Al-'Ankabut Ayat 46
۞ وَلَا تُجَادِلُوْٓا اَهْلَ الْكِتٰبِ اِلَّا بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۖ اِلَّا الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْهُمْ وَقُوْلُوْٓا اٰمَنَّا بِالَّذِيْٓ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَاُنْزِلَ اِلَيْكُمْ وَاِلٰهُنَا وَاِلٰهُكُمْ وَاحِدٌ وَّنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ ( العنكبوت: ٤٦ )
Wa Lā Tujādilū 'Ahla Al-Kitābi 'Illā Bi-Atī Hiya 'Aĥsanu 'Illā Al-Ladhīna Žalamū Minhum Wa Qūlū 'Āmannā Bial-Ladhī 'Unzila 'Ilaynā Wa 'Unzila 'Ilaykum Wa 'Ilahunā Wa 'Ilahukum Wāĥidun Wa Naĥnu Lahu Muslimūna. (al-ʿAnkabūt 29:46)
Artinya:
Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka, dan katakanlah, ”Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhan kamu satu; dan hanya kepada-Nya kami berserah diri.” (QS. [29] Al-'Ankabut : 46)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Pada ayat sebelumnya Allah memberi umat Islam petunjuk dalam menghadapi kaum musyrik Mekah atau para penyembah berhala. Allah lalu menyusulinya dengan ayat ini, yang mengajarkan cara berdakwah kepada kaum Yahudi dan Nasrani. Dan janganlah kamu, wahai umat Islam, berdebat demi menunjukkan kebenaran ajaran Islam dengan Ahli Kitab, yakni Yahudi dan Nasrani yang mengingkari kerasulan Nabi Muhammad, melainkan dengan cara yang lebih lebih baik dibanding caramu menghadapi orang-orang musyrik yang tidak percaya Tuhan. Kaum Yahudi dan Nasrani sejatinya percaya kepada Tuhan dan ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa dan Isa sehingga lebih mudah bagimu untuk mengajak mereka kepada agama Islam. Berdebatlah dengan cara yang lebih baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka, yaitu orang-orang yang tetap membantah, membangkang, bahkan memusuhimu setelah menerima penjelasan-penjelasan yang kamu sampaikan dengan cara terbaik. Kamu bisa menunjukkan cara dan sikap yang lebih tegas kepada mereka itu, dan katakanlah kepada mereka, ”Kami telah beriman kepada kitab Al-Qur’an yang diturunkan kepada kami dan kitab-kitab yang diturunkan kepadamu, yakni Taurat dan Injil. Tuhan kami dan Tuhan kamu sesungguhnya satu, yaitu Allah; dan hanya kepada-Nya kami senantiasa berserah diri.”
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Dalam ayat ini, Allah memberi petunjuk kepada Nabi Muhammad dan kaum Muslimin tentang materi dakwah dan cara menghadapi Ahli Kitab, karena sebagian besar mereka ini tidak menerima seruannya. Ketika Rasulullah menyampaikan ajaran Islam, kebanyakan dari mereka mendustakannya. Hanya sedikit sekali di antara mereka yang menerimanya. Padahal mereka telah mengetahui Muhammad dan ajaran yang dibawanya, sebagaimana mereka mengetahui dan mengenal anak-anak mereka sendiri.
Allah berfirman:
Orang-orang yang telah Kami beri Kitab (Taurat dan Injil) mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Sesungguhnya sebagian mereka pasti menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui(nya) (al-Baqarah/2: 146)
Pada ayat yang lain, Allah menerangkan dan menjelaskan cara berdakwah yang baik, sebagaimana firman-Nya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. (an-Nahl/16: 125)
Menyeru manusia ke jalan Tuhan dengan hikmah dan bijaksana serta mendebat mereka dengan cara yang baik dilakukan kepada orang-orang yang tidak melakukan kezaliman. Adapun terhadap orang-orang yang melakukan kezaliman, yaitu orang-orang yang hatinya telah terkunci mati, tidak mau menerima kebenaran lagi, dan berusaha untuk melenyapkan Islam dan umatnya, tidak bisa dihadapi dengan cara-cara di atas.
