Asy-Syura Ayat 23
ذٰلِكَ الَّذِيْ يُبَشِّرُ اللّٰهُ عِبَادَهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِۗ قُلْ لَّآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ اَجْرًا اِلَّا الْمَوَدَّةَ فِى الْقُرْبٰىۗ وَمَنْ يَّقْتَرِفْ حَسَنَةً نَّزِدْ لَهٗ فِيْهَا حُسْنًا ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ شَكُوْرٌ ( الشورى: ٢٣ )
Dhālika Al-Ladhī Yubashshiru Allāhu `Ibādahu Al-Ladhīna 'Āmanū Wa `Amilū Aş-Şāliĥāti Qul Lā 'As'alukum `Alayhi 'Ajrāan 'Illā Al-Mawaddata Fī Al-Qurbaá Wa Man Yaqtarif Ĥasanatan Nazid Lahu Fīhā Ĥusnāan 'Inna Allāha Ghafūrun Shakūrun. (aš-Šūrā 42:23)
Artinya:
Itulah (karunia) yang diberitahukan Allah untuk menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan kebajikan. Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu imbalan pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” Dan barangsiapa mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan kebaikan baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Mensyukuri. (QS. [42] Asy-Syura : 23)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Itulah karunia besar yang di beritahukan Allah untuk menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan kebajikan yang telah di perintahkan oleh Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Katakanlah kepada mereka yang kafir itu, wahai Nabi Muhammad, “Aku tidak akan pernah meminta kepadamu sesuatu imbalan apa pun walau sedikit atas seruanku kepadamu untuk beriman kecuali jalinan kasih sayang di antara aku dan kalian dalam kekeluargaan.” Dan barang siapa mengerjakan kebaikan dengan penuh keimanan dan ketulusan akan Kami tambahkan dengan melipat gandakan kebaikan baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun kepada siapa pun yang memohon ampun atas dosa-dosa yang mereka lakukan, Maha Mensyukuri kepada siapa pun dari hamba-hamba-Nya atas perbuatan baik yang telah di lakukannya sehingga Allah menambahkan pahalanya.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa apa yang telah diberitakan mengenai pemberian karunia dan kesenangan serta kemuliaan di akhirat bagi hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh adalah satu berita gembira yang disampaikan di dunia agar jelas bagi mereka bahwa hal ini pasti menjadi kenyataan. Selanjutnya Allah memerintahkan Muhammad saw menyampaikan kepada kaumnya bahwa di dalam menjalankan tugas menyeru dan menyampaikan agama yang benar, ia tidak meminta balasan apa pun, tetapi ia hanya mengharapkan kasih sayang kaum Muslimin terhadap dirinya, kerabatnya dan kaum Muslimin lainnya.
Barang siapa berbuat baik, taat, dan patuh kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melipatgandakan kebaikan kepadanya. Satu kebaikan dibalas sekurang-kurangnya dengan sepuluh kebaikan, sampai tujuh ratus kebaikan bahkan lebih banyak lagi, sebagai rahmat dan karunia dari Allah, sebagaimana firman Allah:
Sungguh, Allah tidak akan menzalimi seseorang walaupun sebesar dharrah, dan jika ada kebajikan (sekecil dharrah), niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan pahala yang besar dari sisi-Nya. (an-Nisa'/4: 40)
Firman Allah:
Barang siapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya.(al-An'am/6: 160)
Allah berfirman:
Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. (al-Baqarah/2: 261)
Selanjutnya ayat 23 ini ditutup dengan satu penjelasan bahwa Allah mengampuni kesalahan hamba-Nya bagaimana pun banyaknya dan melipatgandakan pahala amal kebaikan meskipun sedikit, karena Dia adalah Tuhan Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Setelah menceritakan taman-taman surga untuk hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh, lalu Allah Swt. menyebutkan dalam firman selanjutnya:
Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal saleh. (Asy-Syura: 23)
Yakni hal ini pasti diperoleh mereka sebagai berita gembira dari Allah Swt. Kepada mereka bahwa mereka akan mendapatkannya.
Firman Allah Swt.:
Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syura: 23)
Katakanlah, hai Muhammad, kepada orang-orang musyrik dari kaum Quraisy, "Aku tidak meminta sesuatu harta pun dari kamu atas penyampaian dan nasihatku kepada kalian ini sebagai imbalannya yang kamu berikan kepadaku. Sesungguhnya yang aku minta dari kalian ialah hendaknya kalian menghentikan kejahatan kalian kepadaku, dan kalian biarkan aku menyampaikan risalah-risalah Tuhanku. Jika kalian tidak mau membantuku, maka janganlah kalian menggangguku, demi hubungan kekeluargaan yang ada antara aku dan kalian."
