Al-Baqarah Ayat 83
وَاِذْ اَخَذْنَا مِيْثَاقَ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ لَا تَعْبُدُوْنَ اِلَّا اللّٰهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَّاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَۗ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ اِلَّا قَلِيْلًا مِّنْكُمْ وَاَنْتُمْ مُّعْرِضُوْنَ ( البقرة: ٨٣ )
Wa 'Idh 'Akhadhnā Mīthāqa Banī 'Isrā'īla Lā Ta`budūna 'Illā Allāha Wa Bil-Wālidayni 'Iĥsānāan Wa Dhī Al-Qurbaá Wa Al-Yatāmaá Wa Al-Masākīni Wa Qūlū Lilnnāsi Ĥusnāan Wa 'Aqīmū Aş-Şalāata Wa 'Ātū Az-Zakāata Thumma Tawallaytum 'Illā Qalīlāan Minkum Wa 'Antum Mu`riđūna. (al-Baq̈arah 2:83)
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat.” Tetapi kemudian kamu berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang. (QS. [2] Al-Baqarah : 83)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Ingatlah dan renungkanlah keadaan mereka ketika Kami, melalui rasul Kami, mengambil janji dari Bani Israil yaitu bahwa, "Janganlah kamu menyembah sesuatu pun dan dalam bentuk apa pun selain Allah Yang Maha Esa, dan berbuat baiklah dalam kehidupan dunia ini kepada kedua orang tua dengan kebaikan yang sempurna, walaupun mereka kafir; demikian juga kepada kerabat, yaitu mereka yang mempunyai hubungan dengan kedua orang tua, serta kepada anak-anak yatim yakni mereka yang belum balig sedang ayahnya telah wafat, dan juga kepada orang-orang miskin, yaitu mereka yang membutuhkan uluran tangan. Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia seluruhnya tanpa kecuali." Setelah memerintahkan hal-hal yang dapat memperkuat hubungan kekeluargaan dan hubungan sosial lainnya, Allah menyusulinya dengan sesuatu yang terpenting dalam hubungan dengan Allah," Laksanakanlah salat sebaik mungkin dan secara istikamah, dan tunaikanlah zakat dengan sempurna." Itulah perjanjian yang kamu mereka sepakati dengan Allah, wahai Bani Israil, tetapi kemudian kamu berpaling dengan meng ingkari janji itu, kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu masih menjadi pembangkang.
Betapa objektif Al-Qur'an dalam menilai manusia; salah satu buktinya tampak pada ayat ini. Di sini dinyatakan bahwa tidak semua individu Bani Israil mengingkari perjanjian, seperti diisyaratkan dengan kalimat "kecuali sebagian kecil dari kamu." Ini menunjukkan bahwa dalam setiap periode kehidupan Bani Israil atau bangsa-bangsa lain selalu saja ada sekelom pok kecil yang tetap berjalan lurus dengan mengikuti suara hati nuraninya untuk selalu berbuat baik, seperti dapat kita baca pada Surah a€li Imr a n/3: 113.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Allah mengingatkan Nabi Muhammad saw, ketika Dia menetapkan atas Bani Israil akan janji yang harus mereka penuhi, yaitu bahwa mereka tidak akan menyembah sesuatu selain Allah. Allah melarang mereka beribadah kepada selain Allah, biarpun berupa manusia atau berhala dan lain-lain, karena hal itu berarti mempersekutukan Allah dengan benda-benda tersebut. Menyembah kepada selain Allah adakalanya dengan perbuatan-perbuatan yang lain yang berupa mengagungkan sesuatu yang disembah itu.
Agama Allah yang dibawa oleh para utusan-Nya semua menekankan untuk menyembah Allah yang Maha Esa dan tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apa pun, seperti firman Allah:
Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun¦. (an-Nisa'/4:36)
Janji dari Bani Israil ini diawali dengan janji memenuhi hak Allah, hak yang tertinggi dan terbesar yaitu hanya Dia semata-mata yang berhak disembah, tidak ada sesuatu pun yang disekutukan dengan Dia. Semua makhluk diperintahkan menyembah-Nya dan untuk tugas inilah sebenarnya mereka diciptakan.
