Asy-Syura Ayat 39
وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُوْنَ ( الشورى: ٣٩ )
Wa Al-Ladhīna 'Idhā 'Aşābahumu Al-Baghyu Hum Yantaşirūna. (aš-Šūrā 42:39)
Artinya:
dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri. (QS. [42] Asy-Syura : 39)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Ayat-ayat yang lalu menjelaskan beberapa golongan yang akan mendapatkan kenikmatan ukhrawi dari Allah. Di dalam ayat ini, Allah memerintahkan untuk membela diri kepada orang-orang yang di zalimi. Dan orang-orang yang apabila mereka di perlakukan dengan zalim, yaitu tindakan yang melampaui batas oleh orang lain, mereka sendiri dengan segala kekuatan dan kemampuannya membela diri sesuai dengan kondisi yang mereka hadapi.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa di antara sifat orang-orang yang akan memperoleh kebahagiaan yang kekal abadi di akhirat ialah orang-orang yang apabila diperlakukan semena-mena oleh orang lain, ia akan membela diri dan membalas kepada orang yang menzaliminya tersebut, dengan syarat pembelaan diri tersebut tidak melampaui kezaliman yang menimpanya. Dalam pembelaan diri ini mereka akan mendapat pertolongan dari Allah, sebagaimana firman-Nya:
Demikianlah, dan barang siapa membalas seimbang dengan (kezaliman) penganiayaan yang pernah dia derita kemudian dia dizalimi (lagi), pasti Allah akan menolongnya. (al-hajj/22: 60)
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri. (Asy-Syura: 39)
Yakni mereka mempunyai kekuatan untuk membela diri dari orang-orang yang berbuat aniaya dan memusuhi mereka. Mereka bukanlah orang-orang yang lemah, bukan pula orang-orang yang hina, bahkan mereka mempunyai kemampuan untuk membalas perbuatan orang-orang yang berlaku kelewat batas terhadap diri mereka. Sekalipun sifat mereka demikian, mereka selalu memberi maaf (yakni gemar memberi maaf), walaupun mereka mampu untuk membalas. Seperti halnya yang dikatakan oleh Nabi Yusuf a.s. kepada saudara-saudaranya yang pernah hampir membunuhnya
Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu). (Yusuf: 92)
Padahal Yusuf a.s. mampu menghukum mereka dan membalas perbuatan mereka terhadap dirinya dengan balasan yang setimpal. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. terhadap delapan puluh orang yang berniat akan membunuhnya pada tahun Perjanjian Hudaibiyyah. Mereka turun dari Bukit Tan'im; dan setelah mereka dapat dikuasai, maka Rasulullah Saw. memberi maaf dan membebaskan mereka, padahal beliau Saw. mampu menghukum mereka.
Hal yang sama telah dilakukan oleh Rasulullah Saw. terhadap Gauras ibnul Haris, ketika ia hendak membunuh beliau saat pedang beliau dicabut, sedangkan beliau dalam keadaan tidur. Lalu beliau terbangun, sedangkan pedangnya telah berada di tangan Gauras dalam keadaan terhunus. Maka beliau Saw. membentaknya sehingga pedang itu terjatuh dari tangannya, dan beliau memungut pedangnya. Kemudian beliau Saw. memanggil semua sahabatnya dan menceritakan kepada mereka tentang apa yang telah dilakukan Gauras, dan beliau menceritakan kepada mereka bahwa beliau telah memaafkannya.
Rasulullah Saw. telah memaafkan pula perbuatan Labid ibnul A'sam yang telah menyihirnya; beliau tidak menangkapnya dan tidak pula mengecamnya, padahal beliau mampu untuk berbuat itu terhadapnya. Beliau telah memaafkan seorang wanita Yahudi yang bernama Zainab (saudara perempuan Marhab, seorang Yahudi dari Khaibar yang telah dibunuh oleh Mahmud ibnu Salamah). Wanita itu telah meracuni kaki kambing yang disajikan kepada Rasulullah Saw. pada hari Perang Khaibar. Lalu kaki kambing itu dapat berbicara dan menceritakan kepada beliau Saw. bahwa ada racun padanya. Maka beliau Saw. memanggil wanita Yahudi itu, dan ia mengakui perbuatannya. Nabi Saw. menanyainya, "Apakah yang mendorongmu berbuat demikian?" Wanita itu menjawab, "Aku bermaksud ingin menguji. Jika engkau benar seorang nabi, maka racun itu tidak membahayakan dirimu. Dan jika engkau bukan seorang nabi, maka kami akan terbebas darimu." Maka Nabi Saw. melepaskannya. Tetapi ketika Bisyr ibnul Barra r.a. mati karena racun itu (karena ia ikut memakannya bersama Rasulullah Saw.), maka beliau Saw. menghukum mati wanita Yahudi itu. Hadis-hadis dan atsar-atsar yang menceritakan kejadian ini cukup banyak.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Dan bagi orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan lalim) dizalimi (mereka membela diri) maksudnya membalas perlakuan zalim itu sesuai dengan kelaliman yang diterimanya, sebagaimana yang diungkapkan oleh firman-Nya:
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Serta bagi orang-orang yang, apabila mendapat perlakuan tidak baik dari orang zalim, membela diri dengan melakukan perlawanan.
