۞ قُلْ تَعَالَوْا اَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ اَلَّا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًاۚ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ مِّنْ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَاِيَّاهُمْ ۚوَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَۚ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّۗ ذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ ( الأنعام: ١٥١ )
Qul Ta`ālaw 'Atlu Mā Ĥarrama Rabbukum `Alaykum 'Allā Tushrikū Bihi Shay'āan Wa Bil-Wālidayni 'Iĥsānāan Wa Lā Taqtulū 'Awlādakum Min 'Imlāqin Naĥnu Narzuqukum Wa 'Īyāhum Wa Lā Taqrabū Al-Fawāĥisha Mā Žahara Minhā Wa Mā Baţana Wa Lā Taqtulū An-Nafsa Allatī Ĥarrama Allāhu 'Illā Bil-Ĥaqqi Dhālikum Waşşākum Bihi La`allakum Ta`qilūna. (al-ʾAnʿām 6:151)
Artinya:
Katakanlah (Muhammad), “Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan yang keji, baik yang terlihat ataupun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti. (QS. [6] Al-An'am : 151)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Katakanlah, wahai Nabi Muhammad kepada mereka yang menetapkan hukum sekehendak nafsunya, "Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu, yaitu pertama, jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun dalam segala aspek kehidupanmu, baik dalam keyakinan di hati, perkataan, ataupun perbuatan. Kedua, berbuat baik-lah kepada ibu bapak-mu, dan ketiga, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka. Keempat, janganlah kamu mendekati perbuatan yang keji, baik yang terlihat oleh orang lain atau yang dilakukan oleh anggota tubuhmu, ataupun yang tersembunyi di dalam hatimu atau tidak terlihat orang lain. Selanjutnya kelima, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, yaitu yang dibenarkan oleh syariat seperti qishash, membunuh orang murtad, rajam, dan sebagainya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Di dalam permulaan ayat ini, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar mengatakan kepada kaum musyrikin yang menetapkan hukum menurut kehendak hawa nafsunya bahwa ia akan membacakan wahyu yang akan diturunkan Allah kepadanya. Wahyu itu memuat beberapa ketentuan tentang hal-hal yang diharamkan kepada mereka. Ketentuan-ketentuan hukum itu datangnya dari Allah, maka ketentuan-ketentuan itulah yang harus ditaati, karena Dia sendirilah yang berhak menentukan ketentuan hukum dengan perantara wahyu yang disampaikan oleh malaikat kepada Rasul-Nya, yang memang diutus untuk menyampaikan ketentuan-ketentuan hukum kepada umat manusia.
Ketentuan-ketentuan hukum yang disampaikan Rasul kepada kaum musyrikin itu berintikan 10 ajaran pokok yang sangat penting yang menjadi inti dari agama Islam dan semua agama yang diturunkan Allah ke dunia. Lima ketentuan di antara sepuluh ketentuan itu terdapat dalam ayat ini, empat buah di antaranya terdapat dalam ayat berikutnya (152), sedang satu ketentuan lagi terdapat dalam ayat berikutnya lagi (153).
Para ulama menamakan sepuluh ajaran pokok itu "al-Washaya al-'Asyr" (sepuluh perintah), yang mana dalam ayat 151 ini disebutkan lima yaitu:
(1)Jangan mempersekutukan Allah,
(2)Berbuat baik kepada kedua orangtua (ibu dan bapak),
(3)Jangan membunuh anak karena kemiskinan,
(4)Jangan mendekati (berbuat) kejahatan secara terang-terangan maupun secara tersembunyi,
(5)Jangan membunuh jiwa yang diharamkan membunuhnya oleh Allah.
Adapun larangan tidak boleh mempersekutukan Allah adalah pokok pertama yang paling mutlak, baik dengan perkataan atau iktikad. Seperti mempercayai bahwa Tuhan itu bersekutu, atau dengan perbuatan seperti menyembah berhala-berhala atau sembahan-sembahan lainnya.