Ahli Kitab yang zalim ialah mereka yang dalam hatinya ada penyakit iri, benci, dan dengki kepada kaum Muslimin, karena rasul dan nabi terakhir tidak diangkat dari kalangan mereka. Mereka memerangi Rasulullah dan kaum Muslimin dengan mengadakan tipu daya dan fitnah secara tersembunyi dan terang-terangan. Mereka selalu berusaha merintangi dakwah yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya, seperti mengadakan perjanjian persekutuan dengan orang-orang kafir yang lain. Sangat banyak contoh-contoh yang terjadi dalam sejarah yang berhubungan dengan hal ini. Oleh karena itu, mereka dinamai orang-orang yang zalim, dan berusaha merugikan kaum Muslimin. Di akhirat nanti, mereka menjadi orang-orang yang merugi dengan menerima azab yang setimpal dengan perbuatan mereka.
Selanjutnya Allah memperingatkan bahwa jika Ahli Kitab mengajak kaum Muslimin membicarakan kitab suci mereka, dan memberitahukan kepadanya apa yang patut dibenarkan dan ditolak, sedang mereka sendiri mengetahui keadaan mereka itu, maka seharusnya kaum Muslimin berkata, "Kami percaya kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepada kami dan juga percaya kepada Taurat dan Injil yang diturunkan kepadamu. Tuhan yang kami dan kamu sembah sebenarnya sama, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama tunduk dan patuh kepada-Nya serta melaksanakan segala perintah dan menghentikan larangan-Nya."
Sehubungan dengan maksud ayat ini, Abu Hurairah berkata, "Para Ahli Kitab itu membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan menafsirkan dengan bahasa Arab untuk orang-orang Islam. Lalu Nabi saw bersabda:
Janganlah kamu membenarkan Ahli Kitab dan jangan pula kamu mendustakan mereka. Katakanlah kepada mereka, "Kami beriman dengan apa yang telah diturunkan kepada kami dan yang telah diturunkan kepadamu. Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah satu dan kami berserah diri hanya kepada Nya saja. (Riwayat al-Bukhari dan an-Nasa'i dari Abu Hurairah)
3 Tafsir Ibnu Katsir
Qatadah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan, bahwa ayat ini di-mansukh oleh ayatus saif {ayat pedang), maka tiada lagi perdebatan dengan mereka. Sesungguhnya jalan keluarnya hanyalah masuk Islam, atau membayar jizyah atau pedang (perang).
Ulama yang lain mengatakan, ayat ini tetap muhkam bagi orang yang hendak menyadarkan mereka agar mau masuk Islam, maka seseorang dituntut agar menggunakan cara yang lebih baik agar beroleh keberhasilan, sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik. (An Nahl:125), hingga akhir ayat
Dan firman Allah Swt. ketika mengutus Musa dan Harun kepada Fir'aun:
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut. (Taha: 44)
Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir, dia meriwayatkannya dari Ibnu Zaid.
Firman Allah Swt.:
kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka. (Al-'Ankabut: 46)
Yaitu orang-orang yang menyimpang dari jalan kebenaran. Mereka buta, tidak dapat melihat bukti yang jelas dan ingkar serta sombong. Maka bilamana sudah sampai pada tingkatan tersebut, cara berdebat tidak dapat dipakai lagi, melainkan melalui jalan keras, dan mereka harus diperangi agar jera dan menjadi sadar.
Allah Swt. telah berfirman:
Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa. (Al Hadiid:25)
Jabir telah mengatakah bahwa kita diperintahkan oleh Allah agar memukul orang yang menentang Kitabullah dengan pedang.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka. (Al-'Ankabut: 46) Yakni Ahlul Harb dan orang-orang dari kalangan Ahli Kitab yang tidak mau membayar jizyah.