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abdul malik ibnu Maisarah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Tawus menceritakan hal berikut dari Ibnu Abbas r.a. Bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai makna firman-Nya, "Kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan." Maka Sa'id ibnu Jubair (yang ada di majelis itu) langsung menjawab, "Keluarga ahli bait Muhammad." Ibnu Abbas r.a. berkata, "Engkau tergesa-gesa, sesungguhnya Nabi Saw. itu tiada suatu puak pun dari kabilah Quraisy melainkan mempunyai hubungan kekerabatan dengan beliau Saw. Untuk itulah maka beliau Saw. bersabda, 'terkecuali bila kalian menghubungkan kekerabatan yang telah ada antara aku dan kalian'."
Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid (tunggal).
Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini dari Yahya Al-Qattan, dari Syu'bah dengan sanad yang sama.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Amir Asy-Syabi, Ad-Dahhak, Ali ibnu Abu Talhah, Al-Aufi, dan Yusuf ibnu Mahran serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, dari Ibnu Abbas r.a. dengan lafaz yang semisal.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid, Ikrimah, Qatadah, As-Saddi, Abu Malik, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya.
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim ibnu Zaid At-Tabrani dan Ja'far Al-Qalansi. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Adam ibnu Abu Iyas, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Khasif, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. berkata kepada mereka (orang-orang musyrik Mekah): Aku tidak meminta kepada kalian atas seruanku ini suatu upah pun kecuali kecintaanmu kepadaku mengingat kekeluargaanku dengan kalian, dan hendaknya kalian pelihara kekeluargaan yang ada antara aku dan kalian ini.
Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Hasan ibnu Musa, bahwa telah menceritakan kepada kami Quz'ah (yakni Ibnu Suwaid) dan Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Muslim ibnu Ibrahim, dari Quz'ah ibnu Suwaid, dari Ibnu Abu Najih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas r.a, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Aku tidak meminta kepada kalian atas keterangan dan petunjuk yang kusampaikan kepada kalian ini sesuatu upah pun, kecuali ketaatan kalian kepada Allah dan pendekatan diri kalian kepada-Nya dengan cara taat kepada-Nya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Qatadah, dari Al-Hasan Al-Basri. Dan hal ini bagaikan pendapat yang kedua seakan-akan disebutkan:
kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan. (Asy-Syura: 23)
Yakni kecuali bila kalian mengerjakan amal ketaatan yang mendekatkan diri kalian kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.
Pendapat yang ketiga ialah seperti apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan lain-lainnya melalui riwayat Sa’id ibnu Jubair dengan kesimpulan bahwa makna yang dimaksud yaitu, 'kecuali bila kalian menunaikan hak kekeluargaan kalian denganku'. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa terkecuali kalian berbuat baik kepada kaum kerabat kalian.
As-Saddi telah meriwayatkan dari Abud Dailam yang telah menceritakan bahwa ketika Ali ibnul Husain didatangkan sebagai tawanan dan diberdirikan di atas tangga kota Dimasyq, maka berdirilah seorang lelaki dari kalangan penduduk negeri Syam, lalu berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah membunuh dan memberantas kalian serta memotong sumber fitnah (kekacauan)." Maka Ali ibnul Husain bertanya kepada lelaki itu, "Apakah engkau membaca Al-Qur'an?" Lelaki itu menjawab, "Ya." Ali ibnul Husain bertanya, "Tidakkah engkau membaca Ali Ha Mim?" Lelaki itu menjawab, "Aku telah membaca seluruh Al-Qur'an, tetapi belum pernah menemukan yang namanya Ali Ha Mim." Ali ibnul Husain berkata, bahwa tidakkah engkau pernah membaca firman-Nya: Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syura: 23) Lelaki itu berkata, "Sesungguhnya kamukah yang dimaksud dengan mereka itu (ahlul bait)?" Ali ibnul Husain menjawab, "Ya."