Setelah Allah memerintahkan manusia agar bertauhid dan jangan mempersekutukan-Nya, maka Allah memerintahkan manusia agar berbuat baik terhadap kedua orang tua. Urutan ini jelas menerangkan bagaimana pentingnya berbuat baik terhadap kedua orangtua, meskipun mereka salah atau menyuruh anaknya mempersekutukan Tuhan, namun si anak tetap harus berbuat baik terhadap mereka di dunia ini dan harus menolak dengan sopan suruhan atau ajakan orangtua untuk mempersekutukan Tuhan, sebagaimana firman Allah:
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik. (Luqman/31: 15)
Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas'ud. Dia menyampaikan hadis yang maksudnya sebagai berikut:
"Saya bertanya kepada Rasulullah, tentang amal yang paling afdhal?" Rasulullah menjawab, "salat tepat pada waktunya," apalagi sesudah itu? Jawabnya, "berbuat baik terhadap kedua orang tua," apalagi sesudah itu? Jawabnya, "berjihad di jalah Allah." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan berbuat baik terhadap kedua orang tua ialah menghormati keduanya, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan penuh rasa cinta dan kasih sayang, bukan karena takut atau terpaksa. Penghormatan tersebut wajib, di samping kewajiban anak membelanjai ibu bapaknya yang tidak mampu, sesuai dengan kesanggupan anak itu.
Perintah berbuat baik kepada orang tua diikuti dengan larangan kepada orang tua membunuh anak mereka disebabkan kemiskinan yang menimpa mereka, karena Tuhan akan memberi rezeki kepada mereka dan anak-anak mereka.
Firman Allah:
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar. (al-Isra'/17: 31)
Larangan membunuh anak pada ayat ini berbeda dengan larangan membunuh anak pada ayat lain (dalam Surah al-Isra' ayat 31). Pada ayat 151 Surah al-An'am, larangan membunuh anak karena takut kemiskinan yang sedang diderita (menimpa). Pada ayat ini dijelaskan bahwa Allah akan memberi rezeki kepada orang tua yang membelanjai anaknya, dan kata berarti bahwa Allah akan memberi rezeki kepada mereka (anak-anakmu).
Sedangkan dalam Surah al-Isra', Allah menjelaskan pada ayat artinya "Kami akan memberi rezeki kepada mereka (anak-anak)" dan kata artinya "Allah akan memberi rezeki kepadamu (orang tua). Didahulukannya anak-anak dalam pemberian rezeki menunjukkan perhatian Allah yang begitu besar terhadap anak, akibat sikap orang tua yang takut punya anak karena takut menjadi miskin.
Pada ayat ini Allah melarang mendekati perbuatan-perbuatan keji apalagi mengerjakannya, baik berupa perbuatan, seperti berzina, atau menuduh orang berzina, baik perbuatan itu dilakukan dengan terang-terangan atau dengan sembunyi.
Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas dalam menafsirkan ayat ini, pada masa Jahiliyah orang-orang tidak memandang jahat melakukan zina secara tersembunyi, tetapi mereka memandang jahat kalau dilakukan secara terang-terangan. Maka dengan ayat ini Allah mengharamkan zina secara terang-terangan atau tersembunyi. Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan yang nampak (terang) ialah semua perbuatan dengan anggota tubuh, sedangkan yang tersembunyi adalah perbuatan hati, seperti takabur, iri hati, dan sebagainya.
Pada ayat ini Allah melarang pula membunuh jiwa tanpa sebab yang benar menurut ajaran Tuhan. Rasulullah bersabda:
"Tidak boleh membunuh jiwa seorang muslim, terkecuali disebabkan salah satu dari tiga perkara, yaitu: karena murtad (muslim yang berbalik jadi kafir), zina, muhsan (zina orang yang sudah pernah kawin) dan membunuh manusia tanpa sebab yang benar." (Riwayat Abu Daud).
