Ali 'Imran Ayat 136
اُولٰۤىِٕكَ جَزَاۤؤُهُمْ مَّغْفِرَةٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَجَنّٰتٌ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا ۗ وَنِعْمَ اَجْرُ الْعٰمِلِيْنَۗ ( آل عمران: ١٣٦ )
'Ūlā'ika Jazā'uuhum Maghfiratun Min Rabbihim Wa Jannātun Tajrī Min Taĥtihā Al-'Anhāru Khālidīna Fīhā Wa Ni`ma 'Ajru Al-`Āmilīna. (ʾĀl ʿImrān 3:136)
Artinya:
Balasan bagi mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan (itulah) sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal. (QS. [3] Ali 'Imran : 136)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Balasan bagi mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga dengan penuh kenikmatan, keindahan dan kedamaian. Salah satu gambaran keindahan surga ialah di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal saleh.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Demikianlah lima sifat di antara sifat-sifat orang yang bertakwa kepada Allah yang harus dimiliki oleh setiap Muslim. Setiap Muslim hendaknya berusaha agar terwujud di dalam dirinya kelima sifat itu dengan sempurna karena dengan memiliki sifat-sifat itu dia akan menjadi Muslim yang dapat memberi manfaat kepada dirinya sendiri dan dapat pula memberi manfaat kepada orang lain dan kepada masyarakat, nusa dan bangsanya.
Orang yang memiliki sifat-sifat itu akan dibalas Allah dengan mengampuni dosanya dan menempatkannya di akhirat kelak di dalam surga. Mereka kekal di dalamnya dan memang itulah ganjaran yang sebaik-baiknya bagi setiap orang yang beramal baik dan berusaha untuk memperbaiki dirinya, masyarakat dan umatnya.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Allah Swt. berfirman sesudah menggambarkan perihal mereka yang telah disebutkan sifat-sifatnya, yaitu:
Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka.
Yaitu balasan mereka karena menyandang sifat-sifat tersebut ialah ampunan dari Tuhan mereka.
...dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai.
Yakni berbagai macam minuman.
...sedangkan mereka kekal di dalamnya.
Maksudnya, menetap di dalam surga untuk selama-lamanya.
...dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yana beramal
Allah Swt memuji keindahan surga dan semua kenikmatan yang ada di dalamnya.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di bawahnya mengalir anak-anak sungai, kekal mereka di dalamnya) menjadi hal artinya ditakdirkan kekal jika mereka beruntung memasukinya (dan itulah sebaik-baiknya pahala bagi orang yang beramal) artinya pahala bagi orang-orang yang mengerjakan perbuatan terpuji ini.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Pahala mereka yang mempunyai sifat-sifat seperti itu adalah ampunan yang besar dari Tuhan dan surga-surga yang dialiri bermacam-macam sungai di antara pohon-pohonnya. Di sana mereka akan hidup kekal selamanya. Itulah sebaik-bakinya pahala bagi orang-orang yang mengerjakan perintah Allah.
6 Tafsir as-Saadi
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkah-kan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun untuk dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa kecuali Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalam-nya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal." (Ali Imran: 130-136).
(130) Telah berlalu pada mukadimah tafsir ini bahwa se-orang hamba seyogyanya memperhatikan perintah dan larangan pada dirinya dan orang lain. Dan bahwasanya Allah تعالى apabila memerintahkan kepadanya suatu perintah, maka dia wajib pertama kali mengetahui batasannya dan apa yang diperintahkan tersebut agar dia mampu menaati hal tersebut, dan apabila dia telah menge-tahui hal itu, maka hendaklah berusaha dan memohon pertolongan kepada Allah untuk menaatinya pada dirinya maupun pada orang lain sesuai dengan kemampuannya dan kapasitasnya.