Firman Allah Swt.:
dan katakanlah, "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu.” (Al-'Ankabut: 46)
Maksudnya jika mereka memberitakan tentang hal yang tidak kita ketahui kebenarannya dan tidak pula kedustaannya. Dalam keadaan seperti ini kita tidak boleh tergesa-gesa mendustakannya, karena barangkali apa yang diberitakan oleh mereka itu benar. Tidak boleh pula kita membenarkannya karena barangkali hal itu batil. Akan tetapi kita diperintahkan untuk beriman kepadanya secara global, dengan syarat hendaknya berita tersebut berasal dari wahyu yang diturunkan, bukan yang telah diganti oleh mereka atau bukan pula yang berdasarkan takwil mereka.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Mubarak, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa dahulu orang-orang Ahli Kitab sering membaca kitab Taurat dengan bahasa Ibrani, lalu menafsirkannya dengan bahasa Arab kepada orang-orang Islam. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Janganlah kalian membenarkan Ahli Kitab dan jangan pula mendustakannya, dan katakanlah oleh kalian, "Kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada kalian, Tuhan kami dan Tuhan kalian adalah Esa, dan hanya kepada-Nyalah kami berserah diri.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid (tunggal).
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Us'man ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Namilah Al-Ansari yang menceritakan bahwa ketika dia sedang duduk bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba datanglah seorang lelaki dari kalangan pemeluk agama Yahudi. Maka lelaki Yahudi itu bertanya, "Hai Muhammad, apakah jenazah ini berbicara?" Rasulullah Saw. menjawab, "Hanya Allah yang mengetahui." Orang Yahudi itu berkata, "Aku bersaksi bahwa jenazah ini berbicara." Maka Rasulullah Saw. bersabda (kepada sahabatnya): Apabila Ahli Kitab berbicara kepadamu, janganlah kamu membenarkannya, jangan pula mendustakannya, tetapi katakanlah, "Kami beriman kepada Allah dan kitab-kitab-Nya serta rasul-rasul-Nya. Karena jika hal itu benar, berarti kalian tidak mendustakannya, dan jika hal itu batil, berarti kalian tidak membenarkannya.
Menurut hemat kami (penulis), Abu Namilah (perawi hadis di atas) adalah Imarah. Pendapat yang lain menyebut Ammar, dan menurut pendapat yang lainnya lagi Amr ibnu Mu'az ibnu Zararah Al-Ansari r.a.
Kemudian perlu diketahui bahwa kebanyakan dari apa yang mereka ceritakan adalah dusta dan buat-buatan, karena sesungguhnya telah terjadi perubahan, penggantian, dan penyimpangan terhadapnya, juga takwil, sehingga sedikit sekali yang masih asli. Kemudian kebanyakan dari yang asli pun sedikit mengandung faedah bagi kita, sekalipun benar sesuai dengan aslinya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Sulaiman ibnu Amir, dari Imarah ibnu Umair, dari Hurayyis ibnu Zahir, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang telah mengatakan, "Janganlah kalian menanyakan sesuatu kepada Ahli Kitab, karena sesungguhnya mereka tidak akan dapat memberi petunjuk kepada kalian, sebab mereka telah sesat. Hal itu berakibat kalian mendustakan perkara yang hak atau membenarkan perkara yang batil. Karena sesungguhnya tiada seorang pun dari kalangan Ahli Kitab, melainkan di dalam hatinya terdapat dorongan yang menyerunya untuk berpegang teguh kepada agamanya, sebagaimana dorongan (mencintai) harta."
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'd, telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab, dari Abdullah ibnu Abdullah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Mengapa kalian menanyakan sesuatu kepada Ahli Kitab? Padahal kitab kalian yang diturunkan kepada Rasulullah Saw. adalah kitab yang terbaru, kalian membacanya masih dalam keadaan hangat dan belum lama. Kitab kalian telah memberitahukan bahwa orang-orang Ahli Kitab itu telah mengubah, mengganti, dan menulis kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu mereka mengatakan bahwa kitab itu dari sisi Allah. Mereka lakukan demikian untuk menggantinya dengan imbalan keduniawian yang tiada artinya? Bukankah ilmu yang telah disampaikan kepada kalian melarang kalian bertanya kepada mereka (Ahli Kitab)? Demi Allah, kami belum pernah melihat seseorang dari mereka bertanya kepada kalian tentang apa yang diturunkan kepada kalian (Al-Qur'an)."
Imam Bukhari mengatakan —juga Abul Yaman—, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Humaid ibnu Abdur Rahman, bahwa ia pernah mendengar Muawiyah berbicara kepada segolongan orang Quraisy di Madinah, lalu ia ditanya mengenai Ka'bul Ahbar. Maka Muawiyah menjawab, "Sekalipun Ka'bul Ahbar termasuk orang yang paling benar di antara mereka yang menceritakan berita dari Ahli Kitab, sekalipun kita percaya kepadanya, tetapi kita benar-benar masih menuduhnya dusta."