Demikian juga orang-orang kafir yang ada perjanjian damai dengan kaum Muslimin tidak boleh dibunuh atau diganggu, sesuai dengan sabda Rasulullah:
"Mereka mempunyai hak sebagaimana hak yang ada pada kami (kaum muslimin) dan mempunyai kewajiban sebagaimana kewajiban yang ada pada kami (kaum muslimin)." (Riwayat At-Tirmidzi)
Setelah diterangkan lima dari ajaran pokok yang sangat penting itu, maka Allah mengakhiri ayat ini dengan suatu penegasan yang maksudnya: Demikian itulah yang diperintahkan Tuhan kepadamu, agar kamu memahami tujuannya bukan seperti tindakanmu yang menghalalkan dan mengharamkan sesuatu menurut hawa nafsu.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Daud Al-Audi telah meriwayatkan dari Asy-Sya'bi, dari Alqamah, dari Ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa barang siapa yang ingin melihat wasiat Rasulullah Saw. yang padanya terdapat cap cincinnya, hendaklah ia membaca ayat-ayat berikut, yaitu firman-Nya: Katakanlah, "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian, yaitu: "Janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia.” (Al-An'am: 151) sampai dengan firman-Nya: supaya kalian memahaminya). (Al-An'am: 151)
Al-Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bakar ibnu Muhammad As-Sairafi, dari Urwah, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail Al-Mahdi, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abdullah ibnu Khalifah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas berkata bahwa di dalam surat Al-An'am terdapat ayat-ayat muhkom yang semuanya adalah Ummul Kitab, lalu ia membacakan firman-Nya: Katakanlah, "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian.” (Al-An'am: 151), hingga beberapa ayat berikutnya.
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih sanadnya, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Menurut kami, asar ini diriwayatkan pula oleh Zuhair, Qais ibnur Rabi' —keduanya dari Abu Ishaq—, dari Abdullah ibnu Qais, dari Ibnu Abbas dengan sanad yang sama.
Imam Hakim meriwayatkan pula di dalam kitab mustadraknya:
melalui hadis Yazid ibnu Harun, dari Sufyan ibnu Husain, dari Az-Zuhri, dari Abu Idris, dari Ubadah ibnus Samit yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, "Siapakah di antara kalian yang mau berbaiat (mengucapkan janji setia) kepadaku sebanyak tiga kali." Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Katakanlah, "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian." (Al-An'am: 151), hingga beberapa ayat berikutnya. Lalu Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang menunaikannya, maka pahalanya akan diberikan oleh Allah kepadanya. Dan barang siapa yang mengurangi sesuatu darinya, lalu Allah menimpakan musibah kepadanya di dunia ini, maka hal itu merupakan hukumannya. Dan barang siapa yang ditangguhkan sampai di akhirat, maka urusannya terserah kepada Allah; jika Allah menghendaki, niscaya Dia mengazabnya; dan jika Allah menghendaki, niscaya memaafkannya.
Kemudian Imam Hakim berkata bahwa hadis ini sahih sanadnya, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Sesungguhnya yang disepakati oleh keduanya (Bukhari dan Muslim) hanyalah hadis Az-Zuhri, dari Abu Idris, dari Ubadah yang mengatakan:
Berbaiatlah kalian kepadaku, yaitu: Janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, hingga akhir hadis.
Sufyan ibnu Husain meriwayatkan kedua hadis tersebut, maka tidaklah layak menisbatkan salah satu dari kedua hadis itu kepada dugaan (yang tidak pasti) jika keduanya dapat digabungkan pengertiannya.
Mengenai tafsir ayat ini dapat dikatakan bahwa Allah berfirman kepada Nabi dan Rasul-Nya (yaitu Muhammad Saw.), "Katakanlah, hai Muhammad, kepada orang-orang musyrik itu yang telah menyembah selain Allah dan mengharamkan apa yang Dia rezekikan kepada mereka, serta membunuh anak-anak mereka sendiri, yang perbuatan tersebut mereka lakukan hanya berdasarkan pendapat-pendapat mereka sendiri yang dipengaruhi oleh bisikan setan."