Sesudah menyebutkan hak Allah, disusul dengan perintah berbuat kebajikan kepada orang tua, suatu amal kebajikan yang tertinggi. Karena melalui kedua orang tualah Allah menciptakan manusia. Allah berfirman:
¦Dan berbuatbaiklah kepada kedua orang tua, ... (an-Nisa'/4:36)
Berbuat kebajikan kepada orang tua ialah dengan mengasihi, memelihara dan menjaganya dengan sempurna serta menuruti kemauannya selama tidak menyalahi perintah Allah. Adapun hikmah berbakti kepada ibu dan bapak ialah karena ibu bapak itu telah berkorban untuk kepentingan anaknya pada waktu masih kecil dengan perhatian yang penuh dan belas kasihan. Mereka mendidiknya dan mengurus segala kepentingan anaknya itu ketika masih lemah, belum dapat mengambil suatu manfaat dan belum dapat pula menghindar dari suatu bahaya. Selain dari itu, orang tua memberikan kasih sayang yang tidak ada tandingannya. Apakah tidak wajib bagi anak memberikan balasan kepada ibu-bapaknya sebagai imbalan atas budi baiknya?
Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula). (ar-Rahman/55:60)
Kecintaan kedua orang tua kepada anaknya disebabkan:
1. Rasa cinta kasih yang dianugerahkan Allah kepada keduanya untuk menyempurnakan nikmat-Nya demi terpeliharanya jenis manusia.
2.Rasa syukur terhadap anak-anaknya.
3.Harapan pada masa depan anaknya untuk dapat menolongnya baik dengan harta maupun dengan tenaga dalam kehidupan.
4.Dapat melanjutkan misi kedua orang tuanya.
Sesudah Allah menyebutkan hak kedua orang tua, disebutkan pula hak kerabat (kaum keluarga) yaitu berbuat kebajikan terhadap mereka, karena berbuat kebajikan kepada karib kerabat adalah faktor yang memperkuat tali persaudaraan di antara kaum kerabat itu.
Suatu umat ini terdiri atas keluarga dan rumah tangga. Maka kebaikan dan keburukan umat tergantung kepada kebaikan dan keburukan keluarga dan rumah tangga. Orang yang tidak membina rumah tangga berarti dia tidak ikut membina unsur umat. Kemudian setiap rumah tangga itu hendaklah menghubungkan tali pcrsaudaraan dengan rumah tangga lainnya berdasarkan tali keturunan, keagamaan atau pun kebangsaan. Dengan demikian akan terbinalah suatu bangsa dan umat yang kuat.
Mengadakan hubungan erat sesama keluarga adalah sesuai dengan fitrah manusia. Agama Islam, agama fitrah memberi jalan yang baik bagi pertumbuhan ikatan kerabat ini. Kemudian Allah menyebutkan pula hak orang-orang yang memerlukan bantuan, yaitu hak orang miskin.
Berbuat baik kepada anak yatim ialah mendidiknya dengan baik dan memelihara segala hak-haknya. Al-Qur'an dan Sunah sangat menganjurkan agar memperhatikan anak yatim walaupun ia kaya, karena yang dipandang ialah keyatimannya. Mereka telah kehilangan orang yang menjadi tempat mereka mengadu. Allah mewasiatkan anak-anak yatim kepada masyarakat agar menganggap mereka itu sebagai anak sendiri, untuk memberikan pendidikan. Jika mereka terlantar, mereka dapat menimbulkan kerusakan pada anak-anak lainnya, dan akibatnya lebih besar pada bangsa dan negara.
Berbuat ihsan kepada orang miskin ialah memberikan bantuan kepada mereka terutama pada waktu mereka ditimpa kesulitan. Nabi bersabda:
Orang yang menolong janda dan orang miskin, seperti orang yang berjuang di jalan Allah. (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah).
Allah mendahulukan menyebut anak yatim daripada orang miskin karena orang miskin itu dapat berusaha sendiri untuk mencari makan, sedang anak yatim, dikarenakan masih kecil, belum sanggup berusaha sendiri.
Sesudah mendapat perintah berbuat kebaikan kepada kedua orang tua, kaum keluarga, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, kemudian perintah mengucapkan kata-kata yang baik kepada sesama manusia. Bilamana kebajikan itu telah dikerjakan berarti ketinggian dan kemajuan masyarakat telah tercapai.