Demikian pula bila dia dilarang dari sesuatu, dia mengetahui batasannya dan hal-hal yang termasuk di dalamnya dan yang tidak termasuk, kemudian dia berusaha dan memohon pertolongan dari Rabbnya dalam meninggalkannya, dan bahwasanya hal ini wajib untuk diperhatikan dalam segala perintah Allah dan laranganNya.
Ayat-ayat yang mulia ini terkandung di dalamnya berbagai perintah dan perkara dari perkara-perkara kebaikan. Allah meme-rintahkan kepadanya dan menganjurkan untuk mengamalkannya, lalu Allah mengabarkan tentang balasan pelakunya, dan mengabar-kan larangan-larangan yang dianjurkan untuk ditinggalkan.
Barangkali hikmah -wallahu a'lam – dalam memasukkan ayat-ayat ini di sela-sela kisah perang Uhud adalah seperti yang telah dijelaskan bahwasanya Allah تعالى telah berjanji kepada hamba-hambaNya yang Mukmin yaitu apabila mereka bersabar dan ber-takwa niscaya Allah akan membela mereka dalam menghadapi musuh-musuh mereka dan menghinakan musuh untuk mereka, sebagaimana pada Firman Allah تعالى,
﴾ وَإِن تَصۡبِرُواْ وَتَتَّقُواْ لَا يَضُرُّكُمۡ كَيۡدُهُمۡ شَيۡـًٔاۗ ﴿
"Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu." (Ali Imran: 120).
Kemudian Allah berfirman,
﴾ إِن تَصۡبِرُواْ وَتَتَّقُواْ وَيَأۡتُوكُم مِّن فَوۡرِهِمۡ هَٰذَا يُمۡدِدۡكُمۡ رَبُّكُم ﴿
"Jika kamu bersabar dan bertakwa, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu." (Ali Imran: 125).
Seakan-akan jiwa merindukan pengetahuan akan sifat-sifat ketakwaan yang akan mengakibatkan adanya pertolongan, keme-nangan, dan kebahagiaan, maka Allah menyebutkan dalam ayat-ayat ini sifat-sifat ketakwaan yang terpenting yang mana bila se-orang hamba menunaikannya, niscaya pelaksanaannya terhadap hal yang lain lebih utama dan lebih patut.
Dan dasar dari pernyataan yang telah kami katakan, adalah bahwa Allah telah menyebutkan lafazh takwa pada ayat-ayat ini sebanyak tiga kali, sekali berbentuk muthlaq yaitu FirmanNya, ﴾ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ ﴿ "Yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa", dan dua kali berbentuk muqayyad dalam FirmanNya, ﴾ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ﴿ "Bertak-walah kamu kepada Allah" dan, ﴾ وَٱتَّقُواْ ٱلنَّارَ ﴿ "Dan peliharalah dirimu dari api neraka."
Dan Firman Allah تعالى, ﴾ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ﴿ "Hai orang-orang yang beriman," setiap yang ada dalam al-Qur`an berupa Firman Allah تعالى, "Hai orang-orang yang beriman, lakukan ini atau tinggalkan-lah ini," menunjukkan bahwa keimanan itu adalah penyebab yang mendorong dan mengharuskan untuk menaati perintah atau men-jauhi larangan tersebut, karena keimanan itu adalah keyakinan yang total kepada perkara yang memang wajib untuk diyakini yang menuntut terwujudnya perbuatan anggota tubuh. Maka Allah melarang mereka dari memakan riba dengan berlipat-lipat ganda, di mana hal itu adalah perkara yang telah biasa dilakukan oleh orang-orang jahiliyah dan orang-orang yang tidak mempedu-likan perkara-perkara syariat, yaitu bila jatuh tempo hutang atas seorang yang sedang kesulitan sementara dia tidak memiliki apa-apa untuk menunaikannya, maka mereka berkata kepadanya, "Kamu harus menunaikan hutangmu atau kami menambah tempo pelunasan hutang itu dengan menambah bunga hutang dalam tanggunganmu." Maka orang fakir terpaksa harus membayar ke-pada pemilik hutang, dan konsisten terhadap hal itu demi meraih ketenangan hatinya yang bersifat sementara hingga bertambahlah hutang (yang harus dilunasinya) dengan berlipat-lipat ganda tanpa ada manfaat dan pemanfaatannya.