Abu Ishaq As-Subai'i mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Amr ibnu Syu'aib tentang firman Allah Swt,: Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syura: 23) Maka Amr ibnu Syu'aib menjawab, bahwa yang dimaksud adalah kaum kerabat Nabi Saw. Riwayat ini dan yang sebelumnya kedua-duanya diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Abdus Salam, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Abu Ziad, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa orang-orang Ansar pernah mengatakan anu dan anu seakan-akan mereka membangga-banggakan dirinya. Maka Ibnu Abbas atau Al-Abbas —Abdus Salam atau perawi ragu—mengatakan, "Kamilah yang lebih utama daripada kamu." Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah Saw, maka beliau mendatangi majelis mereka, lalu bersabda, "Hai orang-orang Ansar, bukankah dahulu kalian dalam keadaan hina, lalu Allah memuliakan kalian melaluiku?" Mereka menjawab, "Memang benar, ya Rasulullah." Beliau Saw. bertanya, "Bukankah dahulu kamu dalam keadaan sesat, lalu Allah memberimu petunjuk melaluiku?" Mereka menjawab, "Benar, ya Rasulullah." Rasulullah Saw. bersabda, "Mengapa kamu tidak menjawabku?"Mereka balik bertanya, "Apakah yang harus kami katakan, ya Rasulullah?" Rasulullah Saw. bersabda: Tidakkah kamu katakan bahwa bukankah kaummu telah mengusirmu, lalu kami memberimu tempat tinggal. Bukankah mereka mendustakanmu, lalu kami membenarkanmu. Dan bukankah mereka menghinamu, lalu kami menolongmu? Rasulullah Saw. terus-menerus mengatakan hal itu sehingga mereka terduduk di atas lutut mereka (merendahkan diri) dan mereka mengatakan, "Semua harta yang ada pada tangan kami untuk Allah dan Rasul-Nya." Lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Katakanlah,- "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syura: 23)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Ali ibnul Husain, dari Abdul Mu'min ibnu Ali, dari Abdus Salam, dari Yazid ibnu Abu Ziad, tetapi ini daif, dengan sanad yang semisal atau mendekatinya.
Di dalam kitab Sahihain, dalam Bab "Pembagian Ganimah Hunain" disebutkan hal yang semisal dengan konteks ini, tetapi tidak disebutkan turunnya ayat terebut. Mengenai penyebutan turunnya ayat ini di Madinah masih diragukan kebenarannya, mengingat suratnya adalah Makkiyyah. Dan tidak ada kaitan yang jelas antara ayat dan riwayat ini; hanya Allahlah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami seorang lelaki yang senama dengannya (yakni Ali), telah menceritakan kepada kami Husain Al-Asyqar, dari Qais, dari Al-A'masy, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan, bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syura: 23) Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah mereka yang diperintahkan oleh Allah agar kita mencintainya?" Beliau Saw. bersabda, "Fatimah dan anaknya."
Sanad hadis ini daif, karena didalamnya terdapat seseorang yang tidak dikenal yang menerima hadis ini dari seorang guru beraliran Syi'ah yang ekstrim. Dia adalah Husain Al-Asyqar yang beritanya tidak dapat diterima dalam masalah ini. Dan penyebutan mengenai turunnya ayat di Madinah jauh dari kebenaran, karena sesungguhnya ayat ini Makkiyyah, dan pada saat itu Fatimah r.a. belum mempunyai anak sama sekali. Mengingat sesungguhnya Fatimah r.a. baru menikah dengan sahabat Ali r.a. hanya setelah Perang Badar, yaitu di tahun kedua Hijrah.
Pendapat yang benar sehubungan dengan tafsir ayat ini adalah apa yang telah diketengahkan oleh ulama umat ini juru penafsir Al-Qur'an, yaitu Abdullah ibnu Abbas r.a, seperti yang disebutkan dalam riwayat yang dikemukakan oleh Imam Bukhari darinya. Dan memang tidak diingkari adanya wasiat (anjuran) serta perintah untuk memperlakukan ahli bait dengan perlakuan yang baik dan menghormati serta memuliakan mereka. Karena sesungguhnya mereka berasal dari keturunan yang suci dari ahli bait yang paling mulia di muka bumi ini dipandang dari segi keturunan, kedudukan, dan kebanggaannya. Terlebih lagi bila mereka benar-benar mengikuti sunnah nabi yang sahih, jelas, dan gamblang; seperti yang telah dilakukan oleh para pendahulu mereka, misalnya Al-Abbas dan kedua putranya, Ali dan ahli bait serta keturunannya. Semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka.