Allah selanjutnya memerintahkan kepada Bani Israil untuk melaksanakan salat dan zakat seperti yang digariskan Allah untuk mereka. Salat pada tiap agama bertujuan memperbaiki jiwa, membersihkannya dari kerendahan budi dan menghiasi jiwa dengan rupa-rupa keutamaan. Ruh salat ialah ikhlas kepada Allah, tunduk kepada kebesaran dan kekuasaan-Nya. Apabila salat itu kosong dari ruh tersebut, tidak akan memberi faedah apa pun. Bani Israil selalu mengabaikan ruh salat itu sejak dahulu sampai waktu Al-Qur'an diturunkan dan bahkan sampai sekarang.
Zakat juga diperintahkan kepada mereka, karena zakat mengandung maslahat bagi masyarakat. Orang-orang Yahudi dahulu mempunyai beberapa macam kewajiban zakat. Tetapi Bani Israil berpaling dari perintah-perintah itu, tidak menjalankannya, bahkan menghindarinya.
Termasuk penyelewengan mereka ialah menganggap pendeta-pendeta mereka sebagai Tuhan yang menetapkan hukum halal dan haram, menambah upacara-upacara agama menurut keinginan mereka, meninggalkan nafkah terhadap kerabat, melalaikan zakat, tidak melakukan amar makruf nahi mungkar serta perbuatan lain yang meruntuhkan agama.
Hanya sebagian kecil dari mereka pada zaman Musa a.s. atau pada tiap zaman yang taat pada perintah Allah. Pada tiap zaman, pada tiap bangsa atau umat selalu ada golongan orang yang ikhlas berjuang memelihara kebenaran sesuai dengan keyakinan dan kemampuan mereka. Namun demikian bila kemungkaran telah menyebar pada umat itu, kehadiran orang-orang ikhlas itu tidaklah mencegah turunnya azab Allah. Di akhir ayat ini Allah berfirman, "Dan kamu (hai Bani Israil) selalu berpaling." Ayat ini menunjukkan kebiasaan dan kesukaan mereka tidak menaati petunjuk dan perintah Ilahi, sehingga tersebarlah kemungkaran dan turunlah azab kepada mereka.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Melalui ayat ini Allah mengingatkan kaum Bani Israil terhadap apa yang telah Dia perintahkan kepada mereka dan pengambilan janji oleh-Nya atas hal tersebut dari mereka, tetapi mereka berpaling dari semuanya itu dan menentang secara disengaja dan direncanakan, sedangkan mereka mengetahui dan mengingat hal tersebut. Maka Allah Swt. memerintahkan mereka agar menyembah-Nya dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Hal yang sama diperintahkan pula kepada semua makhluk-Nya, dan untuk tujuan tersebutlah Allah menciptakan mereka. Sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kalian, melainkan Kami wahyukan kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah Aku oleh kamu sekalian." (Al Anbiyaa:25)
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah tagut itu
(An Nahl:36)
Hal ini merupakan hak yang paling tinggi dan paling besar, yaitu hak Allah Swt. yang mengharuskan agar Dia semata yang disembah, tiada sekutu bagi-Nya, setelah itu baru hak makhluk, dan yang paling dikuatkan untuk ditunaikan ialah hak kedua orang tua. Karena itu, Allah Swt. selalu membarengi hak kedua orang tua dengan hak-Nya, seperti yang dijelaskan dalam firman-Nya:
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, dan hanya kepada-Kulah kembali kalian. (Luqman:14)
Allah Swt. telah berfirman pula dalam ayat lainnya:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (Al Israa':23)
sampai dengan firman-Nya:
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan. (Al Israa':26)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis dari Ibnu Mas'ud r.a. seperti berikut:
Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, amal perbuatan apakah yang paling utama? Beliau menjawab, "Salat pada waktunya" Aku bertanya lagi, "Kemudian apa lagi!" Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua ibu bapak." Aku bertanya, "Kemudian apa lagi!" Beliau menjawab, ''Jihad dijalan Allah."
Karena itulah maka di dalam sebuah hadis sahih disebutkan seperti berikut:
Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah yang harus didahulukan aku berbakti kepadanya? Beliau menjawab, "Ibumu." Lelaki itu bertanya, "Kemudian siapa lagi!" Beliau menjawab, "Ibumu." Lelaki itu bertanya lagi, "Kemudian siapa lagi!" Beliau menjawab, "Ayahmu, kemudian orang yang paling dekat kekerabatannya denganmu, lalu orang yang dekat kekerabatannya denganmu."
Firman Allah Swt.:
Janganlah kalian menyembah selain Allah.