Maka dalam FirmanNya, ﴾ أَضۡعَٰفٗا مُّضَٰعَفَةٗۖ ﴿ "Dengan berlipat ganda," terdapat peringatan terhadap kekejian yang besar disebab-kan banyaknya dan peringatan terhadap hikmah di balik pengha-ramannya, dan bahwasanya hikmah di balik pengharaman riba adalah bahwa Allah melarang dari hal tersebut karena mengan-dung kezhaliman. Hal tersebut karena Allah mewajibkan untuk menangguhkan orang yang sedang dalam kondisi sulit dan mem-biarkan hutang itu (seperti semula) tanpa ada tambahan. Maka mengharuskan (pembayaran hutang) dengan yang lebih dari itu merupakan tindakan kezhaliman yang berlipat-lipat.
Oleh karena itu, wajiblah atas seorang Mukmin yang bertak-wa meninggalkan hal itu dan tidak mendekat kepadanya, karena meninggalkan hal tersebut termasuk konsekuensi ketakwaan, dan keberuntungan itu tergantung pada ketakwaan. Karena itu Allah berfirman, ﴾ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ﴿ "Bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan."
(131) ﴾ وَٱتَّقُواْ ٱلنَّارَ ٱلَّتِيٓ أُعِدَّتۡ لِلۡكَٰفِرِينَ ﴿ "Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir," dengan cara meninggalkan hal-hal yang menjerumuskan ke dalamnya, berupa kekufuran dan kemaksiatan dengan perbedaan tingkatannya, karena seluruh kemaksiatan, khususnya kemaksiatan yang besar, akan menyeret kepada kekufuran, bahkan ia merupakan sifat dari kekufuran yang telah Allah siapkan neraka bagi pelaku-pelakunya.
Maka meninggalkan kemaksiatan akan menyelamatkan dari api neraka dan menjaga diri dari kemurkaan Yang Mahakuasa. Sedang perbuatan-perbuatan baik dan ketaatan akan mendapatkan ridha Allah, masuk ke dalam surga dan memperoleh rahmat. Oleh karena itu, Allah berfirman;
(132) ﴾ وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ ﴿ "Dan taatilah Allah dan Rasul" dengan melaksanakan perintah sebagai bentuk ketaatan dan menjauhi larangan, ﴾ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ ﴿ "agar kalian mendapat rahmat." Taat ke-pada Allah dan RasulNya adalah termasuk sebab-sebab mendapat-kan rahmat, sebagaimana Allah تعالى berfirman,
﴾ وَرَحۡمَتِي وَسِعَتۡ كُلَّ شَيۡءٖۚ فَسَأَكۡتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ ﴿
"Dan rahmatKu meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmatKu untuk orang-orang yang bertakwa dan yang menunaikan zakat." (Al-A'raf: 156).
(133) Kemudian Allah memerintahkan mereka untuk ber-segera menuju ampunanNya dan menggapai surgaNya yang luas-nya seluas langit dan bumi, lalu bagaimanakah dengan (kadar) panjangnya yang disiapkan bagi orang-orang yang bertakwa? Me-reka itu adalah penghuni-penghuninya dan perbuatan-perbuatan ketakwaanlah yang akan menyampaikan kepadanya.
(134) Kemudian Allah menjelaskan tentang sifat orang-orang yang bertakwa dan perbuatan-perbuatan mereka seraya berfirman, ﴾ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ ﴿ "(Yaitu) orang-orang yang menaf-kahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit," yaitu, pada saat kondisi mereka sedang sulit atau kondisi mereka sedang lapang. Bila mereka sedang lapang, maka mereka akan memper-banyak infak, dan bila mereka sedang kesulitan, maka mereka tidak menganggap remeh suatu kebaikan walaupun (hanya) sedikit (saja).