Katakanlah
kepada mereka
"Marilah.”
Yakni kemarilah dan menghadaplah kalian.
...kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian.
Maksudnya, aku akan menceritakan kepada kalian dan akan kusampaikan kepada kalian tentang apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian dengan sesungguhnya, bukan dengan dugaan, bukan pula atas dasar prasangka, melainkan berdasarkan wahyu dan perintah dari sisiNya.
....janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia.
Seakan-akan dalam konteks ayat ini terdapat kalimat yang tidak disebutkan. Bentuk lengkapnya ialah seperti berikut, "Saya perintahkan kepada kalian." janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia. (Al-An'am: 151)
Karenanya dalam akhir ayat ini disebutkan:
Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan kalian kepada kalian supaya kalian memahami(nya).
Di dalam kitab Sahihain melalui hadis Abu Zar r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Jibril telah datang kepadaku dan menyampaikan berita gembira kepadaku bahwa barang siapa dari kalangan umatku mati dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun niscaya masuk surga. Aku bertanya, "Sekalipun dia berzina dan mencuri?”Jibril menjawab, "Ya, sekalipun berzina dan mencuri.” Aku bertanya, "Sekalipun dia berzina dan mencuri? Jibril menjawab, "Ya, sekalipun berzina dan mencuri.” Aku bertanya,"Sekalipun dia berzina dan mencuri?” Jibril menjawab, "Ya, sekalipun berzina, mencuri, dan meminum khamr.”
Menurut sebagian riwayat, yang menanyakan demikian adalah Abu Zar, ditujukan kepada Rasulullah Saw. Kemudian disebutkan bahwa pada yang ketiga kalinya Rasulullah Saw. bersabda:
Ya, sekalipun hidung Abu Zar keropos.
Tersebutlah bahwa Abu Zar setiap kali menyampaikan hadis ini pada penghujungnya selalu mengatakan: Ya, sekalipun hidung Abu Zar keropos.
Di dalam sebagian kitab musnad dan kitab sunnah disebutkan dari Abu Zar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda,
"Allah Swt. berfirman: 'Hai anak Adam, sesungguhnya kamu selama masih mau berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, maka sesungguhnya Aku memberikan ampunan bagi-Mu terhadap semua dosa yang ada padamu, tanpa Aku pedulikan lagi. Seandainya kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi, niscaya Aku datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh bumi, selagi kamu tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun. Dan jika kamu banyak berdosa sehingga dosamu mencapai puncak langit, kemudian kamu memohon ampun kepada-Ku. niscaya Aku memberikan ampunan bagimu'.”
Makna hadis ini mempunyai syahid (bukti) yang menguatkannya di dalam Al-Qur'an, yaitu oleh firman-Nya:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 48 dan 116)
Di dalam hadis sahih Muslim disebutkan sebuah hadis melalui Ibnu Mas'ud yang mengatakan:
Barang siapa yang mati dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, niscaya masuk surga.
Ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis-hadis yang menerangkan hal ini cukup banyak.
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan melalui hadis Ubadah dan Abu Darda:
Janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, sekalipun kalian dipotong-potong atau disalib atau dibakar.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Auf Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Nafi' ibnu Yazid, telah menceritakan kepadaku Sayyar ibnu Abdur Rahman, dari Yazid ibnu Qauzar, dari Salamah ibnu Syuraih, dari Ubadah ibnus Samit yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah berwasiat kepada kami akan tujuh perkara, antara lain: Janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, sekalipun kalian dibakar, dipotong-potong, dan disalib. (Riwayat Ibnu Abu Hatim)
Firman Allah Swt.:
berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak
Tuhan telah mewasiatkan dan memerintahkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, yakni perlakukanlah mereka dengan perlakuan yang baik. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain oleh firman-Nya:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kalian jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kalian berbuat baik pada ibu bapak kalian. (Al-Isra: 23)
Sebagian ulama membaca ayat ini dengan bacaan berikut, yaitu:
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan, janganlah kalian menyembah selain Dia dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua."