Di dalam hadis sahih telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. dalam khotbahnya di Gadir Khum (nama sebuah mata air) telah bersabda:
Sesungguhnya aku menitipkan kepada kalian dua perkara yang berat, yaitu Kitabullah dan keturunanku (ahli baitku), dan sesungguhnya keduanya tidak dapat dipisahkan sebelum keduanya sampai di telaga (ku).
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Abu Khalid, dari Yazid ibnu Abu Ziad, dari Abdullah ibnul Haris, dari Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang Quraisy itu apabila sebagian dari mereka bersua dengan sebagian yang lain, mereka menjumpainya dengan wajah, yang cerah dan baik. Tetapi bila mereka bersua dengan kami, maka mereka menjumpai kami dengan wajah yang kami tidak kenal (dengan muka tidak sedap)." Maka Nabi Saw. marah sekali, lalu bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, iman masih belum meresap ke dalam hati seseorang sebelum dia menyukai kalian karena Allah dan Rasul-Nya.
Yakni sebelum mencintai ahli bait Rasulullah Saw. demi karena Allah dan Rasul-Nya.
Kemudian Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Yazid ibnu Abu Ziad, dari Abdullah ibnul Haris, dari Abdul Muttalib ibnu Rabi'ah yang menceritakan bahwa Al-Abbas r.a. masuk menemui Rasulullah Saw, lalu berkata, "Sesungguhnya kami benar-benar keluar dan kami lihat orang-orang Quraisy sedang berbicara dengan asyik. Tetapi bila mereka melihat kami, maka mendadak mereka diam." Maka Rasulullah Saw. marah dan mengernyitkan dahinya, kemudian bersabda: Demi Allah, iman masih belum meresap ke dalam kalbu seseorang muslim sebelum dia mencintai kamu karena Allah dan karena kekerabatanku.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Khalid, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Waqid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan dari Ibnu Umar r.a, dari Abu Bakar r.a. yang mengatakan, "Ingatlah Muhammad Saw. terhadap ahli baitnya."
Di dalam kitab sahih disebutkan bahwa Abu Bakar As-Siddiq r.a. pernah berkata kepada Ali r.a, "Demi Allah, sesungguhnya hubungan kerabat dengan Rasulullah Saw. lebih aku sukai daripada aku menghubungkan persaudaraan dengan kerabatku sendiri."
Umar ibnul Khattab pernah berkata kepada Al-Abbas r.a, "Demi Allah, sesungguhnya keislamanmu di hari engkau masuk Islam lebih aku sukai ketimbang keislaman Al-Khattab seandainya dia masuk Islam. Karena sesungguhnya keislamanmu lebih disukai oleh rasulullah Saw. daripada keislaman Al-Khattab."
Demikianlah sikap kedua Syekh (Abu Bakar dan Umar) dan hal ini merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk meniru jejaknya. Karena itulah maka keduanya merupakan orang mukmin yang paling utama sesudah para nabi dan para rasul; semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada keduanya, juga kepada semua sahabat Rasulullah.
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, dari Abu Hayyan At-Taimi; telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Hayyan yang mengatakan, "Aku dan Husain ibnu Maisarah serta Umar ibnu Muslim berangkat menuju ke rumah Zaid ibnu Arqam r.a. Dan ketika kami sampai di rumahnya, Husain berkata, 'Hai Yazid, sesungguhnya engkau telah menjumpai banyak kebaikan. Engkau telah melihat Rasulullah Saw. dan mendengar hadis langsung darinya, ikut berperang bersamanya, dan salat bersamanya. Sesungguhnya engkau, hai Yazid, telah menjumpai kebaikan yang banyak. Maka ceritakanlah kepada kami sebagian dari apa yang engkau telah dengar dari Rasulullah Saw.' Maka Zaid ibnu Arqam r.a. menjawab, 'Hai anak saudaraku, sesungguhnya usiaku telah tua dan sudah cukup lama hidup sehingga aku lupa kepada sebagian yang pernah kuhafal dari Rasulullah Saw. Karena itu, apa yang akan kuceritakan kepadamu, terimalah; dan yang tidak dapat kuceritakan, janganlah kamu memaksaku untuk menceritakannya'." Kemudian Zaid ibnu Arqam melanjutkan, bahwa di suatu hari Rasulullah Saw. bangkit melakukan khotbah di sebuah mata air yang dikenal dengan nama Khum, terletak di antara Mekah dan Madinah. Pertama beliau mengucapkan hamdalah dan sanjungan kepada Allah Swt, lalu memberikan peringatan dan pelajaran (nasihat). Setelah itu beliau bersabda: Ammd ba'du. Hai manusia, sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia yang hampir kedatangan utusan Tuhanku, lalu aku menyambutnya. Dan sesungguhnya aku titipkan kepada kalian dua perkara yang berat; yang