﴾ وَٱلۡكَٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ ﴿ "Dan orang-orang yang menahan amarahnya," yaitu, bila terjadi dari orang lain tindakan yang menyakitkan ter-hadapnya yang menimbulkan kemarahan yaitu hati yang penuh dengan kedongkolan yang akan menimbulkan balas dendam de-ngan perkataan maupun perbuatan. Mereka itu tidaklah bertindak menurut tabiat kemanusiaannya, akan tetapi mereka menahan apa yang ada dalam hati mereka disebabkan kemarahan, dan mengha-dapi orang yang berbuat jelek kepadanya itu dengan kesabaran.
﴾ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ ﴿ "Dan memaafkan (kesalahan) orang." Termasuk dalam tindakan memaafkan orang adalah memaafkan segala hal yang terjadi dari orang yang telah berbuat jelek kepada kita dengan perkataan maupun perbuatan. Memaafkan itu sangat lebih baik daripada (hanya) sekedar menahan amarah, karena memaafkan itu adalah tindakan meninggalkan balas dendam disertai dengan bentuk kelapangan dada terhadap orang yang berbuat jelek. Itu hanya dapat terjadi dari orang-orang yang menghiasi dirinya dengan akhlak yang terpuji dan jauh dari akhlak yang tercela, dan dari orang-orang yang bertransaksi dengan Allah dan memaafkan hamba-hamba Allah sebagai suatu kasih sayang terhadap mereka dan tindakan kebajikan kepada mereka, benci dari keburukan yang menimpa mereka agar Allah mengampuni dirinya sehingga dia mendapatkan pahala di sisi Allah yang Mahamulia, dan bukan dari hamba yang miskin, sebagaimana Allah تعالى berfirman,
﴾ فَمَنۡ عَفَا وَأَصۡلَحَ فَأَجۡرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِۚ ﴿
"Maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah." (Asy-Syura: 40).
Kemudian Allah menyebutkan kondisi yang lebih umum daripada yang lainnya dan lebih baik, lebih tinggi dan lebih utama, yaitu berbuat kebajikan (al-Ihsan), Allah berfirman, ﴾ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ﴿ "Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." Kebajikan itu ada dua macam: Berbuat baik pada perkara ibadah kepada Sang Pencipta dan berbuat baik kepada para makhluk.
Dan Ihsan dalam perkara ibadah kepada Sang Pencipta telah ditafsirkan oleh Nabi ﷺ dengan sabdanya,
أَنْ تَعْبُدَ اللّٰهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.
"Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya, dan bila engkau tidak melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihatmu."[9]
Adapun berbuat baik kepada para makhluk yaitu memberi-kan manfaat yang bersifat agama maupun duniawi kepada mereka dan menghindarkan mereka dari kemudaratan yang bersifat agama maupun duniawi, sehingga termasuk dalam kategori itu adalah memerintahkan mereka kepada yang ma'ruf dan melarang mereka dari yang mungkar, mengajarkan orang yang bodoh di antara mereka, menasihati masyarakat umum maupun khusus, berusaha dalam menyatukan kalimat mereka, menyalurkan segala macam sedekah, infak yang wajib maupun yang sunnah kepada mereka dengan berbagai perbedaan kondisi dan karakter mereka. Terma-suk juga dalam hal itu adalah mengerahkan kedermawanan hati, menolak keburukan dan bersabar atas gangguan, sebagaimana Allah menjelaskan tentang sifat orang-orang yang bertakwa dalam ayat ini.