Maksud perkataan Muawiyah ialah bahwa Ka'bul Ahbar tetap terjerumus ke dalam kedustaan tanpa sengaja karena ia menceritakan tentang lembaran-lembaran kitab yang ia berbaik prasangka terhadap kitab itu, padahal di dalamnya terdapat banyak hal yang maudu' (buatan) dan kedustaan. Dikatakan demikian karena tiada dari kalangan mereka orang-orang yang hafal secara meyakinkan tentang kitab mereka, tidak sebagaimana di kalangan umat ini (umat Nabi Saw.). Sekalipun demikian, di kalangan umat ini yang masih baru tetap saja banyak hadis buatan yang jumlahnya hanya diketahui oleh Allah Swt. dan orang-orang yang telah dikaruniai oleh-Nya tentang hadis-hadis itu, masing-masing diberiNya ilmu menurut kemampuannya.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Dan janganlah kalian berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara) dengan perdebatan yang (paling baik) seperti menyeru mereka kepada Allah dengan mengemukakan ayat-ayat-Nya dan mengingatkan mereka pada bukti-bukti-Nya (kecuali dengan orang-orang yang lalim di antara mereka) misalnya mereka memerangi kalian dan membangkang tidak mau membayar jizyah, maka debatlah mereka dengan pedang hingga mereka masuk Islam atau tetap pada agamanya dengan membayar jizyah (dan katakanlah) kepada orang-orang ahli kitab yang berikrar untuk membayar jizyah, yaitu bilamana mereka menceritakan kepada kalian tentang sesuatu hal yang terdapat di dalam kitab-kitab mereka: ("Kami telah beriman kepada kitab yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada kalian) janganlah kalian mempercayai mereka dan jangan pula kalian mendustakannya dalam hal ini. (Tuhan kami dan Tuhan kalian adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri.") Yakni, hanya kepada-Nya kami taat.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Janganlah mendebat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berselisih pendapat denganmu kecuali dengan cara yang paling tenang, paling lembut dan paling dapat diterima. Kecuali dengan orang-orang yang melampaui batas normal dalam berdebat, maka tidak ada dosa bagimu untuk menghadapi mereka dengan keras. Dan katakanlah kepada orang-orang yang kalian debat, "Kami percaya dengan apa yang diturunkan Allah kepada kami, yaitu al-Qur'ân, juga dengan apa yang diturunkan kepada kalian, yaitu Tawrât dan Injîl. Tuhan kami dan Tuhan kalian adalah satu. Dan kami hanya tunduk kepada-Nya semata."
6 Tafsir as-Saadi
"Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zhalim di antara mereka, dan katakanlah, 'Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan hanya kepadaNya kami berserah diri." (Al-Ankabut: 46).
(46) Allah سبحانه وتعالى melarang berdebat dengan ahli kitab jika di-lakukan tanpa dilandasi pengetahuan yang mendalam dari pihak yang akan mendebat, atau tanpa landasan kaidah yang benar, dan hendaknya tidak mendebat (mereka) kecuali dengan cara yang terbaik, dengan akhlak yang mulia, santun, perkataan yang lembut dan berdakwah kepada kebenaran dan memperindah yang haq, dan dengan menolak kebatilan dan mematahkannya dengan cara yang paling mudah yang bisa mengantarkan kepadanya. Dan hendaknya niat atau tujuan dari perdebatan tidak hanya sekedar perdebatan, sikap ingin mengalahkan dan ingin menjadi yang teratas. Akan tetapi tujuannya adalah menjelaskan kebenaran dan memberikan petunjuk kepada manusia, ﴾ إِلَّا ﴿ "kecuali," dengan orang zhalim di antara ahli kitab. Yaitu dengan tampaknya tujuan dan keadaannya bahwa dia sama sekali tidak mempunyai keinginan pada kebenaran. Ia berdebat hanya untuk membuat huru-hara dan menang-menangan. Tentu sama sekali tidak ada faidahnya men-debat orang seperti ini, karena tujuan dari perdebatan menjadi hilang.