pertama ialah Kitabullah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, maka ambillah Kitabullah dan berpegang teguhlah kepadanya. Nabi Saw. menganjurkan (mereka) untuk berpegang teguh kepada Kitabullah dan memberikan dorongan (kepada mereka) untuk mengamalkannya, lalu beliau bersabda: Dan (yang kedua ialah) ahli baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku. Maka Husain bertanya kepada Zaid ibnu Arqam r.a, "Hai Zaid, siapakah yang dimaksud dengan ahli baitnya? Bukankah istri-istri beliau Saw. termasuk ahli baitnya juga?" Zaid menjawab, "Sesungguhnya istri-istri beliau bukan termasuk ahli baitnya, tetapi yang termasuk ahli baitnya adalah orang yang tidak boleh menerima zakat sesudah beliau tiada." Husain bertanya, "Siapa sajakah mereka itu?" Zaid menjawab, "Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja'far, dan keluarga Al-Abbas radiyallahu 'anhum." Husain bertanya, "Apakah mereka semua tidak boleh menerima harta zakat?" Zaid menjawab, "Ya."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Yazid ibnu Hibban dengan sanad yang sama.
Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Munzir Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id dan Al-A'masy, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Zaid ibnu Arqam r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian sesuatu yang selama kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat sesudahku. salah satunya lebih besar daripada yang lain, yaitu kitabullah yang merupakan tali yang terjulurkan dari langit ke bumi. Dan yang lainnya ialah keluargaku, yakni ahli baitku; keduanya tidak akan terpisahkan sebelum keduanya mendatangi telaga (ku). Maka perhatikanlah, bagaimanakah kalian menggantikan diriku terhadap keduanya.
Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini secara tunggal, kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib.
Imam Turmuzi mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Abdur Rahman Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Hasan, dari Ja'far ibnu Muhammad ibnul Hasan, dari ayahnya, dari Jabir, bin Abdullah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Rasulullah Saw. dalam hajinya di hari Arafah menunggang unta qaswa-nya seraya berkhotbah, dan ia mendengarnya bersabda: Hai manusia, sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian suatu perkara yang jika kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat, yaitu kitabullah dan keturunanku, yakni ahli baitku.
Imam Turmuzi mengetengahkan hadis ini secara tunggal pula, lalu ia mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib.
Dalam bab yang sama telah diriwayatkan hal yang semisal dari Abu Zar, Abu Sa'id, Zaid ibnu Arqam, dan Huzaifah ibnu Usaid radiyallahu 'anhum.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Daud Sulaiman ibnul Asy'as, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Mu'in, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yusuf, dari Abdullah ibnu Sulaiman An-Naufali, dari Muhammad ibnu Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas, dari ayahnya, dari kakeknya (yakni Abdullah ibnu Abbas r.a.) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Cintailah Allah Swt. karena Dia telah melimpahkan kepada 'kalian sebagian dari nikmat-nikmat-Nya. Dan cintailah aku karena cinta kepada Allah, dan cintailah ahli baitku karena cinta kepadaku.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib, sesungguhnya kami mengenalnya hanya melalui jalur ini.
Dan sesungguhnya telah diketengahkan banyak hadis menyangkut hal ini dengan penjabaran yang sudah cukup dan tidak perlu diulangi lagi di sini, yaitu pada tafsir firman Allah Swt.:
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33)
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Suwaid ibnu Sa'id telah menceritakan kepada kami Mufaddal ibnu Abdullah, dari Abu Ishaq, dari Hanasy yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Zar r.a. berkata seraya memegang pegangan pintu, "Hai manusia, barang siapa yang mengenalku, maka sesungguhnya dia mengenalku. Dan barang siapa yang tidak kenal denganku, maka aku adalah Abu Zar. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Sesungguhnya perumpamaan ahli baitku di kalangan kalian hanyalah seperti bahtera Nabi Nuh a.s.; barang siapa yang masuk ke dalamnya selamat, dan barang siapa yang tertinggal darinya (tidak masuk) niscaya ia binasa'.”