Yakni perlakukanlah orang tua kalian dengan baik.
Allah Swt. sering sekali mengiringi perintah taat kepada-Nya dengan perintah berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembali kalian. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. kemudian hanya kepada-Kulah kembali kalian, maka Kuberitakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan. (Luqman: 14-15)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan berbuat baik kepada kedua orang tua, sekalipun keduanya musyrik; kemusyrikannya itu ditanggung oleh keduanya. Allah Swt. telah berfirman pula:
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, (yaitu): Janganlah kalian menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapak. (Al-Baqarah: 83), hingga akhir ayat.
Ayat-ayat yang bermakna senada banyak didapati di dalam Al-Qur’an.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari sahabat Ibnu Mas'ud r.a.. :
bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Amal apakah yang paling utama?" Rasul Saw. menjawab, "Mengerjakan salat tepat pada waktunya." Ia bertanya, "Kemudian apa lagi?"" Rasul Saw. menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua." Ia bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?" Rasul Saw. menjawab, "Jihad di jalan Allah."' Ibnu Mas'ud r.a. mengatakan, "Kesemuanya itu disampaikan oleh Rasulullah Saw. kepadaku secara langsung. Seandainya aku meminta tambahan keterangan, niscaya beliau Saw. memberikan tambahannya kepadaku."
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih telah meriwayatkan berikut sanadnya, dari Abu Darda dan Ubadah ibnus Samit; masing-masing dari keduanya mengatakan bahwa kekasihnya (yakni Rasulullah Saw.) telah memerintahkan kepadanya:
Taatilah kedua orang tuamu; dan jika keduanya memerintahkan kepadamu untuk keluar dari dunia ini (mati) buat (membela) keduanya, maka lakukanlah.
Tetapi di dalam sanad hadis ini terkandung kedaifan.
Firman Allah Swt.:
...dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepada kalian dan kepada mereka.
Setelah Allah memerintahkan berbuat baik kepada kedua orang tua dan juga kakek nenek, Dia mengiringi hal ini dengan perintah berbuat baik kepada anak cucu. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
...dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena kemiskinan.
Demikian itu karena mereka membunuh anak-anak mereka, menuruti bisikan setan kepada mereka. Mereka mengubur bayi-bayi perempuan mereka karena takut aib, adakalanya pula mereka membunuh bayi-bayi laki-laki mereka karena takut jatuh miskin. Karena itu, disebutkan di dalam kitab Sahihain:
melalui hadis Abdullah ibnu Mas'ud r.a., bahwa Abdullah Ibnu Mas'ud pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Dosa apakah yang paling besar?" Rasulullah Saw. bersabda, "Bila kamu menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dialah Yang menciptakan kamu." Ibnu Mas'ud bertanya, "Kemudian apa lagi?" Rasul Saw. menjawab, "Bila kamu membunuh anakmu karena takut si anak ikut makan bersamamu." Ibnu Mas'ud bertanya lagi, "Kemudian dosa apa lagi?" Rasul Saw. menjawab, "Bila kamu menzinai istri tetanggamu." Kemudian Rasulullah Saw. membacakan ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. (Al-Furqan: 68), hingga akhir ayat.
Firman Allah Swt.:
karena kemiskinan.