Maka barangsiapa yang melaksanakan perkara-perkara ter-sebut, ia telah menegakkan hak-hak Allah dan hak-hak hambaNya. Kemudian Allah تعالى menyebutkan tentang alasan mereka kepada Tuhan mereka dari kejahatan dan dosa-dosa mereka, seraya ber-firman,
(135) ﴾ وَٱلَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَٰحِشَةً أَوۡ ظَلَمُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ ﴿ "Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri," maksudnya, telah terjadi perbuatan-perbuatan buruk yang besar atau yang kecil yang dilakukan oleh mereka, lalu mereka segera bertaubat dan meminta ampunan, mereka mengingat Rabb mereka dan ancamanNya bagi orang-orang yang berbuat maksiat dan apa yang dijanjikan bagi orang-orang yang bertakwa. Maka mereka memohon ampunan padaNya atas dosa-dosa mereka itu, menutup aib-aib mereka, disertai dengan tindakan mereka meninggalkan-nya hingga akar-akarnya dan menyesalinya. Karena itulah Allah berfirman, ﴾ وَلَمۡ يُصِرُّواْ عَلَىٰ مَا فَعَلُواْ وَهُمۡ يَعۡلَمُونَ ﴿ "Dan mereka tidak menerus-kan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui."
(136) ﴾ أُوْلَٰٓئِكَ ﴿ "Mereka itu." Yaitu, orang-orang yang bersifat dengan sifat-sifat tersebut, ﴾ جَزَآؤُهُم مَّغۡفِرَةٞ مِّن رَّبِّهِمۡۗ ﴿ "balasannya ialah am-punan dari Rabb mereka" yang menghapus dari mereka segala hal yang dikhawatirkan, ﴾ وَجَنَّٰتٞ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ ﴿ "dan surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai", di dalamnya tersimpan kenik-matan yang abadi, kebahagiaan, kesenangan, kemuliaan, kebaikan, kemenangan, istana-istana, rumah-rumah yang indah lagi tinggi, pohon-pohon yang berbuah lagi ranum, sungai-sungai yang me-ngalir pada kediaman-kediaman yang baik tersebut.
﴾ خَٰلِدِينَ فِيهَاۚ ﴿ "Mereka kekal di dalamnya", mereka tidak akan keluar darinya dan tidak pula mencari penggantinya serta kenik-matan yang mereka rasakan di dalamnya tidak akan dirubah, ﴾ وَنِعۡمَ أَجۡرُ ٱلۡعَٰمِلِينَ ﴿ "dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal." Mereka beramal karena Allah (hanya) sedikit, namun diberikan ganjaran yang banyak. Di Shubuh hari, orang-orang yang der-mawan bertahmid kepada Allah (atas apa yang diberikan kepada mereka di malam hari). Dan pada Hari Pembalasan, seorang yang beramal akan mendapatkan ganjarannya secara penuh dan sem-purna.
Ayat-ayat yang mulia ini menjadi dalil-dalil bagi Ahlus Sunnah wal Jama'ah, bahwa "perbuatan itu" termasuk dalam iman, berbeda dengan golongan Murji`ah. Dan sisi penunjukan ayat tersebut hanya bisa sempurna (bila) disertai dengan penyebutan ayat 21 dalam Surat al-Hadid, partner ayat ini, yaitu FirmanNya,
﴾ سَابِقُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا كَعَرۡضِ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ أُعِدَّتۡ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦۚ ﴿
"Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan (kepada) surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang Nya." (Al-Hadid: 21).
Dalam ayat ini tidak disebutkan kecuali kata iman kepada Allah dan kepada RasulNya sementara dalam ayat Ali Imran ini disebutkan, ﴾ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ ﴿ "Yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." Kemudian Allah menjelaskan tentang sifat-sifat mereka dengan amalan-amalan yang bersifat badan maupun harta, se-hingga menunjukkan bahwa orang-orang yang bertakwa itu adalah, "orang-orang yang disifati dengan sifat-sifat tersebut," dan mereka itulah orang-orang yang beriman.