Bila ditinjau dari segi sanadnya hadis ini daif.
Firman Allah Swt.:
Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. (Asy-Syura: 23)
Yakni barang siapa yang mengerjakan suatu kebaikan, maka Kami tambahkan baginya dalam kebaikan itu kebaikan lagi, sebagai imbalan dan pahalanya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang, walaupun sebesar zarrah. Dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (An-Nisa: 40)
Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa sesungguhnya sebagian dari pahala kebaikan ialah kebaikan yang lain sesudahnya, dan sesungguhnya balasan keburukan ialah keburukan lain sesudahnya.
Firman Allah Swt.:
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (Asy-Syura: 23)
Artinya, Dia mengampuni orang yang banyak dosanya dan memperbanyak pahala kebaikan bagi orang yang beramal sedikit. Maka Dia menutupi, mengampuni, dan melipatgandakannya sebagai tanda terima kasih dariNya.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Itulah karunia yang dengan itu Allah menggembirakan) berasal dari lafal Al-Bisyarah (hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah, "Aku tidak meminta kepada kalian atas seruanku ini) atas penyampaian risalah ini (sesuatu upah pun kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan) Istitsna di sini bersifat Munqathi' maksudnya, tetapi aku meminta kepada kalian hendaknya kalian mencintai kekerabatan denganku yang memang pada kenyataannya telah ada hubungan kerabat antara kalian dan aku. Karena sesungguhnya bagi Nabi saw. mempunyai hubungan kekerabatan dengan setiap puak yang berakar dari kabilah Quraisy. (Dan siapa yang mengerjakan kebaikan) yakni ketaatan (akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu) yaitu dengan melipatgandakan pahala kebaikannya. (Sesungguhnya Allah Maha Pengampun) terhadap dosa-dosa (lagi Maha Mensyukuri) bagi orang yang sedikit beramal kebaikan, karenanya Dia melipatgandakan pahalanya.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Karunia besar itu sendiri adalah sesuatu yang dijanjikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan taat. Katakan, wahai Rasul, "Aku tidak mengharapkan imbalan dari penyampaian misi suci ini kecuali agar kalian mencintai Allah dan Rasul-Nya pada saat mendekatkan diri kepada-Nya dengan melakukan perbuatan baik." Barangsiapa yang benar-benar taat, Allah pasti akan melipatgandakan pahalanya. Allah benar-benar luas ampunan-Nya kepada orang-orang yang berdosa, dan Maha Berterimakasih atas perbuatan baik hamba-hamba-Nya.
6 Tafsir as-Saadi
"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak di-izinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih. Kamu lihat orang-orang yang zhalim sangat ketakutan karena kejahatan-kejahatan yang telah mereka kerjakan, sedang siksaan menimpa mereka. Dan orang-orang yang shalih di dalam taman-taman surga, mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi Rabb mereka. Yang demikian itu adalah karunia yang besar. Itulah yang disampaikan Allah kepada hamba-hambaNya yang beriman dan mengerjakan amal shalih. Katakanlah, 'Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.' Dan siapa yang mengerjakan ke-baikan, akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikan-nya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Men-syukuri." (Asy-Syura: 21-23).
(21) Allah سبحانه وتعالى menyampaikan bahwa kaum musyrikin telah mengambil sekutu-sekutu (sembahan-sembahan) yang mereka cintai dan mereka percayai, mereka dan para sekutu itu sama dalam kekafiran dan perbuatan-perbuatan kufur. (Mereka) adalah setan-setan dari bangsa manusia yang mengajak kepada kekafiran ﴾ شَرَعُواْ لَهُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا لَمۡ يَأۡذَنۢ بِهِ ٱللَّهُۚ ﴿ "yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah," berupa syirik, bid'ah-bid'ah, mengharam-kan apa-apa yang dihalalkan oleh Allah dan menghalalkan apa-apa yang telah diharamkan oleh Allah serta hal-hal yang serupa dengannya yang menjadi tuntutan hawa nafsu mereka. Padahal Agama itu hanya apa-apa yang telah disyariatkan oleh Allah سبحانه وتعالى agar dipatuhi oleh manusia dan mereka mendekatkan diri kepada-Nya dengannya. Hukum asalnya adalah dilarang bagi setiap orang membuat suatu aturan apa pun (syariat) yang tidak bersumber dari Allah dan dari RasulNya. Lalu bagaimana dengan orang-orang fasik yang bersekutu dengan bapak-bapak mereka, sedangkan mereka menganut kekafiran?!