Ibnu Abbas, Qatadah. dan As-Saddi serta lain-lainnya mengatakan bahwa imlaq artinya kemiskinan. Dengan kata lain, janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena kemiskinan yang kalian alami. Dalam surat Al-Isra disebutkan oleh firman Allah Swt.:
Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan. (Al-Isra: 31)
Artinya, janganlah kalian membunuh mereka karena takut jatuh miskin di masa mendatang. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kalian. (Al-Isra: 31)
Dalam surat Al-Isra ini Allah mulai menyebutkan jaminan rezeki buat anak-anak mereka, karena itulah yang menjadi pokok permasalahannya. Dengan kata lain, janganlah kalian takut jatuh miskin karena memberi mereka makan; sesungguhnya rezeki mereka ditanggung oleh Allah. Adapun dalam surat Al-An'am ini, mengingat kemiskinan telah ada, maka yang disebutkan adalah seperti berikut:
Kami akan memberi rezeki kepada kalian dan kepada mereka.
Disebutkan demikian karena yang diprioritaskan adalah para orang tua.
Firman Allah Swt.:
dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi.
Perihalnya sama dengan makna yang terdapat di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
Katakanlah, "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui.” (Al-A’raf: 33)
Mengenai tafsirnya telah disebutkan ketika membahas makna firman-Nya:
Dan tinggalkanlah dosa yang tampak dan yang tersembunyi. (Al-An'am: 120)
Di dalam kitab Sahihain melalui Ibnu Mas'ud r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Tidak ada seorang pun yang lebih pencemburu daripada Allah, karena itulah Dia mengharamkan semua hal yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi.
Abdul Malik ibnu Umair mengatakan bahwa Al-Mugirah menambahkan 'dari maulanya' yang mengatakan bahwa Sa'd ibnu Ubadah pernah berkata, "Seandainya aku melihat istriku bersama lelaki lain, niscaya aku pukul lelaki itu dengan pedang, bukan dengan bagian tumpulnya." Ketika hal itu sampai kepada Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. bersabda: Apakah kalian merasa heran dengan kecemburuan Sa'd? Demi Allah, aku lebih cemburu daripada Sa'd, dan Allah lebih cemburu dariku. Karena itulah Dia mengharamkan hal-hal yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi.
Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Kamil (alias Abul Ala) telah meriwayatkan dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa pernah dikatakan kepada Rasulullah Saw., "Sesungguhnya kami adalah pencemburu?" Rasulullah Saw. bersabda: Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar pencemburu, dan Allah lebih pencemburu dariku, dan termasuk kecemburuan-Nya ialah Dia melarang perbuatan-perbuatan keji.
Hadis riwayat Ibnu Murdawaih, tetapi tidak ada seorang pun dari pemilik kitab Sittah yang mengetengahkannya. Hadis ini dengan syarat Imam Turmuzi, dan sesungguhnya Imam Turmuzi telah meriwayatkan hadis lain dengan sanad ini, yaitu hadis yang mengatakan:
Usia-usia umatku antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun.
Firman Allah Swt.:
dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.
Firman ini merupakan nas dari Allah yang mengukuhkan apa yang dilarang-Nya, karena sesungguhnya makna firman ini telah terkandung di dalam pengertian perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi. Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan saya adalah utusan Allah, terkecuali karena salah satu dari tiga perkara berikut, yaitu: Duda (janda) yang berzina, membunuh jiwa, dan meninggalkan agamanya, memisahkan diri dari jamaah.
Menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim disebutkan:
Demi Zat yang tidak ada Tuhan selain Dia, tidak halal darah seorang lelaki muslim, hingga akhir hadis.
Al-A'masy mengatakan bahwa ia menceritakan hadis ini kepada Ibrahim, lalu Ibrahim menceritakan kepadaku, dari Al-Aswad. dari Siti Aisyah hal yang semisal.
Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkan melalui Siti Aisyah r.a.. bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga perkara, yaitu: Pezina muhsan dirajam, seorang lelaki yang melakukan pembunuhan dengan sengaja, maka ia dihukum mati; dan seorang lelaki yang keluar dari Islam dan memerangi Allah dan Rasul-Nya, maka ia dihukum mati atau disalib atau diasingkan dari tanah airnya.
