Ali 'Imran Ayat 76
بَلٰى مَنْ اَوْفٰى بِعَهْدِهٖ وَاتَّقٰى فَاِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِيْنَ ( آل عمران: ٧٦ )
Balaá Man 'Awfaá Bi`ahdihi Wa Attaqaá Fa'inna Allāha Yuĥibbu Al-Muttaqīna. (ʾĀl ʿImrān 3:76)
Artinya:
Sebenarnya barangsiapa menepati janji dan bertakwa, maka sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertakwa. (QS. [3] Ali 'Imran : 76)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Padahal, yang benar adalah bahwa mereka tetap berdosa karena khianat. Sebab, sebenarnya barangsiapa menepati janji dengan mengembalikan hak orang lain sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan bertakwa, maka sungguh dengan takwa itu ia akan memperoleh cinta Allah, karena Allah senantiasa mencintai orang-orang yang bertakwa. Ini menunjukkan bahwa menepati janji atau tidak khianat menjadi salah satu kriteria ketakwaan.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Pendapat kalangan Bani Israil yang mengatakan bahwa tidak ada dosa bagi mereka apabila mereka melakukan kejahatan terhadap umat Islam disangkal. Kemudian Allah menegaskan agar setiap orang selalu menepati segala macam janji dan menunaikan amanah yang dipercayakan kepadanya.
Kalau ada orang yang meminjamkan harta kepadamu yang telah ditetapkan waktunya, atau ada orang yang menjual barang yang telah ditetapkan, atau ada orang yang menitipkan barang, hendaklah ditepati ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama. Hendaklah harta seseorang diberikan tepat pada waktunya tanpa menunggu tagihan atau menunggu sampai persoalan itu dibawa ke pengadilan. Demikianlah yang dikehendaki oleh ketentuan syariat.
Dalam ayat ini terdapat satu peringatan bahwa orang Yahudi itu tidak mau menepati janji semata-mata karena janjinya, tetapi mereka melihat dengan siapa mereka berjanji. Apabila mereka mengadakan perjanjian dengan Bani Israil mereka memandang wajib memenuhinya, tetapi apabila mereka mengadakan perjanjian dengan selain Bani Israil, mereka tidak memandang wajib memenuhinya.
Allah menyebutkan pahala orang yang menepati janjinya untuk memberikan pengertian bahwa menepati janji termasuk perbuatan yang diridai Allah dan orang yang menepati janji itu akan mendapat rahmat-Nya di dunia dan di akhirat.
Pada ayat ini dijelaskan bahwa prinsip agama yaitu menepati janji dan tidak mengingkarinya, serta memelihara diri dari berbuat maksiat adalah perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah, dan patut mendapat limpahan kasih sayang-Nya.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya, dan bertakwa.
Yakni tetapi orang yang menunaikan janjinya dan bertakwa dari kalangan kalian, hai Ahli Kitab, yaitu janji yang kalian ikrarkan kepada Allah yang isinya menyatakan kalian akan beriman kepada Muhammad Saw. apabila telah diutus. Sebagaimana janji dan ikrar telah diambil dari para nabi dan umatnya masing-masing untuk mengikrarkan hal tersebut. Kemudian ia menghindari hal-hal yang diharamkan oleh Allah, lalu ia taat kepada-Nya dan kepada syariat-Nya yang dibawa oleh penutup para rasul yang juga sebagai penghulu mereka.
...maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Bukan demikian) tetapi terhadap mereka tetap ada tuntutan (barang siapa yang menepati janjinya) baik yang dibuatnya dengan Allah atau yang dititahkan Allah menepatinya, berupa memenuhi amanat dan lain-lain (serta ia bertakwa) kepada Allah dengan mengerjakan taat dan meninggalkan maksiat (maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.) Di sini ada penempatan zahir di tempat yang mudhmar, yang berarti "Allah mengasihi mereka" maksudnya memberi mereka pahala.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Benar, mereka sungguh telah membohongi dan mendustakan Allah. Sesungguhnya orang yang melaksanakan hak orang lain, menepatinya sesuai waktu yang mereka janjikan, dan takut kepada Allah dengan tidak menguranginya dan menundanya, tentu akan beruntung mendapatkan kecintaan Allah, karena ia bertakwa kepada-Nya(1). (1) Ayat ini mengisyaratkan kewajiban menepati janji. Banyak ayat lain sebelum ayat ini yang juga berbicara tentang kewajiban menepati janji, seperti ayat 27 surat al-Baqarah, misalnya. Umat Islam dituduh tidak memelihara perjanjian. Mereka, menurut tuduhan itu, melakukan perjanjian hanya demi tujuan yang bersifat sementara, untuk kemudian melanggarnya di mana ada kesempatan. Tuduhan semacam itu telah pernah disanggah oleh Imam 'Aliy ibn Abî Thâlib dalam suratnya yang ditujukan kepada al-Asytar al-Nakh'iy. Bunyinya, "Kalau terdapat perjanjian di antara kamu dengan musuhmu atau dengan ahl al-dzimmah (non Muslim yang tinggal di kawasan pemerintahan Islam yang mendapatkan perlindungan menyangkut hak hidup, kepemilikan dan kebebasan beragama, melalui suatu perjanjian, pen.), maka tepatilah perjanjian itu dan peliharalah kewajiban melindungi itu dengan jujur. Jadikan dirimu sebagai perisai yang melindungimu dari pemberian mereka kepadamu. Sebab tidak ada perintah Allah yang lebih disepakati perlunya oleh orang banyak, meskipun mereka berbeda-beda keinginan, daripada perintah untuk menepati janji. Maka, jangan khianati perlindunganmu dan perjanjianmu." Dalam sejarah peradaban Islam pernah terjadi suatu peristiwa ketika seorang pemimpin Islam mengembalikan jizyah (upeti) yang telah dibayarkan Ahl al-Kitâb kepadanya. Hal itu dilakukannya setelah ia merasa tidak lagi mampu melindungi mereka. Dan itu merupakan syarat perjanjian.
6 Tafsir as-Saadi
"Di antara ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercaya-kan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan, 'Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi.' Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui. (Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa." (Ali Imran: 75-76).
(75) Allah تعالى memberitakan tentang Ahli Kitab bahwasa-nya ada sekelompok dari mereka orang-orang yang jujur (terper-caya), di mana bila Anda berikan kepada mereka sejumlah harta yang banyak, niscaya mereka akan menunaikannya dengan ama-nah kepada Anda. Ada juga sekelompok dari mereka orang-orang yang tidak jujur yang akan selalu berkhianat walaupun (nilai) hartanya sedikit sekali, dan bersama pengkhianatan yang keji ini, mereka membuat dalih-dalih yang batil dengan berkata, ﴾ لَيۡسَ عَلَيۡنَا فِي ٱلۡأُمِّيِّـۧنَ سَبِيلٞ ﴿ "Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi" (orang-orang Arab), artinya, tidak ada kesalahan atas kami bila mengkhianati mereka dan menghalalkan harta mereka, karena mereka tidak memiliki kehormatan. Allah تعالى berfirman,﴾ وَيَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ وَهُمۡ يَعۡلَمُونَ ﴿ "Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui," artinya, mereka menanggung dosa yang paling dahsyat di mana mereka menyatukan pengkhianatan dengan penghinaan terhadap bangsa Arab dan juga dengan dusta atas nama Allah, dan mereka mengetahui hal tersebut, bahwa mereka bukan seperti orang-orang yang melakukan hal semacam itu atas dasar tidak mengerti dan tersesat.
(76) Kemudian Allah تعالى berfirman, ﴾ بَلَىٰۚ ﴿ "Bukan demikian" artinya, tidaklah perkara itu seperti yang mereka katakan.﴾ مَنۡ أَوۡفَىٰ بِعَهۡدِهِۦ وَٱتَّقَىٰ ﴿ "Sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa," yaitu yang menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak makhlukNya, maka orang seperti inilah yang bertakwa, di mana Allah mencintainya. Artinya barangsiapa yang bertentangan de-ngan hal itu yakni tidak memenuhi janjinya antara ia dengan sesa-manya dan tidak pula menunaikan ketakwaan kepada Allah, maka sesungguhnya Allah akan memurkai dan akan membalasnya atas perbuatannya itu dengan siksaan yang berat.