6 Tafsir as-Saadi
"Maka sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu, itu ada-lah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Rabb, mereka bertawakal, dan orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah, mereka memberi maaf. Dan orang-orang yang menerima seruan Rabbnya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka adalah musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Dan orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zhalim mereka membela diri." (Asy-Syura: 36-39).
(36) Ini adalah anjuran zuhud terhadap dunia dan rang-sangan untuk mencintai akhirat dan penjelasan tentang amal-amal yang bisa mengantarkan kepadanya, seraya berfirman, ﴾ فَمَآ أُوتِيتُم مِّن شَيۡءٖ ﴿ "Maka sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu" berupa kerajaan, kekuasaan, harta kekayaan, anak-anak, kesehatan, dan keselamat-an fisik, ﴾ فَمَتَٰعُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۚ ﴿ "itu adalah kenikmatan hidup di dunia," suatu kelezatan yang akan punah dan akan terputus, ﴾ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ ﴿ "dan yang ada pada sisi Allah," yaitu pahala yang berlimpah dan balasan yang sangat mulia dan kenikmatan abadi, adalah ﴾ خَيۡرٞ ﴿ "lebih baik," dari kelezatan-kelezatan dunia; suatu perbandingan kebaikan yang jauh di antara keduanya, ﴾ وَأَبۡقَىٰ ﴿ "dan lebih kekal," sebab ia adalah kenikmatan yang tidak ada kesusahannya, tidak ada kekeruhannya, dan tidak ada perpindahan.
Kemudian Dia menjelaskan milik siapa pahala itu, seraya berfirman, ﴾ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ ﴿ "Bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Rabb mereka, mereka bertawakal," maksudnya, me-reka memadukan antara iman yang benar yang melahirkan amal-amal iman yang nampak dan yang tidak tampak, dengan tawakal (sikap berserah diri) yang merupakan alat bagi setiap amal. Sebab, setiap amal (perbuatan) yang tidak disertai tawakal adalah tidak sempurna. Tawakal adalah bersandar kepada Allah dengan hati dalam mencari apa-apa yang dicintai dan menolak apa-apa yang tidak disukai, disertai dengan sikap percaya sepenuhnya kepada Allah سبحانه وتعالى.
(37) ﴾ وَٱلَّذِينَ يَجۡتَنِبُونَ كَبَٰٓئِرَ ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡفَوَٰحِشَ ﴿ "Dan (juga bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji." Perbeda-an antara dosa-dosa besar dengan perbuatan-perbuatan keji, sekali-pun semuanya merupakan dosa besar, adalah bahwa perbuatan-perbuatan keji adalah dosa-dosa yang sangat besar yang di dalam jiwa terdapat nafsu dorongan untuk melakukannya, seperti zina dan yang serupa dengannya. Sedangkan dosa-dosa besar adalah yang tidak seperti itu. Pengertian ini adalah bila keduanya disebut-kan secara bersamaan. Adapun kalau masing-masing disebutkan secara terpisah (tersendiri), maka yang terakhir masuk kepada yang sebelumnya. ﴾ وَإِذَا مَا غَضِبُواْ هُمۡ يَغۡفِرُونَ ﴿ "Dan (juga bagi orang-orang yang) apabila mereka marah, mereka memberi maaf." Maksudnya, mereka telah berakhlak mulia dan berbudi luhur, sehingga sifat lembut telah menjadi karakter mereka, akhlak mulia telah menjadi tabiat mereka hingga apabila ada seseorang yang membuatnya marah dengan ucapan ataupun perbuatannya, mereka menahan kema-rahannya itu, mereka tidak melepaskannya, bahkan mereka me-maafkannya. Mereka tidak membalas orang yang berbuat buruk kecuali dengan ihsan (sikap baik), memaafkan, dan berlapang dada. Maka sikap memaafkan dan berlapang dada ini melahirkan banyak maslahat dan banyak mencegah timbulnya kerusakan pada diri mereka sendiri dan pada orang lain. Ini sebagaimana FirmanNya,
﴾ ٱدۡفَعۡ بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِي بَيۡنَكَ وَبَيۡنَهُۥ عَدَٰوَةٞ كَأَنَّهُۥ وَلِيٌّ حَمِيمٞ 34 وَمَا يُلَقَّىٰهَآ إِلَّا ٱلَّذِينَ صَبَرُواْ وَمَا يُلَقَّىٰهَآ إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٖ 35 ﴿
"Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak di-anugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianu-gerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar." (Fushshilat: 34-35).
