih berat. Oleh sebab itu, Allah menggariskan malam untuk istirahat dan siang untuk bekerja. Jadi bekerja malam hari yang disebut lembur itu bertentangan dengan kodrat manusia seperti yang digariskan Allah.
Kondisi ini tak mengherankan karena pada siang hari bumi mendapatkan paparan (exposure) sinar tampak, mulai bergeser ke warna kuning saat matahari terbenam, bergeser ke infra-merah saat salat Isya, ke ultraviolet jika malam telah larut, dan mendekati gelombang gamma yang berbahaya mendekati subuh. Paparan ini yang menyebabkan manusia menderita psikosomatik jika tidak beristirahat dan terpaksa harus bekerja.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Adapun firman Allah Swt.:
Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti. (Al Furqaan:62)
Yakni masing-masing dari keduanya silih berganti, tiada henti-hentinya. Bila yang satunya datang, yang lainnya pergi, dan bila yang lain datang, maka yang satunya pergi, demikianlah seterusnya. Hal yang sama disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Dan Dia telah menundukkan (pula) bagi kalian matahari dan bulan yang terus-menerus beredar. (Ibrahim:33)
Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Al A'raf:54)
Dan firman Allah Swt.:
Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan. (Yaa Siin:40)
Adapun firman Allah Swt.:
bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Al Furqaan:62)
Artinya, Allah menjadikan siang dan malam silih berganti sebagai pertanda waktu buat hamba-hamba-Nya untuk beribadah kepada-Nya. Maka barang siapa yang meninggalkan suatu amalan di malam hari, ia dapat menyusulnya di siang hari, dan barang siapa yang meninggalkan suatu amalan di siang hari, ia dapat menyusulnya di malam hari. Dalam sebuah hadis sahih telah disebutkan melalui firman-Nya:
Sesungguhnya Allah Swt. membuka lebar tangan-Nya di malam hari untuk (menerima) tobat orang yang melakukan dosa di siang hari, dan Dia membuka lebar tangan-Nya di siang hari untuk (menerima) tobat orang yang berbuat dosa di malam hari.
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah, dari Al-Hasan, bahwa Umar ibnul Khattab mengerjakan salat duhanya cukup panjang. Ketika ditanyakan kepadanya, "Engkau telah melakukan sesuatu pada hari ini yang belum pernah engkau lakukan sebelumnya." Maka ia menjawab, "Sesungguhnya masih ada sesuatu dari wiridku yang tersisa, maka aku suka untuk menyempurnakannya (mengqadainya)" Lalu ia membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Al Furqaan:62)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat, bahwa barang siapa yang meninggalkan sesuatu amalan di malam hari, maka ia boleh mengerjakannya di siang hari, atau barang siapa yang meninggalkan sesuatu amalan di siang hari, maka ia dapat mengerjakannya di malam hari. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, dan Al-Hasan.
Mujahid dan Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Khilfah" yakni saling bertentangan, yang satu mempunyai ciri khas gelap, sedangkan yang lain mempunyai ciri khas terang.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Dan Dia pula yang menjadikan malam dan siang silih berganti) yakni satu sama lainnya saling silih berganti dengan yang lainnya (bagi orang yang ingin mengambil pelajaran) dapat dibaca Yadzdzakkara dan Yadzkura, yang pembahasannya sebagaimana pada ayat sebelumnya. Yakni, ia ingat akan kebaikan yang tidak dilakukan pada salah satu di antaranya, kemudian ia melakukan pada waktu yang lainnya, sebagai ganti dari apa yang tidak dilakukannya di waktu yang pertama tadi (atau orang yang ingin bersyukur) atas nikmat Rabb yang telah dilimpahkan kepadanya pada dua waktu itu.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Allahlah yang menjadikan malam dan siang secara silih berganti, yang satu datang menggantikan yang lain. Kami atur semua ini agar siapa saja dapat mengambil pelajaran dari aturan semacam ini, sehingga dapat mengetahui kebijaksanaan dan kekuasaan Allah. Atau agar ia dapat menyukuri nikmat yang agung ini.