Menurut Imam Zamakhsyari kalimat ayat ini berbentuk khabar, tetapi bermakna talab, ungkapan seperti ini lebih kuat. Menurut pendapat yang lain, bentuk asalnya adalah an la ta'budu illallah, seperti bacaan yang dilakukan oleh ulama Salaf, lalu huruf an dibuang hingga tidak kelihatan. Menurut suatu riwayat dari Ubay dan Ibnu Mas'ud, keduanya membaca ayat ini la ta'budu illallah (janganlah kalian menyembah selain Allah). Pengarahan ini dinukil oleh Imam Qurtubi di dalam kitab tafsirnya, dari Imam Sibawaih. Imam Sibawaih mengatakan bahwa bacaan inilah yang dipilih oleh Imam Kisai dan Imam Farra.
Al-yatama artinya anak-anak kecil yang tidak mempunyai orang tua yang menjarnin penghidupan mereka.
Al-masakin ialah orang-orang yang tidak menjumpai apa yang mereka belanjakan buat diri mereka sendiri dan keluarganya. Dalam surat An-Nisa akan dibahas secara rinci mengenai golongan-golongan tersebut yang diperintahkan Allah dengan tegas agar kita menunaikannya, yaitu di dalam firman-Nya:
Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak. (An Nisaa:36) sampai akhir ayat.
Firman Allah Swt.:
serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.
Maksudnya, berkatalah kepada mereka dengan baik dan lemah lembut, termasuk dalam hal ini amar ma'ruf dan nahi munkar dengan cara yang makruf. Sebagaimana Hasan Al-Basri berkata sehubungan dengan ayat ini, bahwa perkataan yang baik ialah yang mengandung amar ma'ruf dan nahi munkar, serta mengandung kesabaran, pemaafan, dan pengampunan serta berkata baik kepada manusia, seperti yang telah dijelaskan oleh Allah Swt., yaitu semua akhlak baik yang diridai oleh Allah Swt.
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al-Kharraz, dari Abu Imran Al-Juni, dari Abdullah ibnus Samit, dari Abu Zar r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Jangan sekali-kali kamu meremehkan suatu hal yang makruf (bajik) barang sedikit pun, apabila kamu tidak menemukannya, maka sambutlah saudaramu dengan wajah yang berseri.
Sangat sesuai sekali bila Allah memerintahkan kepada mereka untuk berkata baik kepada manusia setelah Dia memerintahkan mereka untuk berbuat baik kepada mereka melalui perbuatan. Dengan demikian, berarti dalam ayat ini tergabung dua sisi kebajikan, yaitu kebajikan perbuatan dan ucapan. Kemudian perintah untuk menyembah Allah dan berbuat baik kepada manusia ini dikuatkan lagi dengan perintah yang tertentu secara detail dari hal tersebut, yaitu perintah mendirikan salat dan menunaikan zakat. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat.
(Al Baqarah:83)
Diceritakan pula bahwa ternyata mereka (Bani Israil) berpaling dari semua perintah itu, yakni mereka meninggalkan hal tersebut, membelakanginya, dan berpaling dengan sengaja sesudah mereka mengetahuinya, kecuali sedikit dari kalangan mereka yang mengerjakannya.
Allah Swt. telah memerintahkan pula umat ini dengan hal yang serupa di dalam surat An-Nisa, yaitu melalui firman-Nya:
Sembahlah Allah, dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya kalian. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (An Nisaa:36)
Dengan demikian, berarti umat ini diberi kepercayaan oleh Allah Swt. untuk mengerjakan perintah-perintah Allah yang tidak pernah dikerjakan oleh umat-umat sebelumnya. Segala puji dan anugerah hanyalah milik Allah belaka.
Di antara nukilan yang garib (aneh) sehubungan dengan hal ini ialah sebuah riwayat yang diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim di dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Abi (ayah Ibnu Abu Hatim), telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Khalaf Al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yusuf (yakni At-Tanisi), telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Sabih, dari Humaid ibnu Uqbah, dari Asad ibnu Wada'ah. Disebutkan bahwa Asad ibnu Wada'ah bila keluar dari rumahnya tidak pernah bersua dengan seorang Yahudi atau Nasrani melainkan ia mengucapkan salam kepadanya. Ketika ditanyakan kepadanya, "Apakah gerangan yang mendorongmu hingga kamu mengucapkan salam kepada orang Yahudi dan orang Nasrani?" Ia menjawab bahwa sesungguhnya Allah telah berfirman:
serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.