(38) ﴾ وَٱلَّذِينَ ٱسۡتَجَابُواْ لِرَبِّهِمۡ ﴿ "Dan orang-orang yang menerima seruan Rabbnya," maksudnya, mereka tunduk untuk menaatiNya, meme-nuhi seruanNya dan tujuan mereka pun adalah keridhaanNya dan tujuan akhir mereka adalah meraih kedekatan denganNya. Terma-suk memenuhi seruan Allah adalah menegakkan shalat dan menu-naikan zakat. Maka dari itu Allah menyambung keduanya dengan yang sebelumnya sebagai 'athful-am 'alal-khash (pengikutan yang umum kepada yang khusus) yang menunjukkan kemuliaan dan keutamaan yang khusus itu, seraya berfirman, ﴾ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ ﴿ "Dan mendirikan shalat" yang lahir dan yang batinnya, yang fardhu dan yang sunnahnya, ﴾ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ ﴿ "dan mereka menginfakkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka," infak yang wajib seperti zakat, infak terhadap kerabat dekat dan yang semisal mereka, dan infak yang sunnah seperti bersedekah kepada masyarakat awam. ﴾ وَأَمۡرُهُمۡ ﴿ "Sedang urusan mereka," yang bersifat religi dan yang ber-sifat duniawi ﴾ شُورَىٰ بَيۡنَهُمۡ ﴿ "adalah musyawarah antara mereka," maksud-nya, tidak seorang pun dari mereka yang bersikap otoriter dengan pendapatnya dalam suatu urusan bersama di antara mereka.
Ini tidak akan terjadi kecuali merupakan bagian dari keber-samaan, kekompakan, kecintaan, dan saling sayang-menyayangi di antara mereka, dan merupakan kesempurnaan (kematangan) pikiran mereka adalah bahwa apabila mereka hendak melakukan suatu perkara yang memerlukan pengerahan pikiran dan pendapat, maka mereka berkumpul, bermusyawarah, serta melakukan pem-bahasan tentangnya, hingga jika kemaslahatan sudah terbukti, maka mereka segera mengambilnya. Ini seperti pendapat (ide) dalam peperangan dan jihad, penugasan para petugas untuk menduduki suatu jabatan kekuasaan atau hakim atau yang semisal dengannya. Juga seperti pembahasan tentang masalah-masalah agama secara umum, sebab semua itu termasuk permasalahan bersama. Mela-kukan pembahasan terhadapnya adalah untuk menjelaskan yang tepat dari yang dicintai Allah. Itu semua masuk dalam ayat ini.
(39) ﴾ وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَابَهُمُ ٱلۡبَغۡيُ ﴿ "Dan orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zhalim," maksudnya, kezhaliman yang sampai kepada mereka dari musuh, ﴾ هُمۡ يَنتَصِرُونَ ﴿ "mereka membela diri," karena kekuatan dan keperkasaan (harga diri) mereka. Mereka tidak men-jadi manusia yang hina dan lemah untuk membela diri.
Ringkasnya, Allah menyifati mereka dengan iman, tawakal kepada Allah, menjauhi perbuatan-perbuatan keji dan dosa-dosa besar yang dengannya dosa-dosa kecil dihapuskan, kepatuhan yang sempurna dan memenuhi seruan Tuhan mereka, menegakkan shalat, berinfak di jalan-jalan kebajikan, bermusyawarah dalam urusan-urusan mereka, kekuatan dan membela diri terhadap musuh. Inilah karakter-karakter kesempurnaan, mereka telah me-milikinya semua, dan keberadaan karakter-karakter mulia dalam diri mereka tersebut memastikan mereka melakukan karakter-karakter lainnya dan menjauhi lawan-lawannya.