﴾ وَلَوۡلَا كَلِمَةُ ٱلۡفَصۡلِ لَقُضِيَ بَيۡنَهُمۡۗ ﴿ "Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan, tentulah mereka telah dibinasakan." Artinya, kalau saja bukan karena ketetapan ajal yang telah ditentukan Allah sebagai pemisah antara berbagai golongan itu, dan bahwasanya Dia akan menangguhkan mereka kepadanya, tentu telah diputuskan di an-tara mereka pada saat itu juga dengan memberikan kebahagiaan kepada orang yang berpegang kepada kebenaran dan membinasa-kan orang yang berada pada kesesatan, karena penyebab untuk di-binasakan sudah ada. Namun, di hadapan mereka dan di hadapan setiap orang zhalim sudah ada azab pedih yang telah menanti di akhirat.
(22) Dan pada hari itu nanti, ﴾ تَرَى ٱلظَّٰلِمِينَ ﴿ "kamu lihat orang-orang yang zhalim" terhadap diri mereka sendiri karena telah mela-kukan kekafiran dan berbagai maksiat ﴾ مُشۡفِقِينَ ﴿ "sangat ketakutan," yakni, sangat takut dan gemetar, ﴾ مِمَّا كَسَبُواْ ﴿ "karena apa-apa yang telah mereka kerjakan." (Mereka takut) kalau mereka akan disiksa karenanya. Oleh karena orang yang takut itu kadang-kadang apa yang dikhawatirkannya terjadi dan kadang-kadang tidak terjadi, maka di sini Allah menginformasikan bahwa pasti ﴾ وَاقِعُۢ بِهِمۡۗ ﴿ "me-nimpa mereka," yakni, azab yang mereka takuti itu, sebab mereka telah melakukan sebab yang sempurna yang memastikan siksaan tanpa ada penghalangnya lagi dalam bentuk taubat ataupun lain-nya, dan mereka telah sampai pada suatu tempat yang di situ me-reka sudah kehabisan waktu penangguhan.
﴾ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ﴿ "Dan orang-orang yang beriman," dengan hati mereka kepada Allah, kitab-kitabNya dan para rasulNya, serta kepada ajaran yang mereka bawa, ﴾ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ ﴿ "dan beramal shalih," mencakup setiap amal shalih dari amalan-amalan kalbu (batin) dan amalan-amalan lahiriyah dari yang wajib-wajib dan yang sunnah-sunnah, mereka berada ﴾ فِي رَوۡضَاتِ ٱلۡجَنَّاتِۖ ﴿ "di dalam taman-taman surga." Maksudnya, taman-taman yang bersambung dengan surga. Yang disambungkan itu sangat tergantung kepada yang disambungkan kepadanya. Maka Anda jangan menanyakan tentang keindahan taman-taman yang sangat menarik itu, sungai-sungai yang mengalir yang ada padanya, ladang-ladang yang be-rumput, pemandangan-pemandangan yang sangat indah, pohon-pohon yang berbuah, burung-burung yang bersiul, suara-suara menarik yang sangat merdu, pertemuan dengan setiap orang yang dicintai, bergaul dan berkumpul bersama-sama dengan sepuas-puasnya. Taman-taman yang dari waktu ke waktu hanya semakin indah dan megah, dan para penghuninya semakin merindukan kelezatannya dan semakin menyukainya.
﴾ لَهُم مَّا يَشَآءُونَ ﴿ "Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki" di dalamnya, maksudnya, di dalam surga itu. Apa pun yang mereka inginkan pasti ada, dan apa pun yang mereka cari, pasti diperoleh, dari kenikmatan dan keindahan apa saja yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga dan belum pernah terlintas dalam hati manusia. Itulah ﴾ ٱلۡفَضۡلُ ٱلۡكَبِيرُ ﴿ "karunia yang besar." Apa-kah ada keuntungan yang lebih besar daripada keuntungan meraih keridhaan Allah سبحانه وتعالى dan menikmati kedekatan denganNya di negeri kemuliaanNya?