Perkataan yang baik itu menurutnya adalah ucapan salam. Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, hal yang sama telah diriwayatkan dari Ata Al-Khurrasani.
Menurut kami, telah ditetapkan di dalam sunnah bahwa kita tidak boleh memulai mengucapkan salam penghormatan kepada mereka (orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani).
4 Tafsir Al-Jalalain
(Dan) ingatlah (ketika Kami mengambil ikrar dari Bani Israel) maksudnya dalam Taurat, dan Kami katakan, ("Janganlah kamu menyembah) ada yang membaca dengan 'ta' dan ada pula dengan 'ya', yaitu 'laa ya`buduuna', artinya mereka tidak akan menyembah (kecuali kepada Allah). Kalimat ini merupakan kalimat berita tetapi berarti larangan. Ada pula yang membaca 'laa ta`buduu', artinya 'janganlah kamu sembah!' (Dan) berbuat kebaikanlah! (kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya) maksudnya berbakti selain itu juga (kaum kerabat) athaf pada al-waalidain (anak-anak yatim dan orang-orang miskin serta ucapkanlah kepada manusia) kata-kata (yang baik) misalnya menyuruh pada yang baik dan melarang dari yang mungkar, berkata jujur mengenai diri Muhammad dan ramah tamah terhadap sesama manusia. Menurut suatu qiraat 'husna' dengan 'ha' baris di depan dan 'sin' sukun yang merupakan mashdar atau kata benda dan dipergunakan sebagai sifat dengan maksud untuk menyatakan 'teramat' artinya teramat baik. (Dan dirikanlah salat serta bayarkan zakat!) Sesungguhnya kamu telah memberikan ikrar tersebut. (Kemudian kamu tidak memenuhi) janji itu. Di sini tidak disebut-sebut orang ketiga, yaitu nenek moyang mereka (kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu juga berpaling.") seperti halnya nenek moyangmu.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Di samping itu, wahai orang-orang Yahudi, kalian telah memiliki masa lampau yang penuh dosa, ingkar janji, serta pelanggaran terhadap batas-batas yang telah ditetapkan Allah untuk kalian. Ingatlah ketika kalian berjanji kepada Kami di dalam Tawrât. Yaitu bahwa kalian tidak akan menyembah selain Allah; akan berbuat baik kepada kedua orangtua, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang miskin; menggunakan ungkapan-ungkapan baik yang dapat mempersatukan dan tidak menjauhkan kalian dengan orang lain; melaksanakan apa yang diwajibkan kepada kalian, yaitu salat dan zakat. Ingatlah apa yang kalian perbuat terhadap perjanjian ini. Kalian telah mengingkarinya dan berpaling darinya. Hanya beberapa orang saja yang tunduk pada kebenaran.
6 Tafsir as-Saadi
"Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan ber-buat baiklah
kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah
kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemu-dian kamu
tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil dari padamu, dan kamu selalu berpaling." (Al-Baqarah: 83).
(83) Syariat-syariat ini adalah di antara dasar-dasar agama yang
diperintahkan oleh Allah pada setiap syariat yang diturun-kan, karena meliputi maslahat-maslahat
yang umum dalam setiap masa dan tempat, yang tidak disentuh oleh hukum naskh, sebagai dasar
agama. Oleh karena itu Allah memerintahkan kepada kita dengannya dalam FirmanNya,
﴾ وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗا وَبِذِي
ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ
وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا
يُحِبُّ مَن كَانَ مُخۡتَالٗا فَخُورًا 36 ﴿
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri." (An-Nisa`: 36).
FirmanNya ﴾ وَإِذۡ أَخَذۡنَا مِيثَٰقَ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ﴿ "Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil." Ini merupakan bagian dari keke-rasan hati mereka, bahwa setiap perintah yang ditujukan kepada mereka, niscaya mereka melanggarnya, dan mereka tidaklah me-nerimanya kecuali dengan sumpah-sumpah yang kuat dan janji-janji yang kokoh. Dan perjanjian tersebut adalah, ﴾
لَا تَعۡبُدُونَ إِلَّا ٱللَّهَ ﴿ "Janganlah kamu menyembah selain Allah." Ini merupakan perintah untuk menyembah kepada Allah semata dan larangan dari mem-persekutukanNya. Ini adalah dasar agama, di mana segala per-buatan tidak akan diterima bila tidak berdasar di atasnya, dan hal itu adalah hak Allah atas hamba-hambaNya.