﴾ وَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا بِٱلَّذِيٓ أُنزِلَ إِلَيۡنَا وَأُنزِلَ إِلَيۡكُمۡ وَإِلَٰهُنَا وَإِلَٰهُكُمۡ وَٰحِدٞ ﴿ "Dan katakanlah, 'Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu, Tuhan (sembahan) kami dan Tuhanmu adalah satu." Maksudnya, hendaklah perdebatan kalian dengan ahli kitab dilandasi dengan beriman kepada sesuatu yang diturunkan kepada kalian dan sesuatu yang diturunkan kepada mereka, dan beriman kepada Rasul kalian dan Rasul mereka, dan berdasarkan landasan bahwa sembahan itu satu. Dan hendaknya diskusi kalian dengan ahli kitab tidak dengan cara yang dapat melecehkan sedikit pun dari kitab-kitab suci, atau mencemarkan salah seorang Rasul, sebagaimana yang biasanya dilakukan oleh orang-orang jahil saat berdebat dengan lawan, ia mencemooh semua yang ada pada lawannya, baik yang haq maupun yang batil. Hal demikian adalah kezhaliman dan menyimpang dari yang wajib dan dari etika per-debatan. Karena sesungguhnya yang wajib adalah membantah kebatilan yang ada pada lawan dan menerima kebenaran yang ada padanya, tidak boleh menolak kebenaran karena perkataan lawan sekalipun dia adalah seorang kafir.
Dan juga, karena melandasi debat ahli kitab dengan cara di atas mengandung pengharusan terhadap mereka untuk mengakui al-Qur`an dan rasul yang membawanya (Muhammad a. Pent). Sebab, apabila dia membicarakan prinsip-prinsip agama dan sesuatu yang telah disepakati oleh para nabi dan kitab-kitab suci samawi dan sudah disetujui oleh kedua belah pihak yang berdebat dan sudah dipastikan kebenarannya, di mana kitab-kitab sebelumnya dan para rasul bersama al-Qur`an dan Muhammad a benar-benar telah menjelaskannya, membuktikannya dan mengabarkannya, maka hal itu mengharuskan mereka meyakini (dengan membenar-kan) semua kitab-kitab suci samawi dan seluruh para rasul. Inilah di antara keistimewaan Islam.
Adapun kalau (malah) dikatakan, "Kami hanya beriman ke-pada sesuatu yang dijelaskan oleh kitab suci A saja, tanpa meyakini kitab suci B, padahal itu yang benar yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya, maka sikap seperti ini adalah kezhaliman dan hawa nafsu. Sikap itu kembali kepada pernyataan pendustaan. Sebab, apabila dia mendustakan al-Qur`an yang membuktikan kebenaran dan yang membenarkan kitab Taurat yang sudah ada sebelumnya, maka sesungguhnya dia berarti mendustakan pernyataan yang telah dia klaim bahwa dia telah beriman kepadanya. Dan juga, karena setiap cara yang dapat membuktikan kenabian dari nabi yang mana saja, maka cara yang semisal dengannya dan yang lebih besar darinya dapat membuktikan kepada kenabian Muhammad a. Dan setiap syubhat (pemikiran yang keliru) yang dijadikan dasar untuk mendiskreditkan kenabian Muhammad a, maka cara yang semisal dengannya atau yang lebih hebat darinya bisa diarah-kan kepada kenabian dari nabi yang lain. Apabila telah terbukti kepalsuan syubhat tersebut pada nabi lainnya maka kepastian kepalsuannya pada kebenaran Nabi Muhammad a menjadi lebih jelas lagi.
﴾ وَنَحۡنُ لَهُۥ مُسۡلِمُونَ ﴿ "Dan hanya kepadaNya kami berserah diri." Mak-sudnya, kami tunduk berserah diri kepada perintahNya. Siapa saja yang beriman kepadaNya, menjadikanNya sebagai sembahan dan beriman kepada seluruh kitab-kitabNya dan para RasulNya, serta tunduk kepada Allah dan mengikuti para RasulNya maka dialah orang yang berbahagia. Dan siapa saja yang menyimpang dari jalan ini, maka dialah orang yang sengsara.