(23) ﴾ ذَٰلِكَ ٱلَّذِي يُبَشِّرُ ٱللَّهُ عِبَادَهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِۗ ﴿ "Itulah yang disam-paikan Allah kepada hamba-hambaNya yang beriman dan mengerjakan amal shalih." Ini adalah berita gembira yang sangat agung yang merupakan berita gembira paling besar secara total yang disam-paikan oleh Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang melalui manusia yang paling utama untuk orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Maka ia adalah tujuan yang paling tinggi, dan sarana yang bisa mengantarkan kepadanya merupakan sarana yang paling utama. ﴾ قُل لَّآ أَسۡـَٔلُكُمۡ عَلَيۡهِ ﴿ "Katakanlah (hai Muhammad), 'Aku tidak meminta kepadamu atasnya'," maksudnya, atas penyampaian al-Qur`an yang aku lakukan kepada kalian dan atas seruanku kepada hukum-hukumnya, ﴾ أَجۡرًا ﴿ "suatu upah pun." Jadi, aku tidak ingin mengambil harta kalian, tidak pula ingin menjadi penguasa terhadap kalian atau tujuan-tujuan lainnya, ﴾ إِلَّا ٱلۡمَوَدَّةَ فِي ٱلۡقُرۡبَىٰۗ ﴿ "kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan."
Bisa jadi makna lainnya adalah: Aku tidak meminta kepada kalian atas seruan ini suatu upah pun selain satu saja, ia adalah milik kalian dan manfaatnya kembali kepada kalian, yaitu kalian menyayangi dan mencintaiku dalam kekerabatan, yakni, karena hubungan kerabat. Maka ini berarti kasih sayang lebih dari kasih sayang karena iman. Sebab kasih sayang karena iman kepada Rasul dan mengutamakan kecintaan kepadanya atas seluruh yang dicintai sesudah kecintaan kepada Allah itu fardhu atas setiap Muslim. Mereka diminta lebih dari itu, yaitu mencintainya karena hubungan kerabat. Sebab, Rasulullah a telah melakukan dakwah-nya kepada manusia yang paling dekat kepadanya, hingga dikata-kan bahwa tidak ada seorang pun dari suku Quraisy melainkan Rasulullah a memiliki hubungan kekerabatan dengannya.
Bisa juga maksudnya adalah, kecuali mencintai Allah dengan kecintaan yang tulus, yaitu kecintaan yang disertai dengan taqarrub kepada Allah dan bertawassul dengan ketaatan kepadaNya yang membuktikan kebenaran dan ketulusan cintanya. Maka dari itu Allah berfirman, ﴾ إِلَّا ٱلۡمَوَدَّةَ فِي ٱلۡقُرۡبَىٰۗ ﴿ "Kecuali kasih sayang dalam al-Qurba" yakni, taqarrub kepada Allah.
Berdasarkan dua makna ini, maka pengecualian tersebut membuktikan bahwa Rasulullah a sama sekali tidak meminta upah apa pun atas seruannya, kecuali sesuatu yang manfaatnya kembali kepada mereka sendiri. Maka ini sama sekali bukan upah, bahkan itu adalah upah dari beliau untuk mereka, sebagaimana Firman Allah سبحانه وتعالى,
﴾ وَمَا نَقَمُواْ مِنۡهُمۡ إِلَّآ أَن يُؤۡمِنُواْ بِٱللَّهِ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡحَمِيدِ 8 ﴿
"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang Mukmin itu melainkan karena orang yang Mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji." (Al-Buruj: 8).
Dan seperti ucapan mereka: Si fulan itu tidak punya dosa padamu selain dia adalah seorang yang berbuat baik kepadamu.
﴾ وَمَن يَقۡتَرِفۡ حَسَنَةٗ ﴿ "Dan siapa yang mengerjakan kebaikan" berupa Shalat, Puasa, Haji atau perbuatan baik kepada manusia, ﴾ نَّزِدۡ لَهُۥ فِيهَا حُسۡنًاۚ ﴿ "akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu" yaitu berupa: Allah melapangkan dadanya, memudahkan urusan-nya dan ia menjadi sebab untuk memperoleh taufik untuk menger-jakan amal baik yang lain, yang dengannya amal seorang Mukmin bertambah dan derajatnya naik di sisi Allah dan di kalangan makh-lukNya, dan ia juga memperoleh pahala di dunia dan di akhirat. ﴾ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ شَكُورٌ ﴿ "Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri," Dia mengampuni dosa-dosa yang sangat besar, seka-lipun seperti apa pun besarnya dosa itu saat dilakukan taubat da-rinya, dan Dia mensyukuri amal yang sedikit (kecil) dengan pahala