Kemudian Allah berfirman, ﴾ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَانٗا ﴿ "Dan berbuat baik-lah kepada ibu bapak," yakni berbaktilah kalian kepada kedua orang tua. Ini bersifat umum mencakup segala kebajikan, baik perkataan maupun tindakan yang merupakan perbuatan baik kepada mereka.
Ayat ini menunjukkan larangan dari berbuat buruk kepada kedua orang tua atau larangan tidak berbuat baik dan berbuat jelek, karena yang wajib adalah berbuat baik, dan perintah kepada sesuatu adalah larangan dari hal yang bertentangan dengannya. Dan kebalikan dari berbuat kebaikan ada dua, berbuat buruk yang merupakan kejahatan yang paling besar, dan meninggalkan ber-buat baik sekalipun tidak berbuat buruk, juga merupakan hal yang diharamkan, akan tetapi tidak mesti disamakan dengan yang pertama.
Dan seperti ini juga hukumnya dalam hal silaturahim kepada kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Adapun perin-cian masalah berbuat baik tidaklah terbatas oleh bilangan, akan tetapi dengan definisi sebagaimana yang telah berlalu.
Kemudian Allah memerintahkan manusia untuk berbuat baik secara umum dengan FirmanNya, ﴾ وَقُولُواْ لِلنَّاسِ
حُسۡنٗا ﴿ "Serta ucapkan-lah kata-kata yang baik kepada manusia," dan di antara perkataan yang baik adalah memerintah mereka kepada yang ma'ruf dan mencegah mereka dari perbuatan mungkar, serta mengajarkan ilmu kepada mereka, menyebarkan salam dan wajah berseri, dan lain sebagainya dari perkataan-perkataan yang baik. Dan ketika tidak semua manusia mampu berbuat baik dengan hartanya, maka mereka diperintahkan dengan suatu hal yang mereka mampu melakukannya untuk berbuat baik kepada setiap makhluk, yaitu berbuat baik dengan perkataan. Dengan demikian termasuk dalam kandungan hal itu juga adalah larangan dari perkataan yang buruk kepada manusia hingga kepada kaum kafir. Oleh karena itulah Allah تعالى berfirman,
﴾ وَلَا تُجَٰدِلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ إِلَّا بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ ﴿
"Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik." (Al-Ankabut: 46).
Dan di antara tata krama seorang manusia yang telah Allah didikkan kepada hamba-hambaNya adalah agar manusia itu mulia dalam perkataan maupun tindakannya, tidak berlaku keji dan tidak pula jorok, tidak mencela dan tidak juga bertengkar, akan tetapi berakhlak yang baik, luas keramahannya, pandai bergaul dengan setiap orang, bersabar atas segala yang diterima dari gang-guan makhlukNya sebagai tindakan menaati perintah Allah dan pengharapan atas ganjaranNya.
Kemudian Allah memerintahkan mereka untuk mendirikan Shalat dan menunaikan Zakat, karena seperti yang telah dijelaskan bahwa shalat itu mengandung sikap keikhlasan kepada Dzat yang disembah, sedangkan zakat mengandung tindakan berbuat baik kepada hamba. Kemudian setelah perintah ini, kalian pasti men-dapatkan kebaikan-kebaikan dan justru dengan adanya perintah-perintah yang baik tersebut, yang mana bila seorang yang sangat jeli dan paham melihat hal-hal itu niscaya dia akan mengetahui kebaikan Allah تعالى terhadap hamba-hambaNya yang memerintah-kan hal-hal tersebut kepada mereka dan memuliakan mereka dengannya, yang telah mengambil janji-janji atas kalian, ﴾
تَوَلَّيۡتُمۡ ﴿ "kamu tidak memenuhi janji itu," dengan cara berpaling, karena orang yang berbalik pergi itu terkadang masih memiliki niat untuk kem-bali lagi kepada hal yang dia tinggalkan, namun mereka ini sama sekali tidak memiliki keinginan dan tidak pula punya niat untuk kembali. Maka mari kita berlindung kepada Allah dari keterhinaan.
Dan FirmanNya, ﴾ إِلَّا قَلِيلٗا مِّنكُمۡ ﴿ "Kecuali sebagian kecil dari kamu," ini adalah pengecualian, agar
tidak timbul asumsi bahwasa-nya mereka berpaling semuanya, maka Allah mengabarkan bahwa ada
sedikit di antara mereka yang dilindungi oleh Allah dan di-kukuhkan dalam hal tersebut.