Lafaz hadis ini menurut apa yang ada pada Imam Nasai.
Dari Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan r.a. Disebutkan bahwa ketika dalam keadaan terkepung, ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga perkara, yaitu: Seorang lelaki yang kafir sesudah masuk Islam, atau melakukan zina sesudah muhsan (terpelihara), atau membunuh jiwa bukan karena telah melakukan pembunuhan.
Khalifah Usman berkata, "Demi Allah, aku belum pernah berbuat zina, baik di masa Jahiliah maupun di masa Islam. Dan aku tidak pernah berharap untuk menggantikan agamaku sesudah Allah memberi petunjuk kepadaku, tidak pernah pula aku membunuh seseorang. Mengapa kalian hendak membunuhku?"
Imam Ahmad, Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya; dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan.
Disebutkan adanya larangan dan peringatan serta ancaman terhadap perbuatan membunuh kafir mu’ahad, yakni orang kafir yang diamankan dari kalangan kafir harbi.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah ibnu Amr r.a., dari Nabi Saw. secara marfu':
Barang siapa yang membunuh kafir mu'ahad. maka ia tidak dapat mencium baunya surga, padahal sesungguhnya bau surga itu benar-benar dapat tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun.
Dari sahabat Abu Hurairah r.a.. dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Barang siapa yang membunuh seorang mu'ahad yang berada di dalam jaminan keselamatan Allah dan Rasul-Nya, berarti dia telah melanggar jaminan Allah. Maka dia tidak dapat mencium baunya surga, padahal sesungguhnya baunya surga dapat tercium dari jarak perjalanan tujuh puluh musim gugur (tahun).
Hadis riwayat Ibnu Majah dan Imam Turmuzi. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Firman Allah Swt.:
Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan kalian kepada kalian supaya kalian memahaminya).
Yakni inilah di antara apa yang diperintahkan Allah kepada kalian, supaya kalian memahami perintah Allah dan larangan-Nya.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Katakanlah, "Marilah kubacakan yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu) an bermakna menafsirkan (janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia dan) berbuat baiklah (terhadap kedua orang tua sebaik-baiknya dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu) dengan menguburkan hidup-hidup (karena) sebab (takut kemiskinan) kemelaratan yang kamu khawatirkan (Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji) dosa-dosa besar seperti perbuatan zina (baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi) yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. (Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya kecuali dengan sesuatu sebab yang benar.") yaitu seperti hukum kisas dan hudud murtad serta rajam bagi yang pezina muhshan. (Demikian itu) apa yang telah disebutkan itu (adalah yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahaminya) supaya kamu memikirkannya.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Katakan pula, "Kemarilah kalian, akan aku terangkan larangan-larangan yang harus kalian perhatikan dan jauhi. Pertama, jangan menyekutukan Allah dengan apa pun dan dalam bentuk apa pun. Kedua, jangan berbuat tidak baik (artinya: harus berbuat baik) kepada orang tua. Perbanyaklah berbuat baik kepada mereka. Ketiga, jangan membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan yang melanda kalian atau yang akan melanda mereka kelak. Kalian tidak memberikan rezeki kepada mereka. Kamilah yang memberikan rezeki kepada kalian dan kepada mereka. Keempat, jangan dekati perbuatan zina, sebab zina adalah perbuatan yang sangat jelek dan hina. Larangan ini berlaku pada zina yang tampak, diketahui oleh orang, juga pada zina yang tidak tampak dan hanya diketahui oleh Allah. Kelima, jangan membunuh jiwa yang memang dilarang karena tidak ada alasan yang sah, kecuali kalau membunuh itu dilakukan secara benar, karena melaksanakan keputusan hukum. Allah sangat menekankan perintah menjauhi larangan itu, sesuatu yang oleh akal sehat pun dinilai demikian, agar kalian berpikir.