6 Tafsir as-Saadi
"Mahasuci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya. Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur." (Al-Furqan: 61-62).
(61) ﴾ تَبَارَكَ ٱلَّذِي جَعَلَ فِي ٱلسَّمَآءِ بُرُوجٗا ﴿ "Mahasuci Allah yang menjadi-kan di langit gugusan-gugusan bintang," maksudnya adalah bintang-bintang dan keseluruhannya, atau letak-letak garis orbit matahari dan bulan yang dilaluinya satu demi satu. Ia laksana bangunan tinggi dan benteng bagi perkotaan di dalam melindunginya. Demi-kian pula halnya bintang-bintang, laksana benteng-benteng men-julang tinggi yang dibuat untuk penjagaan. Karena sesungguhnya bintang-bintang itu adalah alat pelempar untuk setan-setan.
﴾ وَجَعَلَ فِيهَا سِرَٰجٗا ﴿ "Dan Dia menjadikan juga padanya matahari," padanya terkandung cahaya dan panas yaitu matahari, ﴾ وَقَمَرٗا مُّنِيرٗا ﴿ "dan bulan yang bercahaya." Di dalamnya ada cahaya[32] yang tidak panas. Dan ini termasuk salah satu bukti keagunganNya dan betapa banyak ihsan (kebaikan)Nya, disebabkan penciptaan yang luar biasa yang terkandung di dalamnya, pengaturan yang rapi dan keindahan yang agung yang menunjukkan kepada keagungan Penciptanya di dalam seluruh sifat-sifatNya, dan berbagai kemas-lahatan yang terdapat di dalamnya bagi manusia dan berbagai manfaat yang merupakan bukti atau betapa banyaknya kebaikan dan karuniaNya.
(62) ﴾ وَهُوَ ٱلَّذِي جَعَلَ ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَ خِلۡفَةٗ ﴿ "Dan Dia (pula) yang menjadi-kan malam dan siang silih berganti," maksudnya yang satu berlalu, lalu datang yang lain. Demikianlah seterusnya selama-lamanya tidak akan pernah bersatu dan tidak pernah hilang. ﴾ لِّمَنۡ أَرَادَ أَن يَذَّكَّرَ أَوۡ أَرَادَ شُكُورٗا ﴿ "Bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur," maksudnya bagi siapa saja yang ingin (melalui keduanya) mengambil pelajaran dan merenung dan berargumen dengan keduanya atas berbagai tuntutan-tuntutan ilahi, dan untuk bersyukur kepada Allah atas semua itu, dan bagi siapa saja yang ingin berdzikir, mengingat Allah dan bersyukur kepadaNya, dan bagiNya wirid malam hari atau siang hari. Maka siapa saja yang wiridnya tertinggal pada siang hari, maka dia menunaikannya pada malam hari. Sesungguhnya hati itu selalu berbolak-balik dan berubah-ubah pada waktu-waktu di malam dan siang hari, sehing-ga terjadi rasa giat, malas, ingat, lalai, pelit, memberi, menghadap dan berpaling. Maka Allah menjadikan malam dan siang berganti-an atas manusia dan selalu berulang-ulang, agar terjadi dzikir, giat dan syukur kepada Allah pada waktu yang lain, malam atau siang, karena waktu ibadah selalu berulang dengan berulangnya malam dan siang. Maka setiap kali waktu itu berulang, terjadilah suatu semangat baru bagi seseorang, bukan semangatnya yang telah mengendur pada waktu yang telah lalu, sehingga ia bisa makin menyadarinya dan makin mensyukurinya. Sesungguhnya tugas-tugas ketaatan itu laksana siraman iman yang menyiraminya. Kalau saja bukan karena itu, niscaya tanaman iman menjadi layu dan kering. Maka segala puji bagi Allah atas semua itu.
Kemudian Allah menyebutkan di antara sejumlah kebaikan dan karunia atas hamba-hambaNya yang shalih dan taufikNya kepada mereka untuk bisa beramal shalih yang membuat mereka mampu meraih kedudukan tertinggi di istana surga, seraya berfir-man,